Kategori
da'wahku FLP FLP Kids FLP Wilayah Jawa Timur Kepenulisan Mancanegara Oase Remaja. Teenager Sastra Islam

Berapa Besar Sumbangsih FLP (Forum Lingkar Pena) bagi Indonesia?

 

 

22 Februari 2017, Forum Lingkar Pena tepat berusia 20 tahun.

flp

Organisasi ini di sebut Taufik Ismail sebagai  ‘anugerah Tuhan bagi bangsa Indonesia’, sebuah ucapan yang layak direnungkan dan dibanggakan bagi segenap anggota serta pengurus FLP di Indonesia maupun perwakilannya di luar negeri.  Dalam angka yang diakhiri dengan imbuhan –an ; anggota FLP mencapai ribuan bahkan belasan ribu dengan buku-buku yang juga mencapai ribuan sejak organisasi ini berdiri di tahun 1997. Jumlah pastinya, haruslah disesuaikan dengan dinamika serta arsip organisasi. Mengingat, menggabungkan anggota yang penuh daya imajinasi dan kreativitas lalu merapikannya dalam struktur organisasi bukannya perkara mudah.

Milad FLP 19, Yogya.JPG
Yogyakarta-Ulang tahun FLP ke 19, 2016

Memandang  konstelasi perbukuan dan dunia sastra, dimanakah letak FLP? Apakah penulis-penulis FLP merupakan seniman serta sastrawan yang berkualitas yang karyanya pantas dibanggakan mulai level lokal, nasional hingga internasional? Apakah karya-karya FLP layak menembus pasar global internasional dan menjadi karya sastra yang mewakili wajah Indonesia?

 

Keberagaman anggota FLP

Salah satu asset luarbiasa dari FLP adalah demikian penuh keragaman corak dari anggota yang tersebar di penjuru Indonesia serta di beberapa titik mancanegara. Usia SD-SMP dikelompokkan sebagai FLP kids, diatas itu bergabung menjadi anggota FLP regular. Setiap cabang dan wilayah punya kekhasan masing-masing yang disesuaikan dengan kultur setempat serta ketersediaan sumber daya. BPP FLP memantau wilayah-wilayah, memberikan masukan serta mengatur seluk beluk keorganisasian.

rohingya-2

FLP kids menampung anak-anak SD –SMP yang sangat menyukai dunia tulis menulis. Mengingat buku-buku karya penulis cilik sangat digemari di seantero Indonesia, penerbit sangat membutuhkan karya-karya bermutu. Lini PECI (penulis cilik Indonesia) dari penerbit  Indiva, KKPK (kecil-kecil punya karya) dari Mizan; adalah beberapa yang sangat giat menerbitkan karya para penulis cilik. Tentu, penerbit memiliki cara tersendiri dalam menyaring tulisan berkualitas yang disukai pasar; namun, FLP pun turut membantu menyuburkan semangat berkarya di kalangan anak-anak Indonesia.

FLP Jombang, FLP Padang, FLP Lampung

 

Bagi remaja, untuk usia SMA dan mahasiswa, FLP menjadi organisasi kepenulisan yang diperhitungkan. Betapa banyak orangtua yang menginginkan anaknya mengembangkan bakat minat dibidang kepenulisan, mengontak FLP pusat atau wilayah dan meminta narahubung dari FLP yang terdekat. Remaja-remaja ini yang memang memiliki hobby membaca pada awalnya, lama-lama ingin mengembangkan diri dengan menulis. Apalagi, pekerjaan menulis sekarang bukan hanya terbatas membuat buku, menerbitkan cerpen, menulis puisi. Penulis sekarang lebih berkembang lagi profesinya mencakup penulis scenario, blogger, penulis lagu, hingga penyedia konten dari media-media online. Remaja-remaja berbakat menemukan FLP sebagai salah satu wadah yang memahami kebutuan mereka, menjadi organisasi yang asyik dan seru untuk membahas seputar dunia sastra terkini. Bukan itu saja, dari ranah kepenulisan, bahasan yang didiskusikan di media sosial dapat berkembang mulai film, music hingga politik. Anak-anak muda di FLP belajar untuk menuliskan opini mereka sendiri, bukan hanya sekedar copy paste, potong-salin. Bukan hanya sekedar broadcast. Anak-anak muda di FLP berusaha menilai sesuatu dari sudut pandang pribadi, dari perenungan dan penafsiran versi sendiri.

Terkadang, di WAG atau whatsapp grup FLP timbul ketegangan ketika membahas politik. Namun uniknya, anak-anak muda ini berusaha untuk terus menajamkan tulisan dengan bersumber pada fakta dan data; serta mencoba untuk berargumentasi dengan tagline sastra santun. Apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita lakukan dan katakan serta tulisan; haruslah dengan kesantunan. Ketika menyerang satu pihak atau mengkritik satu golongan; tidaklah perlu menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Anak-anak muda di FLP tumbuh menjadi generasi yang suka membaca, suka menulis. Maka bila kita membaca tulisan mereka diblog atau facebook, terasa sekali bahwa penulis FLP membawa nuansa yang berbeda. Konyol lucu, menghibur, namun bukan tong kosong.

Kalangan dewasa FLP, terdiri dari lebih banyak ragam elemen. Dosen, guru, karyawan, peneliti, sastrawan, PNS, pengusaha, editor, mahasiswa,  maupun kalangan professional lain. Ada pula kalangan pekerja istimewa yang dikenal sebagai tenaga kerja  Indonesia, yang bekerja di Hong Kong dan Taiwan. Karya-karya mereka telah diakui secara lokal, nasional bahkan internasional. Bagi guru, nama Gegge Mappangewa dari Makassar, Umi Kulsum dari Jombang, dan Khairani dari Banjarmasin adalah beberapa nama FLP yang karyanya berulang-ulang meraih penghargaan. Bukan hanya karya, namun juga kiprahnya di dunia belajar mengajar menjadi teladan bagi sesame guru mupun menjadi motivator bagi siswa. Agaknya, kemampuan mereka menulis menjadi salah satu point tersendiri untuk menjadikan para guru dan anggota FLP ini sebagai sosok teladan.

Di kalangan dosen dan penulis, FLP memiliki nama-nama Helvy Tiana Rosa, Irfan Hidayatullah; keduanya mantan ketua FLP terdahulu. Topik Mulyana, juga salah satu dosen dan pengurus FLP yang tulisannya tersebar di media massa sebagai sastrawan atau kritikus. Dari kalangan peneliti, muncul nama Maimon Herawati dan Ganjar Widhiyoga. Dua orang ini bak suhu kungfu yang akan turun gunung ketika dunia gonjang ganjing dengan segala hiruk pikuk berita hoax. Setiap kali tulisannya diunggah ke media massa, Maimon Herawati dan Ganjar Widhiyoga akan menuai banyak likers (juga haters) dan dishare ke banyak mungkin pembaca. Dari kalangan professional, nama-nama Intan Savitri sebagai ilmuwan psikologi, Yeni Mulati (Afifah Afra) sebagai CEO  ; menjadi referensi berharga bagi pembaca tiap kali mereka menelurkan tulisan baik buku atau sebuah catatan di media sosial. Di kalangan selebritas sendiri, tentu tak asing nama Habiburrahman el Shirazy dan Asma Nadia sebagai penulis-penulis kondang yang memberikan warna luarbiasa bagi dunia perfilman Indonesia.

Adakah kalangan istimewa dari FLP?

Tentu saja, kalangan ibu-ibu. Para ibu disini adalah ibu-ibu yang luarbiasa. Ditengah kesibukan dan tingkah polah mereka yang sangat spesifik sebagai kaum ibu yang cerewet, suka belanja, suka mengomel; para ibu  menelurkan karya-karya yang  sangat membanggakan. Selain buku-buku, penulis perempuan FLP banyak aktif sebagai blogger dan meraih banyak keuntungan baik financial maupun immaterial. Sebut saja Pipiet Senja, Naqiyyah Syam, Gesang Sari, Risalah Husna, Sri Widiyastuti, Puspitasari, Fauziah Rachmawati, Lina Astuti dan masih banyak lagi.

Blogger laki-laki?

Wah kalau ini jangan ditanya, jumlahnya menjamur di FLP!

Ali Muakhir, Koko Nata, Bang Aswi, Rafif Amir, Sokat Rahman, Bang Syaiha, Billy Antoro, Ilham Anugrah yang bila ditotal jumlah blogger FLP, mencapai puluhan bahkan ratusan. Mengapa demikian? Sebab rata-rata penulis FLP memiliki blog yang rutin dipelihara dengan tulisan dan laporan pandangan mata. Para blogger ini bukan hanya sibuk mengejar prestasi di dunia blogging, namun juga aktif dalam profesi masing-masing di dunia nyata.

Selain kelompok di atas, masih ada beberapa golongan di FLP yang demikian unik. Dua di antaranyanya adalah para pekerja serta mahasiswa perantauan di luar negeri.

FLP Hongkong.jpg
FLP Hong Kong

BMI Hong Kong dan pekerja di Taiwan adalah wilayah FLP yang sering menuai kekaguman akibat sepak terjang mereka yang luarbiasa. Bukan hanya mereka hidup di negeri orang, bekerja sebagai karyawan pabrik atau rumah tangga; hidup di level marginal, terpinggirkan dan kadang tidak dihargai secara layak; pada kenyataannya para pekerja Hong Kong dan Taiwan ini merupakan penulis-penulis yang luarbiasa. Sebut saja di antaranyanya Rihanu Alifa, Anna Ilham, Enda Soedjono, Shanna Azzahra, Indira, Ssy Laili. Mereka bukan hanya aktif di media sosial namun juga menulis di koran-koran lokal yang beredar di Hong Kong dan sekitarnya.

Mahasiwa perantauan di luar negeri, pun memberikan contoh luarbiasa bagaimana para pelajar harus membagi dengan bijak antara keuangan untuk mengelola organisasi, membeli buku, dan hidup cukup di perantauan. Bagaimana harus membagi waktu antara belajar, membaca jurnal (tentu dalam bahasa asing!), membaca referensi dan menelurkan buku-buku. FLP Mesir, FLP Yaman , FLP Turki, Maroko, Arab Saudi, Malaysia yang namanya terlalu panjang untuk disebutkan satu persatu. Anggota FLP yang pulang ke tanah air pun terus bergiat menyelesaikan karya seperti Awy Qolawwun yang merupakan jebolan FLP Arab Saudi, Adly el Fadly yang merupakan jebolan FLP Yaman, Irja NAshrullah yang masih aktif di FLP Mesir.

Demikian beragamnya anggota FLP hingga satu sama lain saling memberikan informasi berharga terkait dunia literasi yang tengah berkembang, issue-issue kekinian, berbagi ilmu sesuai dengan kapasitasnya, berbagi informasi lomba dan saling mendorong untuk meraih prestasi. Keragaman anggota FLP ini memperkaya para anggota untuk terus memacu masing-masing individu terus dan terus belajar.

 

Karya-karya yang terus berkembang

Karya FLP pernah dianggap karya kacangan.

Mengingat karya-karya tersebut begitu sederhana, begitu seragam dengan karya-karya sebagian besar anggota FLP, tidak menimbulkan makna yang dalam serta tidak layak untuk disejajarkan dengan karya-karya besar HAMKA atau Pramoedya.

Mengapa dianggap kacangan?

Memang karya FLP banyak yang seragam. Mengingat salah satu pilar FLP adalah keIslaman; banyak anggota FLP yang masih memahami karya Islami haruslah memiliki alur pesantren, masjid, tokoh berjilbab dan berjenggot. Kisahnya seputar mendapat hidayah saat menjadi mahasiswa kampus yang aktif di rohis, menjadi suka al Quran ketika di pesantren, atau mendapat kesempatan studi ke Timur Tengah.

Karya FLP dianggap minim kekayaan diksi serta mudah ditebak alurnya. Awalnya susah, lalu happy ending. Akhir yang mudah sekali diprediksi : menikah dengan sesama orang sholih, berhasil mendapatkan akhwat cantik idaman, lulus beasiswa dengan gilang gemilang, menjadi dosen dan disukai banyak mahasiswa.

Sesungguhnya, karya FLP tidaklah bisa disebut karya ‘kacangan’.

Siapakah HAMKA dan Pramoedya?  Adalah orang-orang yang kenyang makan asam garam kehidupan. Hidup dalam situasi sosial dan politik yang panas, merasakan peperangan dan penjara yang pedih. Sebagaimana kata Nietzche : hanya peperangan yang dapat membuktikan siapa manusia sesungguhnya, siapa binatang sesungguhnya.

Anggota FLP yang masih SMA dan mahasiswa, ibarat anak yang belajar berjalan, masih tertatih-tatih meraba-raba. Mereka seringkali harus menyisihkan uang untuk membeli buku sendiri yang bagi kantong Indonesia relative mahal, mereka juga tidak duduk di bangku fakultas FIB atau jurusan sastra. Mereka adalah anak-anak yang senang membaca, menulis, membaca, menulis. Karya-karya mereka adalah latihan yang sesunggunya. Sejak awal, mereka harus kenyang dengan kritikan pedas dan Alhamdulillah, mereka pantang mundur, terus menulis dan terus belajar. Perubahan-perubahan itu terlihat pasti merayap. Satu demi satu adik-adik FLP meraih penghargaan di tingkat lokal. Baik lokal sekolah, lokal kampus, lokal regional di koran kota. Lalu mulai muncul di koran nasional, di media online nasional, memenangkan lomba yang ringan persaingannya hingga lomba-lomba yang berat persaingannya serta level jurinya.

Adalah tokoh-tokoh FLP seperti Habiburrahman el Shirazy, Asma Nadia, Benny Arnas yang level ketokohannya diakui dunia. Mereka tidak lagi hanya memberikan pelatihan di tingkat Indonesia, namun diminta mengisi acara-acara di berbagai event di mancanegara. Ada banyak potensi di FLP yang insyaallah siap mengekor keberhasilan para pendahulunya seperti Asma Nadia, kang Abik dan Benny Arnas. Mashdar Zainal, salah satu anggota FLP Jawa Timur yang karya-karyanya tembus secara fantastis di koran ‘sulit’ seperti Jawa Pos dan Kompas.

Karya-karya kacangan FLP, akan terasa kacangan bila dikunyah oleh orang-orang dewasa yang level bacaannya sekelas para peraih nobel, pullitzer, dan penghagaan dunia lain : Najib Mahfudz, Amin Malouf, Rudyard Kipling, Orhan Pamuk, Serdar Ozkan, Nicholas Carr. Namun karya-karya ‘kacangan’ FLP akan menjadi kue lezat bagi sesama remaja yang butuh asupan bacaan ringan. Dan, mereka membutuhkan bacaan sejenis yang banyak jumlahnya.

Seorang gadis yang ingin memakai jilbab; akan terinspriasi oleh novel-novel tentang jilbab sekalipun alurnya kacangan, bombastis, tidak masuk akal, tidak relevan bahkan terlalu mengada-ada. Bila ia membaca 5, 10, 20 novel serupa yang menceritakan pengalaman memakai jilbab; bukan tidak mungkin ia pun pada akhirnya mantap berkerudung.

Seorang pemuda yang maju mundur untuk studi di pesantren; ketika membaca buku-buku yang mirip dan terkesan ‘sastra abal-abal’ ; sesuai level usianya yang masih suka menelan hal yang renyah dan ringan; pada akhirnya terdorong masuk ke pesantren dan membuka pintu kesadarannya untuk berjuang mengenyam pendidikan serius serta memangsa kitab-kitab yang jauh lebih berat dari sekedar naskah kacangan.

Anak-anak SD, yang masih suka berimajinasi dan membaca perkara ringan tentang dunia peri, dunia fantasi, kehidupan ala istana dan putri-pangeran; terdorong banyak menbaca buku ‘kacangan’ yang mungkin tidak sekelas Little Women (Louisa May Alcott) ,  Secret Garden (Burnett), Kim (Rudyard Kipling) atau bahkan Toto Chan. Namun, ketersediaan buku-buku ringan ini akan mendorong mereka memangsa buku level lebih tinggi dan pada akhirnya mereka suka mengunyah buku berat dan suatu ketika, menghasilkan karya sastra yang lebih mumpuni di waktu-waktu yang berikut.

Belajar menulis membutuhkan perjuangan panjang.

Tidak hanya dibatasi oleh bangku kuliah 4 tahun untuk S1, 2 tahun untuk S2. Belum tentu mahasiswa FIB atau sastra mampu menuliskan buku berkualitas bila mereka tidak mau belajar dengan susah payah. Sebagaimana belum tentu mahasiswa S2, S3 dan peneliti dapat menulis karya ilmiah dengan luwes dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Menulis karya ‘kacangan’ kadang merupakan stimulant awal bagi penulis untuk belajar bagaimana menyesuiakan ritme kesibukan dengan target menulis : berapa buku setahun, berapa bulan selesai 1 buku, berapa bab harus dikerjakan 1 minggu, berapa halaman dalam 1 hari dan berapa jam untuk menulis. Ketika ritme menulis ‘kacangan’ ini terbentuk; lambat laun dengan dorongan individu dan organsisasi akan tercapai karya-karya yang semakin berbobot dari waktu ke waktu.

FLP, memang dikenal sebagai pabrik penulis.

Terkesan sebagai organisasi yang mengeluarkan penulis-penulis karbitan, penulis kuantitas bukan penulis kualitas, penulis kualitas pabrik bukan kualitas butik. Meski demikian; segala kritik tentu berharga bagi tumbuh kembang sosok individu dan organisasi. Mereka yang telah bertahun-tahun menulis, tentu harus berupaya meningkatkan kapasitas diri agar karya tulis tidak selamanya kacangan. Bolehlah karya-karya ‘kacangan’ dihasilkan oleh anggota pemula; semakin tinggi level anggota FLP di tingkat madya dan andal; maka proses kreativitasnya harus terus bejalan. Karya yang dihasilkan pun harus semakin berat bobot kualitas, keilmuan, logika berpikir, maupun maknanya.

Proses, adalah bagian yang diakui di FLP.

Tidak ada proses sekali jadi.

Tidak ada proses yang singkat.

Tidak ada proses yang hanya seminggu.

Semua proses, bahkan penciptaan langit dan bumi melalui 7 tahapan di ‘tangan’ Allah Swt . Apalagi proses manusia,  mungkin melalui puluhan, ratusan, ribuan tahapan.

 

FLP dan pasar lokal-global

FLP cukup berhasil menyasar pasar lokal. Terbukti, walau dunia penerbitan pasang surut, penulis-penulis baru di FLP bermunculan mengeluarkan novel dan karya non fiksi.

Anggota FLP yang memiliki basic ilmu syariah seperti Irja Nashrullah, Awy Qolawun, Adly el Fadly suskes menggarap pasar nasional yang membutuhkan buku-buku kajian keIslaman dengan bahasa ringan; bukan bahasa referensial yang cendeung berat.  Afifah Afra, Naqiyyah Syam; sukses menggarap pasar remaja putri dan ibu-ibu. Ali Muakhir, Koko Nata, Sri Widiyastuti sukses menggarap pasar anak-anak. Habiburrahman, Asma Nadia sukses menggarap pembaca perempuan; sementara Benny Arnas dan Mashdar Zainal sukses memanfaatkan ceruk sastra yang jarang digeluti penulis karena effortnya yang cukup besar. Rafif Amir, Gesang Sari, Sokat Rahman, Billy, Aprillia, dkk  dan blogger FLP sukses menggarap pasar online yang celahnya sangat terbuka dan ramai.

Dalam era digital, FLP mencoba beradaptasi.

Kertas-kertas berimbas pada penebangan kayu yang mengancam paru-paru dunia. Disisi lain, orang-orang masih belum terbiasa menggunakan perangkat elektronik untuk membaca buku. E-book sebuah keniscayaan, namun juga cepat memunculkan kelelahan. Apalagi, orang cenderung membuka media sosial ketika berinteraksi dengan gawai dan cepat teralihkan dari niat semula yang ingin membaca buku elektronik. Buku-buku berhana baku kertas masih diminati, walaupun juga, manusia harus dibiasakan semakin efektif efisien dalam bertingkah laku.

Bekerja sama dengan beberapa media online seperti beetalk, bitread dan UC News; merupakan satu langkah FLP memasuki pasar lebih luas. Anggota FLP tidak hanya harus belajar menulis fiksi – non fiksi; tapi juga belajar menulis materi-materi up to date yang diminati masyarakat luas mulai bahasan Donald Trump-Melania, hingga bagaimana hidup awet muda.

 

Apa yang Diberikan FLP pada Indonesia?

Jawabannya adalah Sumber Daya Manusia.

SDM adalah asset sangat mahal yang menghabiskan modal luarbiasa besar. Dalam sebuah perpustakaan di Seoul, terpahat reader is leader. Pembaca adalah pemimpin. Begitupun pemimpin adalah seorang pembaca. Negarawan kita adalah pembaca, penulis dan orang yang tiada berhenti belajar. Bung Karno, bung Hatta, Mohammad Natsir, HAMKA, Ki Hajar Dewantara, adalah para pembaca yang luarbiasa. HAMKA bahkan mewajibkan dirinya membaca buku dalam beragam bahasa untuk menajamkan otak. Pantas saja, Indonesia berhasil melawan kekuatan asing yang luarbiasa tangguh. Mereka memiliki senajta, kita memiliki daya juang.

FLP memberikan pada Indonesia sekian ribu manusia yang suka membaca dan menulis. Mereka bukan hanya orang-orang yang duduk di bangku akedemis; namun juga para buruh dan tenaga kerja marginal. Mereka bukan hanya orang yang terbiasa duduk di belakang meja mengerjakan laporan keuangan, namun juga para ibu yang bergelut dengan harga cabai. Mereka bukan hanya para dosen dan guru, tapi juga para pelajar SD hingga mahasiswa.

FLP memberikan kesempatan berproses. FLP memberikan lingkungan yang nyaman bagi para pembaca dan (calon) penulis. FLP mengasah kemampuan di luar bakat minat yang paling dasar. FLP memberikan para penulis informasi dan jaringan berharga yang harus dimiliki penulis untuk go local, go national, go international. Dalam ranah global dewasa ini, tidak ada seseorang yang dapat berhasil hanya secara individual. Ia butuh dukungan, butuh kelompok, butuh orang-orang di belakang layar.

Di belakang layar FLP; tersebar ribuan anak muda yang namanya tidak tercantum sebagi penulis atau blogger. Mereka adalah para buzzer dan reviewer yang rela mem-boost buku, agenda literasi, kegiatan kepenulisan agar sukses. Mereka adalah pengurus-pengurus FLP Pusat, wilayah, cabang, hingga ranting yang bersedia berpayah-payah menjalankan roda organisasi agar tercipta harmonisasi antara penulis, dunia perbukuan, kalangan media dan penerbitan yang harus terus bersinergi untuk menghasilkan karya-karya spektakuler. Orang-orang di belakang layar inilah yang membantu munculnya penulis-penulis tenar dan popular.

FLP Wilayah Jawa Barat, FLP Wilayah Jawa Timur, FLP Wilayah Riau

Bersama FLP, hadir wajah-wajah muda, wajah-wajah baru penulis; maupun hadir wajah-wajah penulis yang terus bermetamorfosa menjadi HAMKA dan Pramoedya yang berikutnya.

Selamat ulangtahun ke 20, FLP.

Berarti, berkarya, berbagi.

Teruslah berjuang dengan pena!

Kategori
FLP FLP Wilayah Jawa Timur Perjalanan Menulis

Forum Lingkar Pena (FLP) : antara Literasi, Organisasi, Partai Politik

Salah satu film Ramadhan yang membekas selain film Umar bin Khathab di MNCTV adalah serial lepas di TVRI , serial Nabi Yusuf dan serial Maryam. Selama ini, tiap kali mendengar nama Yusuf disebut yang terlintas segera adalah wajahnya yang rupawan bak malaikat dan bagaimana wanita tergila-gila hingga tak sadar mengiris jemarinya hingga berlumuran darah, tak terkecuali Zulaikha, istri al Azis yang cantik jelita.
Sungguh, kisah Yusuf termaktub secara lengkap dalam QS: 12 sejak beliau bermimpi tentang sujudnya bintang bulan hingga perjalanan beliau di penjara, fitnah wanita, diangkatnya beliau sebagai bendahara Mesir dan pertemuan mengharukan Yaqub dengan putra terkasihnya.
Setiap perempuan hamil berangan-angan memiliki putra setampan Yusuf, sehingga nama Yusuf adalah nama paling populer yang dipersiapkan. Jarang sekali kita –setidaknya saya- mencermati bahwa kisah Yusuf sangat sarat makna. Kisah ini sempat kembali membuat tercengang, terpekur, tafakkur manakala Arab Spring meledak sejak protes self immolation Muhammad Bouazizi menggulung kekuasaan Zen Abidin Ben Ali, Tunisia. Semua penderitaan manusia – terhina, tertuduh, terisolasi, terpenjara, terfitnah sebagaimana Yusuf as bukan berarti Allah tak punya kuasa terhadap dirinya.
Dalam film Maryam, ada satu penggalan yang membuat kami sekeluarga menangis. Apakah karena fitnah terhadap Maryam dan Isa? Bukan. Tetapi bagaimana, begitu mahirnya kaum Yahudi membolak balik opini tentang Nabi, tentang ajaran kerasulan, bahkan tentang Tuhan Sekalian Alam!
Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria yang sholih telah beranjak demikian tua. Istrinya hamil diusia tua, saat divonis mandul. Di sisi kisah lain, Zakaria yang sholih dan sederhana , mempercayai kesucian Maryam yang mengandung. Tetapi Zakaria, dengan sedikitnya pengikut, tak mampu meredam gejolak masyarakat yang menuduh Maryam sebagai pezina. Kesedihan Zakaria dan Maryam hanya dapat disandarkan padaNya. Pendeta Nathan, pemuka Yahudi, memberikan orasi demikian menakjubkan yang intinya sebagai berikut :
“Betapa malangnya Tuhan Zakaria dan Maryam! Tuhan yang selalu butuh pertolongan perempuan untuk mengungkatkan kenabian hambaNya. Pertama, istri Zakaria yang mandul dibuat hamil. Kedua, Maryam yang tak punya suami dibuat hamil. Apakah tak ada cara lain untuk menunjukkan kuasaNya selain mengambil pembuktian dengan perempuan?”
Film Maryam, menjadi film wajib tonton keluarga, memberikan makna yang jauh lebih dalam , bahwa peristiwa kenabian dan dakwah, adalah peristiwa mulia, luarbiasa, sarat hikmah yang akan menjadi petunjuk manusia di kemudian hari.

*************

Dalam kisah Yusuf as, kita mungkin teringat akan tukang roti dan tukang pemerah anggur yang berada satu penjara bersamanya. Tahukah, apa makna semua? Saya sendiri terkejut, saat terlambat menyadari, bahwa makna dari kisah tersebut adalah : setiap orang yang kita temui, sejatinya ditentukan olehNya. Orang-orang di jalan, sekolah, kampus, tempat kerja, pasar, tetangga, di dunia maya; mereka akan memiliki posisi kelak sebagaimana Yusuf as dan tukang roti beserta tukan pemerah anggur.
Setiap orang yang kita temui, membawa jalinan kisah tersendiri dalam hidup ini, bagi kita dan alam semesta.
Itulah yang saya rasakan bersama FLP, Forum Lingkar Pena.
Sama sekali tak pernah menyadari, kesukaan sedari kecil terhadap tulis menulis di buku harian, kesukaan membuat cerpen untuk radio, kesukaan membuat puisi dan cerpen; Tuhan memperjalankan saya bertemu teman-teman luarbiasa dalam dunia literasi. Bertemu pendiri FLP, mbak Helvy, mbak Asma Nadia, mbak Muthmainnah. Bertemu senior FLP seperti Teh Pipit, Mas Gola Gong, Mas Boim, mas Ali Muakhir. Bertemu rekan-rekan seperjuangan dalam dunia menulis seperti kang Abik, kang Irfan, mbak Intan, Mbak Afra; bertemu organisatoris andal macam mbak Rahmadiyanti Rusdi, Yons Ahmad, Nurbaiti, Lia Octavia, Adam Muhammad. Bertemu dengan pecinta literasi dari penjuru dunia mulai Canada hingga Sumenep. Bertemu teman-teman yang tanpa nama mereka disebutkan dalam catatan pena manusia, Malaikat Roqib Atid tak akan lupa mencatat bait-bait kehidupan mereka yang berdaya guna bagi masyarakat.

Sinta Yudisia, FLP Mesir

Bersama FLP, saya memahami betul apa literasi, sebuah dunia yang semula asing; bersama FLP semakin mengasah kemampuan organisasi. Bukan hanya sekedar mengejar-ngejar donasi, tetapi bagaimana dapat mandiri. Bagaimana dapat membuat proposal dan bernegosiasi. Bagaimana dapat merancang acara bedah buku. Bagaimana dapat mengelola FLP hingga berjalan dari tahun ke tahun.
Kisah hidup kita, orang-orang yang ditemui, perasaan sedih akibat terasing, berjalan sendiri, terkubur bersama impian-impian panjang, terpenjara dalam system yang tidak berpihak pada dunia literasi sehingga penulis harus berjuang membesarkan dirinya sendiri dan organisasi yang diasuhnya adalah sedikit dari catatan perjalanan yang –sedikitnya- menyerupai kisah Yusuf as.
Tapi terpikirkah, bahwa setelah masa-masa terpenjara, tiba bagi FLP menjadi bendahara terpercaya yang akan mengelola dunia literasi dengan segala keunikannya : jiwa muda penuh semangat, komunitas 100 cabang sedunia, visi misi Islami universal, tema-tema Islami yang jauh lebih melegenda dan lebih “Canon” ; lebih dari The Phantom of the Opera Gaston Leroux, The Lady of Camellias Alexander Duma Jr, Anthony Cleopatra Shakespear?
Di FLP, kita belajar literasi dan organisasi.
Saat menulis, kita makhluk solitaire, individu, bagai alien.
Saat buku terbit, kita adalah makhluk sangat sosial, dimana karya kita membutuhkan pengakuan, penghargaan dan tentunya reward atas segala jerih payah. Akan tiba masanya sebagaimana para ulama terdahulu, insyaAllah, penulis dibayar dengan emas seberat buku yang dihasilkannya.

*********************

Di FLP, penulis belajar banyak hal.
Menulis fiksi non fiksi. Fiksi dapat meliputi puisi, cerpen, cerbung, novelette maupun novel. Non fiksi, penulis belajar membuat opini, artikel, surat pembaca. Eileen Rahman, narasumber EXPERT di rubrik Karir Kompas, pernah menulis hal menarik. Dalam dunia global seperti sekarang, dinding pembatas seringkali tertembus oleh interaksi kecanggihan teknologi. Orang membawa pekerjaan ke rumah : penulis menulis sembari mengajari anaknya belajar, editor mengedit karya sembari memasak, illustrator menemani istri mengobrol. Orang membawa pekerjaan rumah ke kantor : ibu menanyakan kemajuan prestasi si anak lewat email kepada guru, ayah mengadakan janji dengan konselor saat memimpin rapat, ayah dan ibu mengadakan janji akhir pekan lewat media sosial yang terkontak dengan anggota keluarga yang lain.
Batas-batas itu semakin cair, meski tetap harus memperhatikan profesionalisme. Dunia maya, menguntungkan, sekaligus sekali waktu berbalik menyerang bagai boomerang.
Di FLP, banyak manusia tergabung. Yang pandai baca Quran, yang belum bisa baca Iqro. Yang punya twitter, yang belum bisa meng- email. Yang sudah punya buku, yang masih tersendat buat outline. Yang beranak banyak, yang masih jomblo keren. Yang Muhammadiyah, NU, salafi, jamaah tabligh atau dari jamaah lain. Yang partai X,Y, Z atau golput.
Seringkali dalam diskusi karya, teman-teman saling menyerang.
“Dakwah jangan masjid dan jilbab doang dong!”
“Yang pakai jilbab penulisnya aja, karyanya tetap harus universal.’
“Eh, kita kan nulis ada idealismenya?”
“Biarin karyaku nggak laku, yang penting dapat pahala.”
“Lho, penulis juga harus bicara entrepreneur, gak bisa kejual bukunya, gimana bsia bertahan di dunia literasi?”
“Literasi sudah masuk dunia hiburan, jadi harus menyesuaikan…”
Diskusi seru, hangat, kadang saling memojokkan.
Tapi di rumah ini, di FLP, dengan denyut literasi, kita menemukan cara menyatukan kembali langkah kita yang sesekali berlawanan arah. Bahwa kita mencintai negeri ini, bahwa kita ingin indeks pendidikan dan kualitas manusia Indonesia meningkat, salah satunya dengan kegemaran membaca. Apalagi jika diikuti dengan kesukaan menulis, alangkah bermartabatnya!
Jika ada orang yang berpikir pragmatis, bahwa ia bergabung dengan FLP supaya lekas tenar dan terbit buku, silakan. Jika orang berpikir bergabung di FLP agar memiliki skill di duunia kepenulisan, mengingat menulis dapat dilakukan siapa saja dan menjadi penghasilan passive income, silakan. Sepanjang tetap taat pada aturan, visi misi FLP.
Beberapa teman FLP memang demikian bergairah dengan ritme dakwah tertentu. Apalagi dunia literasi membutuhkan mental baja, daya tahan beton, daya lenting bagai pegas sehingga jika terinjak, justru melesat bebas ke angkasa! Di titik ini teman-teman biasanya membutuhkan penguatan ruhani, yang mereka dapatkan di majelis-majelis pengajian, di luar lingkaran FLP.
FLP sendiri sering dikaitkan dengan partai politik tertentu, melihat kinerja teman-teman.
Lebih banyak berjilbab, mengusung tema universalitas Islam, bekerja tanpa imbalan memadai; sering dianggap duplikasi atau analog dari partai X. Memang, ada teman-teman FLP yang berafiliasi kepada partai X dan sebagaimana kata Eileen Rahman, batas-batas pijakannya mencair. Selama ia professional, tak mengapa.
Di milis FLP sendiri, ada teman-teman yang bergitu bersemangat membahas partai dan admin dengan bijak memutus diskusi bila dianggap sudah lewat dari jalur literasi.
Siapapun kita, bila berada di ranah seni, sastra, literasi, maka tema yang diusung memang jauh lebih universal dibanding sekat kepartaian. Bila seseorang telah menisbatkan dirinya dengan partai tertentu, hendaknya ia jauh lebih menjaga diri, karena bila ia mencoreng nama baik maka rusak nama FLP sekaligus rusak nama afiliasinya.
Dalam produk tulisan sendiri, teman-teman FLP yang menyukai ranah nonfiksi akan mencoba gaya jurnalistik yang cover both side, tidak menyebarkan hate speech , tidak sekedar cloning dan copas, mencoba untuk menuliskan versi pendapatnya sendiri. Dalam tulisan, idealism penulis akan tampak jelas, terutama ranah non fiksi. Data dan fakta yang diajukan, akan merujuk pada lembaga dan seterusnya dapat ditelusuri. Teman-teman mahasiswa yang mulai melek politik akan mencoba menuliskan suksesi kampus, tema sosial semacam pronografi dan harga bawang merah bawang putih, hingga pesta demokrasi 2014. Semuanya belajar dengan gaya sendiri, versi visualisasi sendiri. Ada yang terlihat netral, ada yang terlihat sangat berpihak.
Di FLP, ranah literasi, kita mencoba membudidayakan menulis.
Menulis adalah tahapan yang lebih jauh dari membaca, sebab kita telah membaca, merenungkan, memaknai, menafsirkan ulang, menginterprtasi dan mencoba memproduksinya versi gaya alamiah kita sendiri.
FLP adalah payung besar yang menaungi siapapun yang bergiat di dunia literasi, tak peduli apapun afiliasinya. Mari bekerja sama atas hal-hal yang kita sepakati, dan menghargai apa yang menjadi titik perbedaan masing-masing.

Kategori
FLP FLP Kids FLP Wilayah Jawa Timur

Menulis Tanpa FLP

flp logo
Banyak ragam komunitas sastra di Indonesia.
Di Surabaya atau Jawa Timur, berbilang puluhan hingga ratusan. Begitupun klub –klub menulis yang dapat diikuti via on line. Sekolah Menulis atau kursus menulis pun dapat dijumpai relative mudah. Pendek kata, tak ada hambatan untuk mempelajari teori menulis baik fiksi non fiksi, anak hingga dewasa. Sekolah menulis berbayar menyediakan cost bervariasi mulai harga puluhan ribu rupiah hingga jutaan, semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. User tinggal memilih sesuai kebutuhan.
Para penulis kreatif, bermunculan menggairahkan peta literasi Indonesia. Tunas muda sejak di bangku sekolah dasar, Alhamdulillah telah menghasilkan buku. Yang senior, telah menimang cucu pun berlomba dalam kebaikan, menggoreskan perenungan-perenungan hidup dalam sebuah aktivitas bernama menulis. Meski, perkembangan literasi di Indonesia masih jauh dari menggembirakan, pencapaian dan percepatannya masih kalah dibandingkan dunia entertaintment.
Menulis, bisa dilakukan semua orang. Menulis, adalah salah satu hasil belajar yang relative menetap, sebagaimana orang yang telah mampu membaca, bersepeda, berenang; maka kemampuannya tak akan hilang meski tak pernah digunakan bertahun kemudian. Makna “menulis” dan bekerja sebagai “penulis” memiliki arti yang lebih special bagi sebagian orang. Menulis tidak lagi sekedar mendekorasikan angka dan huruf, tetapi menulis lebih jauh adalah aktivitas, menghasilkan rangkaian kalimat yang mengemban tema : cinta, perjuangan, sejarah, imajinasi, agama, moralitas, dan seterusnya.
Maka kita akan memahami.

“Pekerjaanmu apa?”
“Saya penulis.”
“Oh? Wah, luarbiasa! Saya juga ingin bisa menulis seperti kamu!”
Sang penulis bukan sekedar orang yang bekerja clerical, sekedar mencatat pembukuan atau pengeluaran-pemasukan kas; tetapi seorang penulis dianggap lebih bijak dari yang lain, lebih memiliki motivasi, lebih mampu menularkan semangat, lebih berlari di depan beberapa langkah jauhnya. Bahkan, sekalipun ia masih kecil dan imut-imut, orang akan berdecak mengagumi kecerdasannya yang jika di kurs kan dalam angka intelegensi, diprediksi di atas nilai 100 atau 120.
Mampukah seorang penulis berhasil secara individu, melesat sebagai ambisi pribadi?
Mungkin saja.
Semakin banyak penulis yang lahir tanpa komunitas. Mereka membuat buku yang layak diterbitkan, dibaca banyak kalangan, dan laku.
Dimana peran FLP ketika itu?

FLP dan Komunitas Sosial

Silnas FLP  & Sinta Yudisia

Sebagai makhluk individu, manusia mampu meraih ambisi apapun seorang diri. Tetapi sebagai makhluk social, manusia tak mungkin hanya tinggal seperti bilangan biner, 1 dan 0. Manusia butuh interaksi, komunikasi, sosialisasi, bahkan sekali waktu manusia sangat butuh bersikap altruist. Manusia bahkan butuh sekali waktu melakukan aktivitas transcendental dan aktivitas kemanusiaan, yang akan melembutkan hatinya dan membuatnya merasa jauh lebih mulia dan lebih berharga dibanding hidup sendiri.
Menulis bisa dilakukan sendiri. Di malam hari, dalam situasi hening, dan percayalah, saat tengah konsentrasi menulis kita tak berharap ada orang lain di situ. Tetapi saat sedih naskah di tolak, buku terbit tanpa respon yang baik dari masyarakat, perjalanan menulis yang seolah stagnan, ketrampilan yang sepertinya tidak berkembang (hanya dari situ ke situ lagi); kita akan butuh teman-teman. Teman di mana? Kampus, mall, chatting? Tentu, teman yang punya denyut nadi sama. Mereka yang mencintai membaca. Mencintai menyisihkan uang untuk berburu buku. Mencintai informasi baru buku-buku terbit. Dianggap freak karena lebih suka menikmati buku ketimbang nonton film atau hunting tas terbaru.

Teman yang suka berlelah-lelah belajar menulis. Mengkaji apa itu teori fiksi, apa itu motivasi menulis, siapa Stephen King, Sartre, Harper Lee, JRR Tolkien, CJ Lewis dan bagaimana pengalaman hidup mereka menulis?
Maka,
Duduk di majelis FLP adalah salah satu aktivitas yang menyenangkan.
Bukan saja karena disitu dibuka dengan basmalah dan shalawat Nabi, tetapi juga bertemu teman-teman yang selalu bergelora dalam jiwa muda. Dan, sangat menyenangkan, kita tidak hanya belajar menulis an sich, tetapi juga bagaimana belajar menjadi manager, mengelola keuangan, membesarkan organisasi, menjadi EO yang cakap.

Di FLP selain belajar berbagi, kita akan belajar saling mengingatkan.
“Duh, naskahku ditolak!”
“Eh, sudah coba penerbit ini belum?”
“Ada kontak personnya?”
“Kukasih alamat imelnya ya….”
Atau,
“Eh, sudah tau ada lomba femina, ada lomba Bobo?”
Atau,
“…..sabar ya, insyaAlalh suatu saaat kamu tembus deh di media. Hm, banyak-banyakin sholat malam dan istighfar dan sholawat, biar doamu tembus langit!”
Bagi saya, rasanya hidup jadi lebih berwarna menulis bersama FLP. Rasanya, tanpa komunitas, sulit konstan menulis seperti sekarang. InsyaAllah, FLP akan terus bersama bangsa Indonesia menuju masa depan yang bermartabat. Amiin.

Selamat Ulang Tahun, Forum Lingkar Pena, 22 Februari 1997 – 22 Februari 2013.
Meski terlambat, akan selalu ingat 

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Catatan Perjalanan FLP Wilayah Jawa Timur Kepenulisan

Berbagi Ilmu & Semangat Menulis FLP Jatim akhir 2012- awal 2013

FLP Jatim & penulis muda perempuan

bersama suami dan anak2 yg selalu mendukung acara-acaraku
bersama suami dan anak2 yg selalu mendukung acara-acaraku
para penulis potensial dari FLP Jatim
para penulis potensial dari FLP Jatim

Acara akhir tahun 2012 yang seru bersama seluruh pengurus cabang se Jawa Timur. Teman-teman muda yang penuh semangat utk meningkatkan kulaitas tulisan dan siap menyerbu media!

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Catatan Perjalanan FLP Wilayah Jawa Timur ~RINAI~ Sinta Yudisia

27-28 Oktober ’12 Workshop Kepenulisan di Jember & BB #RINAI

Kategori
Cinta & Love FLP FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Karyaku Kepenulisan Perjalanan Menulis ROSE

Fall ini love, still in love, desperately seeking love? Kenapa gak baca ROSE aja? Seorang gadis & perempuan memang ibarat Mawar 🙂 Alhamdulillah, sudah bisa didapat di toko buku

Kategori
FLP FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Karyaku Kepenulisan Oase Perjalanan Menulis

Luangkan Beberapa Menit Harimu : Impian, Harapan, Kekecewaan, menuju Langkah Besar(Satu Jam Menulis dalam Milad FLP)

Menulis status facebook?
Mengirim comment?
Klik tanda jempol?
Atau memeloti judul dan kerangka karangan yang tidak kelar-kelar ujungnya?
Bolak balik ke toko buku untuk -katanya- mencari referensi tetapi justru semakin resah : semakin banyak buku aneka ragam mulai penerbit indie hingga reguler, fiksi non fiksi, anak-remaja-dewasa, dalam luar negeri, komik hingga novel, buku biasa –elektronik-digital. Tapi dimana bukuku diletakkan? Berapa lama akan dipajang di toko buku sebelum di sweeping petugas karena 2 minggu hanya bertengger manis di rak, kalah oleh penerbit besar dan buku yang didahului pemutaran filmnya atau sebaliknya- buku itu diklaim akan segera diubah ke layar lebar.
Energi menulis yang meledak itu perlahan memudar.
Berganti kekecewaan, penantian panjang, frustasi –mungkin- atau putus asa.
Jangankan penerbit besar, penerbit indie pun memasang harga tak kira-kira. Majalah, koran bahkan media dunia maya pun menolak. Lalu bagaimana cara eksistensi diri jika bahkan tulisa kita pun dianggap tak cukup ’ada’ di dunia literasi?

Numerical
Dunia seringkali dikacaukan angka. Maaf, bukan bicara uang. Meski fakta angka juga mengacu beberapa hal penting. Demi Lovato, sebelum lolos Camp Rock harus melewati audisi 200an. Super Junior, DBSK, SNSD, Wondergirl, Shinee harus melewati ratusan bahkan ribuan hari dalam training sebelum memulai debut. BoA –salah satu penyanyi OST Inuyasha, dibawah SM Entertaiment juga- meghabiskan sekian jumlah hidupnya sejak kecil dengan bermain musik.
Gerah, melihat kesuksesan orang lain.
Apalagi kultur Indonesia, beranggapan deret angka adalah senilai dengan uang dan berapa banyak relasi. Padahal numerical bisa juga berapa kali sudah berusaha? Berapa kali berdoa? Berapa kali melakukan perubahan?
Jika numerical kita masih dibawah 10, yah…
Jika numerical kita kisaran 100, hm…
Jika numerical usaha, doa, perubahan berkisar ribuan….ingatlah. Equivalent Exchange, apa yang kau upayakan, itu yang kau dapat ( Fullmetal Alchemist- Hiromu Arakawa).

Fulus
Uang adalah hal penting.
Tapi sebagaimana Jessie J dalam Price Tag :

Why is everybody so obsessed?
Money can’t buy us happiness

Ketika keberuntungan berupa sukses ( yang seringkali ditakar dengan numerical pula berupa uang) kita lupa pada hal-hal yang teraih, dan terobsesi pada yang luput. Pengalaman, pertemanan, kebesaran hati, bahkan rasa sakit hati kita yang insyaAllah justru akan melambungkan doa-doa ke ‘ArsyNya adalah harga yang tak setara dengan uang.
Berapa lama JRR Tolkien menuliskan The Lord of The Ring? 25 tahun. (Maka Takudar Muhammad Khan yang baru 10 tahun belum lagi mencapai separuhnya). Rata-rata tulisan kita selesai cepat, yang memang, kita butuhkan untuk memenuhi beberapa keperluan. Itupun tak salah. Bukankah menulis adalah kasab alias pekerjaan yang halal dilakukan? Ketika bekerja maksiat berdosa, maka kasab yang halal pun bernilai pahala, insyaAllah.
Menghargai penuh rasa syukur setiap rupiah yang dihasilkan dari menulis, menyisihkanya untuk sedekah adalah hal-hal kecil yang mungkin akan melambungkan doa. Koran / majalah local yang hanya beroplah kecil dan memberi harga 50 ribu untuk tulisan kita, honor 100-200 ribu untuk cerpen yang mati-matian
diupayakan di depan computer, novel seharga 3-5 juta jika flat putus yang menguras seluruh energi kemampuan. Tetapi yang sedikit, penuh berkah, jika disyukuri.
Maal (tunggal) dalam Quran disebutkan 25x, Amwal (jamak) disebut 61 x.
Harta dalam agama adalah hal penting yang tak boleh diabaikan, sebab Islam adalah agama fitrah. Tetapi perlu disadari bahwa harta tidak melulu berupa uang. Kesehatan, kesempatan, persaudaraan, network dll yang diupayaka optimal, insyaAllah akan membuka peluang-peluang yang melancarkan rizqi – termasuk uang pula.

Another Chance
Kesempatan lain apa yang diperoleh dengan menulis?
Ilmu Pengetahuan.
Tanyakan pada setiap penulis manapun, apakah dengan menulis mereka semakin bodoh, tolol ataukah semakin bijak dan berpengetahuan? Jawaban yang terakhir adalah fakta. Seorang pemulung menulis, seorang remaja miskin menulis, seorang guru menulis, seorang ibu rumah tangga menulis, seorang pedagang kecil menulis. Mereka yang awalnya hanya orang biasa-biasa saja, semakin luarbiasa ketika sedikit demi sedikit wawasan terasah. Rasanya mustahil menulis terus tanpa menambah kapasitas keilmuan.
Secara pribadi, saya akan terus berkomitmen menulis, insyaAllah. Baik fiksi maupun non fiksi. Dunia kepenulisan pula yang kini mengantarkan saya menekuni ilmu psikologi yang semoga bisa tuntas hingga S2 dan S3. Adian Husaini mengatakan, 10-20 tahun ke depan Indonesia butuh santri yang berwibawa; yang akan memajukan Indonesia secara akademik, praktik dan semua aspek yang dibutuhkan umat.
Di ranah psikologi sendiri, terapis dan novelis bukan hal yang aneh.
Jean Piaget yang sangat dikenal dengan teori sensorimotorik, praopersional, operasional kokrit, operasional formal adalah seorang novelis. Frank Thallis, terapis klinis, melahirkan novel-novel macam Death in Vienna & Vienna’s Blood. Jonathan Kellerman , Ph.D melahirkan Dr. Death dan Over the Edge.
Lebih dari sekedar novelis, tentunya saya berharap para psikolog muslim mampu membuat madzhab sendiri seperti madzhab ke 4 Psikologi Transpersonal yang lebih dikaitkan ke dunia Timur.
Menulis membuka banyak kesempatan yang tidak terduga sebelumnya.
Menit demi Menit
Meluangkan menit demi menit setiap hari untuk membaca lalu menulis, tidak susah sebetulnya, jika sudah menjadi habit- kebiasaan & komitmen. Banyak waktu bisa diluangkan untuk membaca & menulis –kembaran yang harus terus dibiasakan bagi warga Indonesia jika ingin maju & bermartabat. Mengantri kamar mandi, menunggu bis, menunggu jaringan internet yang lemot, menunggu masakan matang, menunggu waktu sholat…banyak sekali kesempatan yang dapat dicuri untuk menghasilkan sebuah karya.
Jangan khawatir, dengan sempitnya kesempatan.
Dia Mencitpakan langit & bumi, Yang Menggilirkan malam & siang, Yang Melayarkan kapal di lautan,Yang Menurunkan air….Yang Mengatur pergerakan angin…..( 2 : 164)…mustahil tak mampu memberikan kesempatan berharga bagi hambaNya yang ingin berkomitmen & menegakkan eksistensi.

Bergabunglah bersama salah satu kapal layar yang mengangkut para pejuang pena di dalamnya. Kapal ini kadang terhantam badai, ombang, terkena puting beliung, koyak layarnya. Kapal ini secara regular berganti nahkoda, kapal ini mungkin tidak menyediakan harta karun berharga . Tetapi kapal ini menyediakan teriakan-teriakan semangat para awak kapal yang tiada lelah saling mengingatkan, saling mendorong dalam kebaikan, saling mengukir prestasi ,saling berbagi, saling mengkritik & mengevaluasi.
Bergabunglah bersama Forum Lingkar Pena.
Songsong Indonesia yang Bermartabat.
Sisihkan waktu menit demi menit penuh makna, rasakan hidup yang energik dan penuh vitalitas dengan selalu menulis!
Barakallah fii umriik FLP- Forum Lingkar Pena yang ke 15.
(mohon maaf lebih awal memposting yg seharusnya jam 11-12, sebab ada acara yang tidak bisa ditinggalkan)

Sinta Yudisia
Wakil Ketua FLP Jatim, Mahasiswi Psikologi UNTAG Surabaya

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Bedah Buku Sinta Yudisia Catatan Perjalanan FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Kepenulisan mother's corner My family

Siapakah Agus Sofyan, di balik FLP Jawa Timur?

 

Aneh rasanya, jika saya pada akhirnya tidak memperkenalkan sosok yang satu ini, setelah saya menuliskan tentang Lutfi Hakim alias Adam Muhmmad. Sungguh, bukan kampanye premature atau penggalanganmassa. Saya sering merasa sangat berterima kasih kepada para Maskulin di FLP : ustadz Fathoni, ustadz Syukur Mirhan, Aferu Fajar, Faishal, Syahrizal, Faris Khoirul Anam, Mashdar Zainal, Lukman Hadi, Muhsin, mas Bahtiar, mas Haikal…(mohon maaf jika ada yg lupa). Kalau kaum Feminin di FLP sangat banyak, bahkan FLP sempat dijuluki Forum Lingkar Perempuan. Maka kaum Maskulin di FLP ibarat penguat sendi2 FLP alias masih ada tenaga untuk dimintai angkut-angkut barang atau antar jemput kesana kemari 😀

            Suatu saat, ada acara ke yogya.

            Seorang teman muslimah pernah bertanya bertahun lalu : ”…suami mbak gakpapa mbak pergi jauh tanpa anak-anak sama sekali?” begitulah kira-kira.

            Tanpa diminta, sang muslimah tersebut bercerita bla-bla-bla tentang suaminya.

Enaknyaaaaa….

            “Wah, pak Agus tuh setia banget ya, nganter jemput bu Sinta.”

            “Aku mau juga punya suami kayak gitu!”

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Bedah Buku Sinta Yudisia Catatan Perjalanan FLP Wilayah Jawa Timur Karyaku Kepenulisan TAKHTA AWAN Takudar The Road to the Empire

Suhu Beladiri :Salah Satu Pembicara Bedah Buku Takhta Awan

 

Suhu Beladiri :

Salah Satu Pembicara Bedah Buku Takhta Awan

   
Siapa pembicara dalam acara bedah buku Takhta Awan?

            Mungkin teman-teman penulis, pembaca dan rekan-rekan FLP belum mengenal Mas Mochamad Amien, atau lebih sering dipanggil mas Amien. Mungkin juga bertanya, mengapa pembicara kali ini jauh dari dunia literasi?

            Mas Amien salah satu guru (atau biasa dunia kang-ouw memanggil ‘suhu’) dalam beladiri asliIndonesia, silat. Keahlian beladirinya menyebabkan beliau melanglang mancanegara dan kelilingIndonesia.China,Tajikistan,Uzbekistan, benua Eropa. Selain kelilingIndonesiatentunya. Mas Amien pernah cukup lama berkecimpung sebagai wartawan, bergabung bersama salah satu televisi swasta terkenal. Ia pengamat sejarah, terutama yang berkaitan dengan sejarah beladiri, terutama beladiri yang diusung para pendekar muslim.

 Return of The Condor Heroes & Kitab Zodam

Kategori
FLP FLP Wilayah Jawa Timur

SEKOLAH PENA II

Ssssst…… Apakah mencuri itu selalu dosa? Apakah merampas itu jahat? Apakah memanipulasi itu buruk?

Coba deh lakukan ini. Curilah waktu. Rampaslah kesempatan. Manipulasi otak dan katakan : aku bisa! Aku punya waktu! Aku punya kesempatan. Aku mau menjadi apa yang aku inginkan!

Kalau teman-teman ingin mengintip seperti apa dapur, kamar, carut marut, jatuh bangun, pelita harapan dan impian seorang penulis….kenapa tidak bergabung bersama SEKOLAH PENA II?

Yang akan didapat :

1. Materi, baik hand out maupun pengalaman seru menjadi penulis, mulai pengalaman spiritual hingga intelektual.

2. Tempat yang nyaman (ruang ber AC, LCD)

3. Instruktur handal (editor, motivator, penulis)

4. Latihan Menulis Langsung

5. Konsultasi Kepenulisan

6. Doorprize

7. Snack

8. Sertifikat

9. Mug dan pin cantik!

Syarat – syarat :

1. Usia 18-45 tahun

2. Menyerahkan tulisan minimal 2 halaman A4 ” Aku Ingin Menulis”

3. Pas foto 3 x 4 (2 lembar)

4. Investasi Pelatihan : Rp. 500.000,-

Tempat Pelatihan : Gedung SPEKTRA jalan Kutisari IV/ 36 Surabaya

Waktu : Tiap Sabtu – Minggu Mulai 23 Oktober – 7 November 2010

Pendaftaran : Penerbit KALAMEDINA jalan Jemur Andayani 50 Kav A1-2, telpon 8416967

Contact Person : Vidi ( 0878 51532589), Fajar (0813 57134046), Amin (0856 45762278) SALAM PENA!

Kategori
Catatan Perjalanan FLP FLP Wilayah Jawa Timur Kepenulisan

Kata yang Membuatmu sakti!

 

            Ow, ternyata aku yang harusnya sekolah di SEKOLAH PENA FLP Jatim. Hari I : motivasi menulis disampaikan oleh mas Haikal Hira Habibillah . Kata mas Amin, Kalamedina, mas Haikal lah yang membuatnya dulu terpompa untuk semangat menulis. Masa sih? Ingin kubuktikan sendiri.

            Aku mengenal mas Haikal sejak beliau menjabat ketua FLP Jatim periode II, menggantikan mas Bahtiar. Dan sama seperti rata2 umumnya ikhwan/lelaki FLP kita : low profile (sudah kutulis kan tentang Jaka FLP Sumsel dan Ady Azzumar?)

            Apa yang disampaikan mas Haikal kucatat kembali, membuatku kembali bangkit untuk terus membaktikan diri dengan menulis. Ini mungkin yang perlu disimak teman-teman sebagai bahan oleh-oleh bagi yang belum sempat mencicipi sepotong kue Sekolah Pena 🙂

 Semoga yang kurekam tentang apa yang disampaikan mas Haikal bermanfaat untuk banyak orang yang membaca.

 

Kategori
FLP FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Kepenulisan Perjalanan Menulis

Up Close n Personal dengan Pemateri Sekolah Pena FLP Jawa Timur

UP CLOSE n PERSONAL dengan PEMATERI SEKOLAH PENA FLP JAWA TIMUR

Bagi rekan-rekan yang masih belum mengenal siapa saja calon pemateri dari Sekolah Pena FLP Jatim :

 1. Bahtiar HS Bahtiar Hayat Suhesta nama lengkapnya, keahliannya membuat tulisan-tulisan non fiksi sekalipun cerpennya pun beragam. Jejak Surga Sang Nabi (LPPH) adalah karyanya yang membuat pembaca serasa melintasi jejak-jejak perjuangan di atas padang pasir. Cahaya di Lorong Purnama, duetnya bersama Sakti Wibowo, dan masih banyak lagi karya-karya beliau yang lain! Bahtiar HS saat ini menjabat sebagai GM PT.Infoglobal Teknologi Semesta, IT decision technology provider. Sedang menempuh program CIFP INCEIF di Dpet. Ekonomi Syariah UNAIR. Tulisan-tulisannya sering muncul di media massa, terakhir terbit di Republika, terkait dengan perbankan syariah. Tulisan-tulisannya meraih penghargaan tingkat nasional. Silakan berkunjung ke bahtiarhs.net jika ingin berkenalan lebih jauh.

2. Andri Utomo Sang motivator penulis, begitulah penulis yang nama penanya akrab dikenal sebagai Haikal Hira Habibillah. Mengawal FLP Jawa Timur sebelum Sinta Yudisia, Haikal Hira saat ini bekerja di Export Import PT. NYK Line- Indonesia. Jauh sekali dari dunia kepenulisan ya? Karya-karyanya antara lain : Sebab Mekarmu Hanya Sekali, Biar Penaku Bicara

3. Aminuddin Debutnya “Tembang Ilalang” langsung mendapatkan penghargaan sebagai Novel Fiksi Terbaik IBF Award Yogyakarta 2009! Bahkan mb Izzatul Jannah, ketua FLP Pusat mengatakan, Aminuddin punya potensi luarbiasa dalam karya-karyanya. Pernah mengelola FLP Kediri sebelum akhirnya move ke Surabaya, bergabung dengan penerbit KALAMEDINA sebagai editor. Saat ini telah menikah dengan Ekasanda Avianty, seorang penulis pula, masih berstatus sebagai pengantin baru. Sebagai Editor, selain menyelesaikan karya-karyanya sendiri, Aminuddin ‘memburu’ naskah-naskah spektakuler dan fenomenal yang akan diterbitkan oleh KALAMEDINA. Sikapnya low profile, tapi ia mahir membuat diksi-diksi yang mengejutkan! Karena keahliannya mengolah diksi, di Sekolah Pena ini Aminuddin ingin berbagi bagaimana cara menemukan diksi yang indah, sebab menurut para penulis fiksi : diksi adalah pekerjaan terberat !

4. Asril Novian Alifi Mengajar teater di SDIT Al Uswah, berprofesi sebagai Guru Bahasa Indonesia, Asril Novian Alifi adalah sosok humoris yang mampu menghidupkan suasana! Mengawal FLP ranting UNAIR yang fokus ke masalah sastra, kritik-kritik tajam Asril menyangkut karya FLP atau karya sastra yang lain terasa tajam, detil, dan tentu saja…memberi kritik membangun. Bagaimanapun, sebuah karya fiksi yang dibangun di atas landasan imajinasi, tetap harus memiliki pilar-pilar keilmuan agar karya tersebut menjadi monument tulisan yang bersinar!

5. Aferu Fajar Ketua FLP Cabang Surabaya yang tengah aktif membina FLP Kids ini sehari-hari bekerja di YDSF- lembaza zakat yang disegani. Perjalanannnya merambah daerah-daerah sulit untuk bertemu para mustahik dan para pejuang da’wah memberikan banyak ide-ide luarbiasa. Lulusan sastra UNAIR ini pun kental dengan kritik sastranya yang tajam, memahami perbandingan sastra klasik dan kontemporer, membimbing rekan-rekan FLPnya yang berasal dari latar belakang ilmu berbeda untuk lebih memahami dan mampu menuliskan karya sebagaimana yang seharusnya.

6. Sinta Yudisia Profesi utamanya Ibu Rumah Tangga. Saat ini menempuh kuliah Psikologi di Universitas 17 Agustus –Surabaya (Untag). Menjabat sebagai ketua FLP wilayah Jawa Timur, kadiv kaderisasi FLP Pusat dan guru Kelas Menulis SDIT Al Uswah. Beberapa kali meraih penghargaan tingkat nasional untuk karya-karyanya, telah diterbitkan puluhan buku. Novelnya yang terakhir adalah Existere (LPPH). Silakan berkunjung ke sintayudisia.multiply.com atau sintayudisia.wordpress.com.

Kategori
FLP FLP Wilayah Jawa Timur Kepenulisan Perjalanan Menulis

KURIKULUM SEKOLAH PENA FLP JAWA TIMUR

 

  1. Sabtu, 5 Juni 2010   (08.00- 10.00) . Pemateri : Haikal Hira Habibillah (Penulis, ex Ketua FLP Jatim, bekerja di Export Import PT. NYK Line-Indonesia)

Kuliah Perdana :

  • motivasi menulis
  • keuntungan menulis
  • kampanye membaca

 

  1. Sabtu, 12 Juni 2010.  Pemateri : Sinta Yudisia ( Penulis, Ketua FLP Jatim, Kadiv Kaderisasi FLP Pusat, kuliah di fak. Psikologi-Untag- Surabaya)

08.00 – 10.00        : Fiksi (Ide, setting, alur)

10.00- 12.00          : Workshop

 

  1. Sabtu, 19 Juni 2010. Pemateri : Asril Novian ( Alumni Sastra UNAIR, ketua FLP ranting UNAIR, Guru)

08.00 – 10.00        : Fiksi (Tokoh & Dialog)

10.00 – 12.00        : Workshop

 

  1. Sabtu, 26 Juni 2010. Pemateri : Aferu Fajar (Alumni Sastra UNAIR, ketua FLP Surabaya, bekerja di YDSF)

08.00 – 10.00        : Fiksi (NArasi, Deskripsi, Tatabahasa)

10.00 – 12.00        : Workshop

 

  1. Sabtu,  3 Juli 2010. Pemateri : Aminuddin (ex. ketua FLP Kediri, Editor, Penulis)

08.00 – 10.00        : Fiksi (Diksi)

10.00 – 12.00        : Workshop

  1. Sabtu, 10 Juli 2010. Pemateri : Tim FLP Jatim

08.00 – 10.00        :  Nonfiksi (Feature)

10.00 – 12.00        : Workshop

  1. Sabtu, 17 Juli 2010. Pemateri : Tim FLP Jatim

08.00 – 10.00        :  Nonfiksi (Artikel, Opini, Meramu buku nonfiksi)

10.00 – 12.00        : Workshop

 

  1. Sabtu , 24 Juli 2010. Pemateri:  Bahtiar HS ( Penulis, ex Ketua FLP Jatim, redaktur majalah Al Mu’tashim)

08.00 – 11.00        :

  • Self Promotion
  • Menembus penerbit
  • Motivasi menulis

 

Kategori
Catatan Perjalanan FLP FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Kepenulisan Oase

SEKOLAH PENA FLP(Forum Lingkar Pena) Wilayah Jawa Timur

 

 

Forum Lingkar Pena Wilayah Jawa Timur mempersembahkan

 

SEKOLAH  PENA

 

 

bertujuan memberikan pengetahuan (cognition) dan ketrampilan (skill) tentang kepenulisan.

 

Tulisan adalah monumen peradaban.

 

JRR Tolkien dan CS Lewis mengabadikan pedihnya peperangan dalam The Lord of The Ring dan Narnia. Alexander Duma Jr melukiskan indahnya cinta dalam Gadis Berbunga Kamelia. Leo Tolstoi, Amin Malouf, John Shors mematrikan fiksi sejarah dalam Haji Murat, Samarkand dan Taj Mahal.

 

Jika tak ingin menuliskan fiksi, catatan perjalanan Greg Mortenson dalam Three Cups of Tea adalah dokumentasi yang demikian menyentuh, memberikan cermin penuh makna. Begitupun Jilbab Traveller Asma Nadia, memberi pemahaman pernak pernik perjalanan ke luar negeri.

 

Anda, ingin mengabadikan kisah-kisah perjalanan, memori ataupun kisah rekaan menjadi sebuah catatan berharga. Bagaimana memulainya?

 

 

Writing Skill adalah keahlian yang dapat dipelajari oleh siapa saja.

Sekolah Pena mengundang anda untuk bergabung mulai Juni 2010, mengikuti materi dan workshop yang akan dipandu oleh orang-orang yang memiliki keahlian di bidangnnya.

 

Forum Lingkar Pena Wilayah Jawa Timur bekerja sama dengan Penerbit KALAMEDINA menyelenggarakan Sekolah Pena yang bertujuan memberikan pelatihan singkat bagi siapa saja yang memiliki minat dan bakat menulis untuk mengasah ketrampilan.

 

Waktu              : Setiap Sabtu Mulai 5 Juni 2010 – 24 Juli 2010

Tempat             : Penerbit KALAMEDINA, jalan Jemur Andayani 50 kav A1-2, Surabaya

 

Syarat :

  1. Usia 18-55 tahun
  2. Menyerahkan foto 3 x 4
  3. Mengisi formulir pendaftaran
  4. Menyerahkan tulisan minimal 2 halaman pada kertas A4 font Times New Roman 1,5 spasi dengan tema “Aku Ingin Menjadi Penulis”
  5. Membayar biaya Sekolah Pena sebesar Rp.500.000 (8 x pertemuan)

 

Fasilitas :

  1. Modul Kepenulisan
  2. Ruang ber AC, LCD
  3. Novel “Tembang Ilalang “ peraih IBF Award Yogyakarta 2009
  4. Trainer-trainer yang berpengalaman di bidangnya (Penulis, Editor, Akademisi)
  5. Konsultasi gratis selama masa pelatihan
  6. Sertifikat

 

Contact Person :

 

      Amin    : 085645762278

      Vidi      : 087851532589

 

 

 

 

 

 

Kategori
Catatan Perjalanan da'wahku FLP FLP Wilayah Jawa Timur Jurnal Harian Kepenulisan Perjalanan Menulis

Penulis Peringkat 1000,100,10 atau 1?

Adik-adikku, rekan-rekan FLP tercinta…

            betapa terharunya hatiku menjadi tempat curhat bagi kalian tentang kepenulisan. Semoga aku bisa menjadi kakak, teman, bunda yang baik untuk memberi masukan. Apa yang membuat kalian sedih, membuatku sedih pula. Ucapan-ucapan semacam ini,

”Mbak, naskah saya akhirnya ada kejelasan. Ditolak.”

”Mbak, saya sudah teken kontrak, tapi dibatalkan.”

”Mbak, bagaimana bisa seperti Mbak, mudah menerbitkan karya?”

”Mbak, kenapa nggak bikin penerbitan sendiri lalu menerbitkan karya saya?”

Lalu, apa yang membuat satu tulisan bisa diterbitkan sementara yang lain ditolak berkali-kali? Semoga saja tulisanku ini bisa memberikan kalian motivasi kembali untuk bangkit dan tak lelah berkarya.

Antara Jakarta-Surabaya

Perjalanan kita mencapai cita-cita, bukan nguplek di Jakarta saja atau Surabaya saja. Ibaratnya, kalau sekarang Mbak di Surabaya, nguplek antara Wonokromo, Keputih, Kertajaya. Bukan! Cita-cita itu panjang jaraknya, ibaratkan jalan antara Jakarta –Surabaya. Melewati kota-kota besar, melewati perhentian dan halte, singgah di kota kecil (kalau kita naik bis atau kereta). Perjalanan mbak Sinta menulis entah sudah melintasi berapa kota : Medan, Jakarta, Tegal, Yogya, Surabaya. Sekarang masih terus berjalan dan masih harus banyak belajar.

Kalau adik baru berangkat dari terminal Pulogadung dan keluar tol (benarkah? he..he..) atau baru naik bis di Bungurasih, terguncang, baru keluar dari tol  dan sudah bertanya…kok nggak sampai-sampai Malang sih? Panas banget, haus, teguncang, macet di Porong…duh, bisa kita bayangkan betapa berat perjalanan itu.

Antara TK-Universitas

Tidak ada satupun cita-cita yang miskin kendala. Sekolah TK-SD-SMP-SMA ingá S1,S2, S3 pun melewati sekian banyak waktu dan pengorbanan. Mungkinkah gelar psikolog atau dokter bisa diraih sementara kita hanya mau sekolah 1-2 tahun di playgroup?

Banyak berdiri sekolah menulis, FLP pun bunya beragam aktivitas.

Namun kita mulai belajar menulis, entah dari tingkatan berapa. Baru belajar diksi, menggabungkan kalimat. Orang lain mungkin sudah mengeksploarsi ide dan setting. Eh, yang lain bingung cari penerbit.

Kalau mbak sekarang kuliah Psikologi, apa bisa iri dengan Tika Bisono dan Bu Nalini (yg ini tenar di Surabaya…) yang diundang kemana-mana, menulis di banyak media massa? Tentu tidak. Karena mbak baru belajar Psikodiagnostik I, sementara untuk selesai S1 harus belajar PD I, II, III, dst. Baru belajar 3 paradigma psikologi : psikoanalisa, behaviouristik, humanistik. Masih baru teori, belum aplikasi. Baru tadi pagi dapat kuliah Psikologi Forensik. Bagaimana menyatakan orang sbg penjahat? Bagaimana menjadi saksi ahli, dst-dst?

Capek? Tentu. Sesekali bolos untuk memilih aktivitas lain.

Tapi kita harus sadar, cita-cita kita masih jauuuuuuuuh berada di ujung kaki langit sana.

Dalam dunia menulis, ibaratnya, mbak sudah lebih dulu dari adik-adik. Kalau adik-adik masih TK, mbak sudah kelas 3 SD. Sedikit lebih baik karena pengalaman J

Antara murid dan guru

Adik-adikku…carilah guru sebanyak-banyaknya.

Tiap kali ada hal-hal yang meningkatkan kapasitas menulis, ayo belajar. Tidak hanya sekolah menulis, pelatihan, buku-buku, apa saja! Baru2 ini mbak Sinta mendapat modul untuk FLP Kids. Itu modul untuk anak-anak, tapi dari situ saya kembali belajar. Oh, ternyata begini cara bikin awalan, tengah dan akhiran?

Untuk di facebook atau blog, mbak banyak melihat tag atau tulisan orang lain terkait resensi buku. Buku ini lebih di sana sini, kurang disana sini. Buku ini kuat penokohannya, lemah settingnya. Buku ini lemah logika cerita, dst.

Tanya, tanya, tanya.

Baca, baca, baca.

Belajar, belajar, belajar.

Dan….

jangan dipikir belajar hanya dari yang pintar saja.

Belajar dari sesama penulis awalan, dari sesama rekan FLP, dari adik-adik kecil kita, itu akan memberikan nuansa baru dan kecerdasan yang lain.

Antara bumi dan langit

Adik-adikku, rekan-rekan FLP…sebetulnya malu mau menuliskan ini. Takut riya dan sombong. Tetapi kadang….ah, bagi mbak Sinta, justru ini ruhnya menulis. Justru ini sumber inspirasi, kekuatan, samudra tiada tara dalam kita mengarungi kesulitan hidup.

Menulis, membutuhkan energi yang luarbiasa dahsyat. Bukan hanya disiplin, ulet, kecerdasan, keahlian, kesabaran…sederet kamus kemuliaan sebagai manusia harus kita miliki. Tapi juga, menulis membutuhkan kedekatan kepada sumber energi.

Suatu saat, saat mbak sedang asyik menulis di tengah malam, sebuah sms masuk. Intinya begini.

”Sinta,

kamu lagi nulis? Jangan hanya mencari ketenaran di anatar penduduk bumi. Carilah nama baik dan ketenaran di antara penduduk langit.”

Sms ini membuat hati mbak basah.

Ya.

Kadang kita lebih mementingkan nama kita disebut sekian ratus, sekian ribu manusia. Padahal, alangkah mulia dan tinggi derajatnya jika kita ternyata tenar dan disebut-sebut di kalangan penduduk langit : para malaikatNya.

Adik-adikku…

      jika orang lain cukup dengan sholat qiyamul lain 2 rakaat atau 5 rakaat (plus witir) kita harus bisa 11 rakaat, meski tidak bisa tiap hari

      jika orang lain sholat Dhuha 2 rakaat, kita coba lebihkan menjadi 4 rakaat, meski tidak tiap hari

      jika orang lain hanya membaca Ma’tsurot; kita coba hafalkan surat-surat lain seperti al Mulk, al Waqiah, Yassiin, dsb. yang punya keistimewaan luarbiasa

      jika orang lain hafal juz 30, kita coba hafalkan juz 29,28

      jika orang lain infaq seribu, kita coba seribu limaratus atau lebih

      jika orang lain menolak mengisi pengajian di tempat-tempat kumuh, kita coba menerimanya

      jika orang malas menjadi pengurus FLP, malas capek, males susah-sudah memikirkan segala pernak pernik da’wah; kita coba untuk menjadi salahs atu prajuritNya yang menolong agamaNya

      jika orang lain putus asa 1,2,3, 10 kali ditolak naskahnya. Kita yakin, menangis di sajadah, tersungkur di hadapan Allah SWT : semoga ujian ini akan dibalas dengan kebaikan yang jauh lebih dahsyat

      jika orang lain tenar dari dunia menulis, kita doakan dalam sujud malam kita : ya Allah, barakahi, rahmati, lindungi saudara2ku yang terlibat dalam parlemen, dalam kepenulisan, di Palestina, siapapun mereka yang berjuang di jalanMu- termasuk berjuang di da’wah kepenulisan.

      jangan abaikan beramal meski amat sangat kecil. Tersenyum pada tukang rujak, membalas sms, membantu tanpa diminta, dst.

Antara 1000,100,10, dan 1

            Sejak pertama kali menulis, mbak sudah camkan pada diri sendiri.

            Untuk mencapai angka 1000, saya harus mulai dari 1, 2, 3 dst. Untuk mencapai derajat demi derajat yang lebih tinggi, kita harus melalui serangkaian proses. 1 buku, butuh perjuangan tersendiri. 2 buku pun demikian. Terus dan terus berkarya tanpa kenal lelah; tanpa kenal menyerah meski dikritik sana sini (tentu , kritik ini sarana untuk memperbaiki tapi jangan sarana untuk menghentikan)

            Adikku…

            mbak prihatin kalau ada yang bilang : aku pingin jadi penulis seperti mbak Sinta.

            Duh, dek, jangan sekecil itu cita-citamu!

            Yang harus ada dalam cita-cita kita adalah : jadilah penulis seperti Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, Said Hawa, Ibnu Sina, Al Khwarizmi, Ibnu Rusyd, Ibnu Batutah dst! Itulah cita-cita kalian dan cita-cita kita semua! Tulisan mereka menjadi cahaya, amal jariyah, pemberat timbangan.

            Dalam diri mbak pribadi, selalu terpatri hal seperti ini :

            suatu saat, meski aku mati, orang-orang tetap mengenang siapa Takudar Muhammad Khan. Namanya sedikit tercatat dalam sejarah, ia bahkan tak boleh menyandang gelar Khan, hanya mendapatkan sedikit kekayaan, bahkan terbunuh di akhir hidupnya. Tapi orang harus mengenangnya, bahwa ia, sangat berbeda dengan pendahulunya Jenghiz Khan. Karena itu hingga sekarang, saat mbak menyusun Takudar yang berikut; mbak bekerja keras mencari referensi Mongolia, Bukhara, Samarkand, Jalur Sutra, Persia, China dan seterusnya.

            Itulah sumbangsih kita bagi ummat ini : memberikan tulisan terbaik yang mencerahkan.

            Meski , dek, nama kita dalam jajaran penerbit berada dalam urutan ke 1000; di mata Allah SWT dan para malaikatNya, kita berada di urutan pertama.

Antara doa, harapan, kenyataan

            Dek, berdoalah.

            Berdoalah di waktu istijabah : saat hujan turun, puasa, sholat malam, seusai sholat, atau minta doa dari siapa saja.

            Itupun yang mbak lakukan pada karya-karya mbak :

            ya Allah..barakahi, rahmati, lindungi karya2 saya Lafaz Cinta, the Road to The Empire, Reinkarnasi, dan yang lainnya. Bantu saya untuk dapat terlus menulis, menemukan ide, bantu agar tulisan hamba cemerlang dan dapat mencerahkan pembaca. Bantu agar Existere (naskah mbak yang insyaAllah mau terbit) terbit dengan bentuk sesempurna mungkin; dengan cover dan back cover yang indah, dengan endorsment yang baik.

            Atau ketika bertemu seseorang saat sedekah :

            ”dongake nggih Bu, rejekinipun lancar…”

            (doakan biar rezekinya lancar ya Bu)

            Adik-adikku, rekan-rekan FLP…

            sebuah buku dan tulisan ketika terbitnya, ia mungkin telah melalui ratusan doa-doa kita. Jadi, tak ada kata untuk menyerah, bukan?

            Ayo, kalian semua adalah penulis nomer satu!