Kategori
Covid-19 Hikmah Oase Parenting PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian Survivor Covid-19 Topik Penting

Mendampingi Anak-anak yang Kehilangan Orangtua karena Covid-19

“Apa yang harus saya lakukan? Teman saya kehilangan orangtuanya yang wafat karena Covid. Kalau ortu sakit lama, tentu bisa menyiapkan diri. Tapi meninggal karena Covid, begitu cepat mendadak. Saya sendiri sering dilanda kecemasan, takut kehilangan orangtua saya.”

23 Juli 2021 mengisi acara kemuslimahan yang diselenggarakan PWK ITS. Mahasiswi penanya tsb, menangis. Ia yang sudah memasuki usia remaja akhir dan masuk ke dewasa awal saja merasa dag dig dug. Takut kehilangan orangtua. Takut kehilangan orang yang dicintainya.

Apalagi anak yang masih SMA. SMP. SD, bahkan TK.

Tak terbayangkan rasanya.

Di hari-hari biasa, kehilangan orangtua akan menghadirkan simpati. Orang-orang mengulurkan tangan, membantu materi, menawarkan menjadi orangtua asuh. Bantuan finansial mengalir, dukungan dari banyak pihak didapatkan : guru-guru, pihak sekolah/kampus, saudara besar, tetangga, handai tolan.

Wafat karena covid?

Bahkan kematian demikian senyap. Pemakaman terasa asing. Anak yang kehilangan orangtua tak melihat orang-orang merawat jenazah orangtua mereka, memandikan, menyolatkan. Tak ada kerabat datang menghibur.

“Duh, ortunya wafat karena covid. Jangan-jangan anaknya juga positif. Gimana mau merangkul mereka? Mau memeluk?”

Bantuan finansial, tentu tak sama seperti hari-hari biasa. Masing-masing orang sedang kepayahan mengurus diri sendiri dan keluarganya. Apalagi jika ada yang sakit, mencari tabung oksigen sudah merupakan perjuangan spektakuler bagi sebuah keluarga.

Kehilangan orangtua karena covid sudah sangat memukul. Sejak divonis sakit, serangkaian protocol kesehatan memang harus diterapkan. Diisolasi, diasingkan, dipisahkan dari orang lain untuk menghindari penularan. Kontak fisik ditiadakan, bahkan kadang komunikasi terputus 100%. Apalagi bisa si pasien harus masuk kamar ICU, tanpa ada kerabat yang menemani. Karena kerabat yang lain juga tengah diisolasi. Ya Allah. Terbayang betapa bingungnya seorang anak yang tetiba menghadapi kenyataan ini.

Dua pekan lalu ia masih memiliki orangtua, lalu tetiba orangtuanya lenyap dibawa ke RS. Tak ada kabar berita, lalu pemberitahuan terakhir orangtua telah tiada. Hanya tersisa makam dengan nisan bertuliskan nama yang tak ingin dipercaya.

Vino bukan satu-satunya.

Saya sendiri mendampingi beberapa anak yang orangtua mereka wafat karena covid. Pikiran saya sebagai psikolog dan konselor terbelah-belah, tenaga pun terbagi-bagi. Namun, segala kendala tak boleh menjadikan kita lalai dari merumuskan langkah-langkah penting. Keputusan besar.

Anak-anak ini adalah asset bangsa. Orangtua mereka syahid dalam wabah (tha’un) dan jelas mereka anak-anak istimewa. Sebagai orangtua, psikolog, penulis dan bagian dari anggota masyarakat, saya terpikir beberapa hal.

  1. Layanan konseling psikologi online untuk anak-anak.

Anak-anak ini pasti kebingungan. Walau orangtua mewariskan harta besar, mereka tetap akan merasa sangat kehilangan. Layanan konseling psikologi yang khusus menangani anak-anak ini perlu segera diluncurkan. Para psikolog dan relawan yang memiliki kepekaan terhadap anak-anak, bisa terlihat di sini.

Hotline , call center, layanan oleh lembaga zakat, layanan komunitas dll dapat menjadi bagian dari solusi ini.

2. Shelter psikologis.

Di barat dikenal foster family dan orphanage; bila tidak ada keluarga besar yang menampung.

Bila kita ingin mengadopsi konsep tersebut, memang perlu menimbang beberapa norma. Dalam Islam misalnya, dikenal konsep aurat sehingga tak bisa menitipkan anak pada foster family jika anak-anak mulai aqil baligh. Namun jika anak-anak belum aqil baligh, masih bisa dititipkan di foster family. Lalu, bagaimana jika kakak adik beda tahapan usia? Tentu ini perlu menjadi pertimbangan. Jangan sampai kakak dan adik dipisahkan, karena mereka telah kehilangan orangtua.

Shelter psikologis bisa berupa Yayasan anak yatim, Yayasan dhuafa atau sejenisnya. Bukan hanya memperhatikan pasokan fisik tetapi juga sangat memperhatikan kebutuhan psikis anak-anak.

Bagi yang ingin tahu seperti apa foster family, saya sarankan menonton film Shazam. Film superhero yang berbeda, karena salah penekanan film ini adalah bagaimana hubungan anak dan orangtua dalam foster family.

3. Dukungan materi

Ada banyak kehilangan dari seorang anak yatim/ piatu. Kebutuhan gizinya, kebutuhan akademiknya bisa terbengkalai. Belum lagi bila si anak ingin sesuatu seperti ingin beli mainan, ingin beli jajan dan kebutuhan sekunder/tersier yang seolah tak penting namun dibutuhkan.

Kebutuhan materi ini juga perlu diperhatikan kita bersama agar anak yatim/piatu tidak kehilangan hak-haknya. Tentu, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara donator dengan kondisi riil di lapangan.

4. Dukungan immateri

Dukungan ini sangat penting dan sering kali melelahkan.

Anak yang menangis dan meratapi orangtuanya terus menerus, bahkan yang histeria dant trauma, tentu membutuhkan pendampingan khusus yang menyita waktu dan energi. Bagi berbagai institusi (Yayasan, lembaga zakat, komunitas) perlu membuat SOP agar dapat mendampingi anak-anak ini secara berkesinambungan. Seringkali, perhatian tertumpah di awal-awal waktu saja karena rasa simpati yang begitu besar. Rasa iba akan kehilangan orangtua dan melihat anak-anak ini seperti anak ayam kehilangan induk.

Seiring berjalannya waktu, perhatian kita pupus oleh agenda lain padahal kebutuhan anak-anak ini terhadap pendampingan justru semakin besar. Apalagi jika anak-anak memasuki masa remaja, atau masuk usia sekolah; masa-masa krisis kepribadian yang dihadapkan pada berbagai pilihan sulit.

5. Pembentukan relawan

Kondisi saat ini tak mungkin hanya ditangai satu pihak. Pemerintah akan kewalahan menghadapi berbagai macam dampak pandemic. Ekonomi dan kesehatan yang membutuhkan fokus utama, sudah pasti harus ditangani pemerintah. Anak-anak terlantar seharusnya ditangani negara. Tapi bagaimana bila pemerintah tak cukup punya akses sampai warga paling pelosok, atau warga yang tidak terdata? Psikiater, psikolog, kementrian sosial boleh jadi kewalahan oleh gelombang kasus dan juga burn out.

Relawan-relawan yang merupakan “darah segar” dapat diberdayakan. Mereka bisa jadi pelajar, mahasiswa, fresh graduate, lansia yang masih sehat dan produktif. Orang-orang difabel yang fisiknya terbatas namun memiliki kemampuan untuk mendampingi dengan kesabaran, atau bahkan para veteran covid 19 yang pernah mengalami trauma parah lalu bangkit dan sekarang ingin berbagi kekuatan.

Saya membentuk komunitas Ruang Pelita sejak tahun 2011.

  Akronim dari Ruang Pendampingan Psikologi & Literasi. Selama ini fokus di berbagai acara untuk anak muda yang bertema kekoreaan dan jejepangan. Selama pandemic, Ruang Pelita turut membantu menggalang dana untuk masker, APD, mengumpulkan ponsel bekas. Kali ini menggalang dana untuk #bantuoksigen

Mungkin, tidak banyak yang bisa kami berikan.

Tapi komunitas-komunitas kecil seperti kami yang banyak tersebar di berbagi penjuru Indonesia insyaallah bisa membantu pemerintah untuk mengatasi gelombang pandemic dengan segala dampaknya. RuangPelita ke depannya juga ingin mendirikan shelter psikologis yang dapat mendampingi anak-anak yang trauma karena covid.

Pandemic covid 19 tidak hanya menyisakan tantangan besar di dunia kesehatan dan ekonomi secara global. Permasalahan psikologis merebak di mana-mana. Banyak sekali tenaga kesehatan yang depresi bahkan trauma menghadapi pasien seiring tingginya angka kematian.

Bagaimana dengan anak-anak?

Mereka kerap diabaikan, namun kelompok paling rentan ini sesungguhnya kelompok yang sangat membutuhkan uluran tangan. Dengan tulisan ini saya berharap banyak pihak akan saling bersinergi untuk membantu anak-anak yatim/piatu Covid 19 agar sembuh dari trauma dan bangkit menyongsong masa depan.

#covid19 #coronavirus #survivorcovid19 #penyintascovid19 #helpchildrenofcovid19 #helpchildren

Kategori
My family Parenting PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY

Rusyda (kematangan) yang Tertunda

Lama saya bertanya-tanya kepada diri sendiri : kenapa banyak ortu sekarang yang mengeluhkan anaknya nggak mandiri? Nggak dewasa? Padahal sudah umurnya. Sampai kemudian saya menemukan buku karya Dr. Khalil Ahmad Asyantut ini, Rumahku Sekolahku.

Bukunya tipis, tapi masyaallah.

Menjawab sebagian besar perang di benak saya yang mempertanyakan psikologi VS parenting Islami.

Makna rusyda

Rusyda berarti kematangan. Dr. Khalid menekankan bahwa orangtua harus membantu anaknya dalam segala aspek , hingga mencapai usia rusyda. Usia rusyda ini bisa jadi saat dia sekolah, dia bekerja, bahkan menikah. Setelah menikah, jangan pula dilepaskan sebab ada anak-anak yang belum rusyda setelah menikah!

Pernah dengan suami istri bertengkar gegara yang suami suka jejepangan dan istrinya penggemar berat KPop? Yah, begitulah anak muda zaman sekarang. Di masa saya dulu, hal-hal semacam itu nggak ada. Suami saya penggemar film action ala Rambo, saya suka film drama macam Ghost atau Dying Young (haha…ketahuan banget umur berapa!). Suami suka sepak bola, saya suka baca buku. Tapi ya udahlah, hepi-hepi sendiri aja dan gak usah berantem. Berantem sesekali, tapi gak jadi konflik tajam. Padahal saya nikah sama suami di kisaran usia 20-21.

Kenapa rusyda tertunda?

“Rusyda” berarti kematangan

Banyak aspeknya

Pertama, jauhnya anak dari pengalaman real. Kondisi lingkungan, tantangan zaman, pekerjaan ortu, dll menyebabkan pengaruh dalam kehidupan anak. Zaman saya dulu, namanya bepergian jauh ke rumah nenek , sendirian, udah biasa. Naik bis, naik kereta api. Ortu saya kerja di Denpasar Bali, nenek saya tinggal di Lempuyangan Yogya. Sejak SMP udah biasa tuh PP Bali- Yogya sendiri. Naik travel pernah, dst. Bgm sejak SMP udah tahu berinteraksi dengan supir yang galak, teman sebangku di bis yang penipu dan nyolong uang, tetiba bis diganti karena rusak; itu sudah biasa. Menderita dan berjuang secara real, sudah biasa.

Anak sekarang? Termasuk anak saya.

Takut diculik, takut digendam, takut dianiaya. Ke sekolah aja diantar. Betapa banyak teman anak saya yang bawa sepeda ke sekolah, digendam. Yah, akhirnya ortu trauma dan memutuskan antar jemput anaknya.

Bersosialisasi?

Well, anak sekarang (termasuk anak saya) banyak menghubungi temannya via gadget. Untung rumah saya depannya masjid, jadi anak-anak masih sering ketemu orang.

Kita dulu?

Mau main ke rumah teman untuk belajar bersama perlu berinteraksi dengan banyak orang : izin nenek, izin om tante , izin ortu. Belum lagi izin sama ortunya teman. Saya kenal lho sama ortu teman-teman SMA saya gegara sering main ke rumah teman.

Menyangkut point pertama, gak bisa disalahkan kalau sikap ortu protektif banget di zaman sekarang. Temannya siapa, main ke mana, gadgetnya isinya apa. Semua seperti bom waktu. Wajar ortu takut. Kadang, teman anak di dumay tidak sesuai foto profilnya. PPnya cowok ternyata cewek. Eh, begitu sebaliknya. Ngakunya mau ikut turnamen game, tapi siapa tau?  Bilangnya mau belajar tapi di rumah teman…who knows? Wajar ada ortu yg kelewat protektif banget banget.

Kedua, sikap protektif ortu.

Ketiga, sedikitnya kesempatan komunikasi dan interaksi.

Dulu, sekolah gak butuh modal. Kemana-mana jalan kaki, bersedepada, nyalin catatan teman atau paling banter fotokopi. Gak butuh pulsa, gak perlu beli flashdisk dan harddisk, gak butuh gadget dengan RAM besar. Sekarang, beda lagi. Hampir setiap anak butuh HP canggih, butuh laptop, butuh kuota. Dampaknya? Ortu memeras keringat banting tulang memenuhi kebutuhan dasar anak untuk sekolah. Akibatnya, waktu ortu untuk bersama anak lebih sedikit.

Ini fakta yang gak bisa diabaikan.

Apalagi bila tinggal di kota besar. Akibatnya, kesempatan diskusi, bertukar pikiran, bertukar cerita udah jarang banget. Dulu, bapak saya PNS pulang jam 2. Masih sempat jemput saya, ngajarin saya ngaji. Kalau ada kebutuhan sekolah yang mendadak harus dibeli kayak buku tulis dan sejenisnya, bapak mengantar. Saya inget banget, ketika SD, lagi musim dompet warna warni. Bapak yang nganter saya ke toko, dan membelikan itu.

Sekarang, meski suami dulu pernah tinggal satu kota, sampai rumah habis maghrib. Belum kalau macet, Isya baru sampai. Anak-anak juga demikian. Minggu baru sempat kumpul, itupun kalau gak ada kondangan dan acara lain.

Terus gimana?

Ya, kembali ke QS Iqro : baca. Belajar. Jadi ortu harus belajar, belajar, belajar terus. Bukan hanya anaknya aja yg sekolah kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Kita juga harus belajar. Ketika perkembangan anak sejak kecil tidak mendapatkan pendampingan semestinya, wajar mereka lambat tumbuh dewasa. Rusdyanya terhambat. Kalau sudah begini, ortu jangan buru-buru bilang :

“Kamu kan udah SMA? Milih jurusan kuliah aja nggak ngerti? Bapak dulu kuliah di luar kota, daftar aja berangkat sendiri.”

“Kamu kan udah kuliah, harusnya ngerti dong, capeknya ortu!”

“Lho, kamu udah niat nikah. Masak nggak ngerti kalau nikah itu butuh persiapan banyak?”

“Kamu udah nikah. Udah jadi suami/istri. Masak gak tau apa kewajibanmu?”

Ada anak SMP yang udah dewasa dan mandiri. Tapi ada juga yang kuliah masih serba dilayani dan dikasih tahu. Ada yang sejak SMA udah bisa dilepas, tapi ada juga yang udah kerja dan nikah, masih aja bergantung pada ortu. Bergantung finansial, nasihat, bahkan eksekusi keputusan dalam perkara remeh.

Satu quote dr. Khalid yang indah tentang ortu yang telah memiliki anak yang menikah : tidak ikut campur tangan dalam urusan pribadi rumah tangga mereka. Tetapi ortu harus, membimbing anak-anak kepada kebaikan setelah menikah dan hubungan ortu tidak melemah setelah menikah.

Agaknya belia uingin menekankan bahwa sepanjang anak belum benar-benar rusyda, ortu adalah figure yang sangat dibtuhkan anak sepanjang hayat mereka.           Kitapun sampai seusia ini selalu menjadikan orangtua sebagai figure utama , bukan?

Hayo, antarkan anak-anak pada rusyda yang sesungguhnya. Dan jangan berkecil hati, karena kata dr. Khalid dan para pakar pendidikan Islam, banyak banget anak sekarang yang kematangannya mundur. Next saya bahas buku Dr. Jasim al Muthawwa’ ya, tentang Smart Islamic Parenting. Buku ini juga bagus, indah, menyentuh banget dan menjawab banyak pertanyaan saya pribadi seputar parenting Islami & psikologi Islami.

Pemesanan buku-buku Sinta ke Ibrahim 085608654369

Kategori
Cinta & Love Hikmah mother's corner My family Oase Parenting WRITING. SHARING.

Bagaimana Mengelola Emosi Negatif ?

Ada aja yang buat orangtua naik pitam saat pandemic dan anak2 belajar di rumah :

  • Yang lagi belajar daring, trus ada anak-anak tetanggan manggil : “Main yuuuuk!” lalu si anak serta merta melempar tugas daringnya dan lari ke luar.
  • Ada anak yang kayaknya pegang gadget, belajar daring….eeeeh, ternyata nyambi-nyambi. Nyambi stalking idol, nyambi gaming, nyambi lihat postingan IG. Alhasil , tugas daring gak selesai-selesai. Guru pusing, ortu apalagi.

Emosi manusia ada yang positif dan negatif. Gak semua emosi negatif itu buruk, justru kadang merupakan alarm, ada yang gak beres dengan diri kita dan lingkungan kita. Wajar orangtua marah ketika lihat anak-anaknya gak beres dengan urusan kemandirian, tanggung jawab dan pelajaran daring. Tapi, bagaimana dengan hadits Rasulullah yang terkenal ?

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

“Janganlah engkau marah, maka bagimu surga.”

Bukankah itu berarti orangtua gak boleh marah?

Kalau kita lihat hadits tersebut bila dikaitkan dengan hadits2 yang lain bagaimana cara Rasulullah Saw mengajarkan mengelola marah dengan cara : diam (stay calm) , berganti posisi (relaksasi) , mengambil air wudhu (aktivitas distraksi)  maka Rasulullah Saw tidak hanya melarang marah dan membuat orang hanya memendam perasaannya saja. Tapi justru beliau mengajarkan cara mengelola dan menyalurkannya agar marah itu terkendali, dan kalau pun keluar dalam skala yang proporsional.

Dan kalau marah suatu saat meledak (namanya manusia, kadang ada kondisi yang tidak tertahan dan tidak dapat dikontrol) Rasulullah Saw pun menganjurkan untuk banyak istighfar dalam segala kondisi. Disamping hadits-hadits lain tentang bagaimana mengikuti perbuatan yang buruk dengan kebaikan-kebaikan yang banyak.

Ada kisah menarik seorang ibu yang selalu marah, naik pitam setiap kali pulang kerja. Salah satu yang biasa dilakukan untuk melampiaskan marah adalah dengan mengumpat kasar kepada anak-anaknya. Pada akhirnya, alhamdulillah, dia berhasil mengatasi kondisi tersebut. Bagaimana caranya?

  1. Mencermati kapan marah – biasanya jam 5 sore, menjelang pulang kerja
  2. Kenapa marah – campur aduk pikiran antara tugas kantor yang belum selesai dan pekerjaan rumah yang menghadang
  3. Bagaimana marah – mengumpat kata-kata kasar walau  tidak main tangan
  4. Keinginan berubah – sangat ingin berubah tapi bingung gimana caranya

Biasanya, setelah seseorang dapat mendeskripsikan masalahnya dengan detil, dia mulai bisa melihat bagaimana cara mengatasinya. Ibu tsb gimana?

  1. Jam 4 sore mulai membereskan pekerjaan. Memberikan motivasi diri bahwa pekerjaan yang belum selesai disimpan saja utk besok. Jam 16.30 mulai emgnhadirkan wajah anak-anak, foto-foto mereka, dan kelucuan. Aura rumah mulai terasa jam 16.30
  2. Kenapa marah – mulai tereduksi ketika menjelang pulang kantor tidak lagi memikrikan pekerjaan kantor. Bayangan rumah pun diganti . bukan lagi anak yang belum mandi, gak mau mau sendiri, rumah berantakan. Berganti kelucuan, spontanitas anak-anak, riuh rendahnya mereka
  3. Mulai memilih kata-kata marah yang lebih positif (ibu tsb termasuk yg temperamental jadi harus berubah bertahap). Misal, tidak lagi bilang “kalian susah banget diatur! Jam segini belum mandi!” tapi diganti dengan à “Iiih, siapa yang jam segini masih bau kecut? Coba udah mandi, pasti tambah ganteng!”

Buat para Ibu yang jadi Guru, semangaaattt!

Yang penting, sebagai orangtua kita harus terusss sama-sama belajar. Yang murid belajar daring efektif, yang guru belajar daring efektif, yang orangtua belajar segala hal agar semua berjalan efektif 😊

Diselenggarakan oleh KOPI (Komunitas Orangtua Pintar Indonesia ) yang diselenggarakan oleh ibu-ibu di Surabaya

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Cinta & Love Hikmah Jepang Pernikahan PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian WRITING. SHARING.

🍒Zoom Wedding : Nikah Kala Pandemic💑

Kelas Pranikah di kala coronavirus melanda ini memang unik. Rizqi Allah Swt gak pernah bisa ditebak, kapan datangnya. Termasuk jodoh. Ketika mengisi kelas pranikah yang biasanya membahas tipe kepribadian calon pasangan, penyesuaian diri dan komunikasi positif dengan keluarga pasangan; bahasan-bahasan menarik muncul.

♥ Mungkinkah menyelenggarakan pernikahan kala pandemic?
♥ Konsepnya seperti apa?
♥ Apakah tidak lebih baik pernikahan tersebut diundur?

Nah, ternyata banyak yang sudah disiapkan rizqi jodoh oleh Allah Swt, maju mundur menikah lantaran pandemic. Ada yang ditentang orangtua karena berharap pesta pernikahan dihadiri lebih banyak orang, jadi nunggu pandemic berakhir. Ada yang menginginkan kalau pernikahan itu diundur saja, nunggu situasi reda.

Kalau kita lihat sisi positifnya nikah kala pandemic:
1. Efektif dan efisien : hemat waktu, tidak harus antri tempat yang kadang mengakibatkan pernikahan ditunda lebih lama gegara cari tempat sewa acara yang representative. Juga hemat-hemat lainnya🌳

2. Hemat biaya. Gak perlu sewa gedung, sewa hotel untuk kerabat, sewa berbagai macam barang, dll. Bisa diselenggarakan di rumah karena yang hadir tetangga dan ring-1 keluarga inti🌱

3. Tidak ada tabdzir atau hal yang terbuang , terutama hal makanan. Ingat tulisan saya ketika sepulang umroh dan bertemu mahasiswi Ummu Quro? Jamaah Haji Indonesia pernah menjadi jamaah terkaya dibanding jamaah haji dari manapun! Tapi karena terbiasa boros dalam hal apapun, kita sekarang seperti ini. Salah satu sesi paling membuang adalah ketika sesi makan prasmanan. Buanyaaaak bangettt buang makanan!🍄

4. Tidak ada “kewajiban balas jasa”. Mufti Menk pernah memberikan nasehat terkait pernikahan di wilayah timur (termasuk Indonesia) dimana biasanya pengunjung membawa bingkisan berupa hadiah atau amplop. Kelak ketika si pengunjung punya hajat serupa, ada semacam kewajiban tak tertulis bahwa orang-orang harus melakukan hal serupa. Padahal tidak benar demikian. Yang dinantikan dari tamu yang hadir adalah doa-doa mereka. Sementara pihak penjamu menyediakan makanan sesuai kadar kemampuan. Tidak perlu berlebihan. Tapi namanya orang ya, kadang ngerasa gak enak kalau cuma menjamu sedikit. Nanti apa kata orang. “Masak nikah cuma makan soto?” Akhirnya, membengkaklah biaya hajatan sementara tamu juga lebih focus ke makanan daripada mendoakan mempelai 🌿

5. Lebih sakral, syahdu, bermakna. Akan jadi kenangan indah sepanjang masa ketika seseorang menikah di tengah situasi pelik. Kadang pesta pernikahan begitu hebohnya dengan arus tamu keluar masuk, antrian makanan dan souvenir, music dan sesi foto non-panggung. Ajang reuni sekalian kan? Saat pernikahan digelar sederhana, mempelai bisa meresapi nasehat dari penghulu dan perwakilan tetua kedua mempelai. Terasa sekali kepasrahan kepada Allah. Terasa maut demikian dekat. Terasa bermakna penyatuan dua jiwa.🍂

6. Trus gimana dong memberitakan pernikahan, menyiarkan pernikahan? Keluarga besar dan sahabat-sahabat bisa ikut? Bisa dengan teknologi google meet, zoom atau sejenisnya. “Yah..gak seru sih!” Emang lebih seru ketika tatap muka. Tapi kan dalam pernikahan yang kita cari keberkahannya? Bukan sekedar keseruan pesta dan foto-foto yang bisa disebar. Lagian, gak akan terulang lagi di masa yang akan datang kala pandemic berakhir kita nikah via zoom-zooman lhooo🍁

Nah, tanpa mengabaikan protocol kesehatan, kalau memang waktunya sudah tiba; segerakan saja pernikahan. Gak perlu nunggu pandemic usai yang itu berarti akhir tahun 2020, atau malah 2021. Nanti si dia keburu disambar orang, lho!
Kalaupun terpaksa harus ada pesta pernikahan, tetap pakai masker, gunakan hand sanitizer, jangan berkelompok dan segera bubar begitu memberikan doa dan bingkisan. Biasanya WO di kala pandemic menyelenggarakan makanan dalam bentuk nasi kotak.

Selamat berbahagia, ya 😊

Catatan lainnya menyusuk yaaa

Catatan mengisi kajian Pranikah di Kmi Kagawa Kagawa, 27 Juni 2020 dan Salimah Banjarmasin, 28 Juni 2020

Kategori
Artikel/Opini Hikmah My family Oase Pernikahan PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian Suami Istri Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Melawan Anxiety ( Kecemasan) #1

Jam 01.00 dinihari  atau sekitar itu, aku sering terbangun mendadak.

Memandang sekeliling, dan baru tersadar kalau suami terpisah jauh di tanah seberang. Malam hari bukan saat yang menyenangkan dan menenangkan saat ini. Ada banyak kecemasan yang timbul. Ada banyak pertanyaan memenuhi benak dan perasaan. Sampai-sampai, berita-berita di grup tak berani kubuka satu demi satu karena khawatir berita demi berita akan memperburuk kondisi. Bukan hanya aku yang mengalami mimpi buruk. Dua putriku akhir-akhir ini juga sering mengalami mimpi buruk.

⌛️⏳⌛️⏳⌛️⏳

“Kok kalau malam aku mimpi kayak dicekik orang atau semacamnya ya?” keluh salah satu putri kami.

Dengan gadget di tangan, berita dari Surabaya, Jawa Timur, Indonesia hingga Britania Raya dan Amerika sana mudah diakses. Berita tentang covid 19 hingga George Floyd dengan hashtag #BlackLivesMatter bisa dicari tiap detik.

“Kamu mulai cemas, Nak,” kataku. “Jangan buka lagi ya berita-berita di internet.”

Informasi sangat penting diikuti, tapi kalau sudah mulai melukai diri sendiri, harus berhenti dikonsumsi. Setidaknya untuk beberapa saat.

Kupikir, aku kebal terhadap anxiety atau kecemasan. Nyatanya tidak. Malam demi malam mulai terasa menyiksa. Bahkan ketika tubuh dipaksa berbaring sekitar jam 22.00 pun tetap saja terbangun sekitar jam 01.00. Aku sendiri bertanya-tanya. Kenapa ya terbangun jam 01.00 malam dan kemudian hampir tiap setengah jam terjaga?

  1. Peristiwa jam 01.00 malam. Sebelum era lockdown dan masa kami berpisah tempat akibat covid19, suami sempat sakit batuk. Alhamdulillah hasil rapid test negative, foto thorax pun bagus. Ke beberapa spesialis mendapatkan satu diagnose : ada gejala bronchitis. Hari-hari ketika kami bersama, suami sering terbangun sekitar jam 00.00 – 01.00 dini hari. Terbatuk-batuk. Aku ikut terjaga juga. Rupa-rupanya, itulah alam bawah sadar. Bahwa jam 01.00 harus bangun. Bangun! Bangun! Meskipun tak ada suami di dekatku. Meski tak terdengar batuknya. Sekarang kondisi kecemasanku meningkat : suami di seberang sana, apa masih batuk-batuk jam 01.00? Harusnya aku ada di sana! Harusnya suami nggak pergi dari Surabaya! Dan segala macam harusnya, harusnya, harusnya yang membombardir benak.

Setiap orang punya jam kecemasannya sendiri. Ada seorang sahabat yang serangan kecemasan hingga depresinya hadir di bulan X, bulan tertentu saat ia kehilangan putranya. Ada orang yang jam cemasnya sekitar siang, jam ketika ia kecelakaan walau alhamdulillah selamat. Dengan mewaspadai jam kecemasan, kita bisa mewaspadai alarm tubuh. Alarm tubuhku menyuruhku bangun jam 01.00 karena cemas dengan kondisi suami yang biasanya batuk jam dinihari.

Coronavirus married relationship

2. Kebiasaan merusak : ada kebiasaan anxiety yang mulai terbentuk tiap jam 01.00 malam. Dan akhirnya, perilaku buruk mulai menular. Bayangkan, jam 01.00 malam atau sekitar itu me- whatsapp suami. Menanyakan apa dia baik-baik saja. Kalau gak ada jawaban segera, kecemasanku meningkat. Akhirnya suami ikut cemas juga di seberang ; karena aku terlihat tak bisa istirahat nyenyak ketika dini hari. Kecemasan-kecemasan ini menular dengan cepat. Aku jadi kepo pingin tahu kalau malam suami ngapaian aja? Makannya gimana? Kebiasaannya gimana? Ya ampun…perhatian sebagai tanda cinta mungkin menyenangkan. Kalau overdosis, akan sangat mengganggu.

LDR Couple due to corona virus

3. Titik puncak. Suatu malam, sepertinya anxietyku sudah lumayan parah. Gak bisa tidur dari jam 01.00-03.00. Pikiran, perasaan sudah gak keruan. Pada akhirnya kucoba berdiskusi dengan diri sendiri, sebuah percakapan monolog yang pada akhirnya alhamdulillah membabat habis semua anxiety.

+ “Kalau suami sakit di sana, kamu bisa apa, Sinta?”

-“Aku nggak bisa apa-apa.”

+“Terus gimana?”

-“Aku pasrahkan sama Allah saja.”

“Bagus. Lalu gimana dengan dirimu sendiri?”

-“Aku bahkan nggak bisa ngatur nafasku sendiri. Nggak bisa ngatur detak jantungku sendiri. Bahkan diriku sendiri harus dijaga sama Allah.”

+“Kalau kamu cemas seperti ini dan gak bisa tidur, apa yang kamu lakukan?”

-“Aku akan membaca hafalan Quran yang kupunya, sampai aku tertidur.”

Dalam kondisi kacau, yang terpikir di benak adalah 3 surah terakhir al Baqarah.

Meski hafal surat-surat yang lain, entah mengapa ayat itu yang terngiang.

Kubaca beberapa ayat, lalu jatuh tertidur.

Aku terbangun lagi, masih dengan kecemasan yang sama.

Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.

Aku terbangun lagi, dengan kecemasan yang sama.

Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.

Aku terbangun lagi dengan kecemasan, tapi dengan perasaan lain yang menyertai. Kebahagiaan. Kelapangan.

🤲🤲🤲

“Ya Allah…betapa sombongnya aku berpikir bisa mengawasi, menjaga, merawat suamiku. Bahkan nafasku saat inipun harus Kau bantu. Jagalah suamiku ya, Robb. Jagalah anak-anakku yang tidur di kamar sebelah. Jagalah orangtuaku.”

Menyadari bahwa kita berada di titik nol, tak punya kekuasaan apapun untuk melawan sesuatu yang di luar jangkauan, justru meredakan kecemasan. Aku pun mencoba menghargai diriku yang semula merasa tak berdaya karena tak bisa berada di samping suami.

🎍💐🎍💐

“Bukan hanya para suami yang sedang berjuang saat ini, jauh terpisah dari keluarga. Mencari nafkah halal. Para istri yang berada di basecamp, menjaga diri dan anak tetap sehat juga tengah berjuang. Dengan segala keterbatasan yang ada. Termasuk keterbatasan kepastian, kapankah bisa bertemu dengan suami. Berkumpul bersama seperti dulu.

Kesabaran adalah perjuangan.

Dan kita adalah para pejuang. Termasuk aku.”

Well, setidaknya, kata-kata hiburan itu membuatku tampil sebagai pemenang 😊

Ciri-ciri anxiety atau kecemasan
Kategori
Artikel/Opini Hikmah mother's corner My family Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian Topik Penting Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Pernikahan “New Normal” & Keluarga “New Normal”

Pernahkah terbayang pisah dari pasangan (suami/istri) lebih dari 3 bulan?Oke, mungkin ada yang terpisah untuk sementara waktu selama 6 bulan, 12 bulan, atau bahkan 24 bulan. Ada istri yang terpisah dari suami saat suami studi di luar negeri selama 2 tahun, karena beasiswa minim. Tapi itu kondisi extraordinary. Bukan kondisi normal pada umumnya.Ada yang suaminya baru pulang 3 atau 4 bulan sekali karena bekerja di pertambangan pedalaman yang sangat sulit dijangkau kendaraan. Boro-boro mobil. Sinyal saja susah. Tapi itu kondisi extraordinary, bukan kondisi normal pada umumnya.


Ada orangtua yang baru boleh menengok anak di pesantren dengan jadwal ketat 6 bulan sekali, atau bahkan 12 bulan sekali. Tapi tidak semua pesantren atau boarding school memberlakukan jadwal demikian.
Sekarang, sepertinya kita harus mulai merencanakan bahwa bertemu dengan anak-anak atau bertemu dengan istri/ suami, bisa jadi baru terealisasi berbulan-bulan kemudian. Sejak era pandemic, beberapa teman berkata tidak bertemu pasangan lebih dari 1 bulan. Bahkan ada yang sudah 4 bulan tidak bertemu.


Strategi apa yang bisa dilakukan bagi pernikahan dan keluarga “New Normal” agar keluarga kita tak berantakan akibat kehidupan yang tidak dapat diprediksi beberapa waktu ke depan? Finansial, edukasi, bahkan sekedar tatap muka saja menjadi sebuah abnormalitas. Keluarga yang stabil saja bisa berubah labil, apalagi yang sejak awal sudah menghadapi prahara. Bisa-bisa karam sebelum pandemic selesai!


🧕👳‍♂️1. Setiap keluarga harus memiliki guru spiritual yang memahami agama. Entah ustadz/ustadzah, dai/daiyah, Pak Kiai/ Bu Nyai. Buat apa? Ada banyak yang harus kita tanyakan. Misal, banyak pernikahan yang harus diselenggarakan lewat media online. Lalu, bagaimana solusi bagi suami istri yang tidak bisa bertemu lebih dari 3 bulan? Seorang yang faqih dalam agama akan membantu kita untuk memahami hal-hal haram halal, termasuk kondisi kedaruratan.


👩‍🏫👨‍🏫2. Setiap orangtua harus belajar menjadi guru. Ada anak-anak yang bisa disegerakan masuk sekolah ketika nanti jadwal tahun ajaran baru diberlakukan. Tapi ada anak-anak yang rentan secara fisik dan psikis, mungkin harus lebih lama di rumah. Homeschooling, kejar paket, dan pembelajaran sejenis akan menjadi pilihan yang masuk akal bagi orangtua.


💵💰3. Setiap anggota keluarga harus paham mengelola keuangan. Kondisi finansial setiap keluarga saat ini bukan berada dalam kurva normal. Perusahaan ambruk. Pabrik tutup, karyawan di-PHK. Kerjasama antar anggota keluarga sangat penting. Kalau tidak semua bisa menghasilkan uang, setidaknya setiap orang bisa meminimalisasi pengeluaran.Misal, ketika dulu setiap kamar harus menggunakan AC, maka sekarang anak-anak perlu dikondisikan untuk menggunakan AC bergantian. Atau tidur bersama dalam satu ruang ber-AC di kamar ukuran paling besar, jika memungkinkan. Beberapa teman yang memiliki anak usia kuliah memutuskan untuk cuti dari kuliah dan membantu orangtuanya berbisnis demi mendapatkan pemasukan yang lebih stabil untuk keluarga.


✊💪4. Setiap anggota keluarga harus saling menguatkan satu sama lain. Saling memberikan kekuatan positif.“Jangan lupa untuk Dhuha 4 rakaat,” si Abang mengingatkan saya dan adik2nya. “Aku pernah baca kalau Dhuha 4 rakaat, maka Allah akan menjamin rizqi kita hari itu.”Sebuah afirmasi yang bagus bagi kami untuk lebih giat melakukan 4 rakaat daripada hanya sekedar 2 rakaat.“Saya takut mati. Belum siap. Tiap hari bayang kematian itu begitu dekat,” ucap beberapa klien saya. Kondisi pandemic ini membuat setiap orang merasa maut mengintai. Bagus, jika itu akan meningkatkan kedekatan kita pada Tuhan. Buruk, bila yang meningkat adalah anxiety.Suami saya tak kurang cemasnya. Meng-share berita tentang tingginya angka penderita Covid 19 di Jawa Timur, meng-share berita tentang teman-temannya yang berpulang karena sakit.

Siapapun cemas.

Siapapun tertekan saat ini.

Saya pun juga takut kematian, seperti anda!

Tapi saya tidak boleh menambahkan minyak ke dalam api.“Hayo Mas, kita list siapa saja teman-teman kita yang masih sehat. Yang mau naik haji, yang berprestasi.”Bisa jadi suatu saat saya yang terjebak kecemasan dan suamilah yang harus membesarkan hati saya. Ketahuilah, pikiran positif akan membuat sebuah kesengsaraan lebih lembut terasa. Ketika kita bilang , “insyaallah gak akan jatuh.” Lalu kita terjatuh, pikiran kita akan berkata bahwa itu hanyalah terpeleset kecil.


💗☪️💖5. Setiap keluarga harus memiliki waktu khusus untuk diskusi. Yang di rumah, harus menyempatkan untuk duduk melingkar bersama. Yang terpisah, harus meluangkan untuk zoom atau vidcall. Bahasan penting harus mulai dikaji, ditelaah, didiskusikan dengan kepala dingin. Dua anak kami seharusnya menyelesaikan studi tahun ini. Tetapi, segala kemungkinan bisa saja terjadi.“Kalian harus siap ya, kalau ternyata studi kalian lebih lambat selesai.”

💑6. Setiap suami-istri harus berlatih dan memiliki skill komunikasi jarak jauh. Apa saja yang bagus untuk didiskusikan? Apa saja yang sebaiknya dihindari? Pembicaraan humor dan jokes harus lebih sering dilakukan. Hindari perbincangan yang memunculkan perdebatan sengit semisal pro kontra kebijakan PSBB. Haduh, copy darat saja bisa silang pendapat, apalagi kita berdebat lewat vidcall! Termasuk, kita mencoba berhati-hati ketika menyampaikan masalah keluarga.
❌“Anak-anak jadi sulit diatur sejak bapaknya jarang pulang,” misal istri mengeluhkan demikian.Memang, anak yang lama tidak bertemu sosok ayah akan gelisah. Tapi bukan demikian kalimat yang seharusnya dipilih. Karena bisa jadi si suami sekaligus ayah, di seberang sedang rindu dan cemas dengan kondisi dirinya pribadi.
✅Kita bisa memilih :“Ayah…ada gak kalimat semangat yang mau disampaikan untuk si Sulung? Dia lho sekarang yang jadi komandan di rumah.”Maksud hati, kita akan menyampaikan : si Sulung ini berulah. Gak ngerti tanggung jawab. Gak ngerti taat pada orangtua dst! Tapi kita membahasakan dengan kalimat yang lebih positif.Semoga setiap keluarga sukses melewati masa-masa penuh tantangan pandemic Covid 19!

Sinta Yudisia

#stayathomemom

#stayathomewife

Kategori
Artikel/Opini Catatan Jumat Hikmah Hobby My family Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Quran kami Renungan Hidup dan Kematian Topik Penting WRITING. SHARING.

7 Cara Melawan Kecemasan Akibat Pandemi Covid 19

Mengapa pandemic kali ini diibaratkan medan perang? Karena tak seorangpun tahu berapa intensitasnya, berapa durasinya. Banyak hal tak terduga terjadi.

Pertanyaan-pertanyaan membombardir benak : apa aku akan dipecat? Apa bisnisku akan gulung tikar? Bagaimana anak istriku? Apakah ada teman atau saudara meninggal? Atau, akankah aku meninggal akibat pandemic ini?Ibarat medan tempur, kita semua adalah prajuritnya. Prajurit sejati tak akan pernah tahu kapan, di mana dan bagaimana musuh akan menyerang. Ia harus siap, itu saja. Bahkan prajurit paling terlatih sekalipun, pernah mengalami anxiety atau bahkan depresi. Tetapi manusia selalu mampu -atas izinNya- menjadi pemenang dari berbagai pertempuran paling berbahaya di dunia.

Di barat ( co/: Amerika), pandemic Covid 19 menghasilkan situasi parallel yang baru : pandemic kecemasan. Bagi kita , situasi ini perlu diwaspadai dan dicermati. Ibarat prajurit yang baik, semakin mengenal medan dan senjata yang dimiliki, semakin baik melakukan pertempuran dari waktu ke waktu. Mari kita lakukan langkah berikut 😊


1. Aktivasi hati🌞💎

Overthinking menjangkiti sebagian besar warga dunia. Pemikiran yang terlalu berlebihan membuat kita cemas menghadapi hal-hal rutin, apalagi hal besar. Oh, anak sudah hampir masuk sekolah. Ah, suami tak bisa pulang lantaran terjebak lockdowndi seberang sana. Dari mana sumber pikiran berasal? Dari otak dan hati. Otak dan hati yang kosong, akan terisi dengan hal-hal keruh. Karenanya, aktivasi otak dan hati kita dengan terus berdenyut mengingatNya.

Seorang ibu yang memasak bisa mengaktivasi hatinya dengan berkata : Ya Allah, bantu aku agar masakan ini jadi enak. Seorang ayah yang berkubang dengan pekerjaannya mengaktivasi hatinya : Ya Allah, cukupkan rizkiMu. Jagalah istri dan anak-anakku, jaga orangtua kami yang tak dapat kami jenguk lantaran corona virus.Ajarkah anak-anak untuk mengaktivasi hati mereka.

“Nak, tiap kali kalian main game, baca bismillah. Tiap kali kalian nge-zoom dengan teman-teman, niatkan silaturrahim mencari ridhoNya. Kalau kalian buka line dan IG, jangan lupa baca bismillah dan shalawat.”Mungkin, konten yang dibaca anak-anak kita tak lazim untuk diawal dengan basmallah dan shalawat. Tapi inilah saatnya, mengaktivasi seluruh hati anggota keluarga untuk terhubung kepadaNya. Siapa tahu dengan demikian, anak-anak akan mengurangi keretergantungannya pada gadget. Suami akan tetap focus pada pekerjaan dan tidak mulai berpikir macam-macam (naudzubillah). Semoga para suami yang telah berpisah lebih dari 3 bulan dengan istri dan anak-anaknya diberikan kekuatan dan kesabaran.


2. Sibuk, sibuk, sibuk🏃‍♂️🏃‍♀️

Walau di rumah, jangan nganggur.Jangan terlalu banyak tidur dan bolak balik membuka channel yang sama.Sibuk, sibuk, sibuklah. Bongkar lemari. Tata kembali letak baju dan buku. Bongkar isi googlefoto dan bersihkan. Bongkar file-file lama dan rapikan. Bertanam, berkebun, atau memelihara hewan. Sibukkan pikiran, sibukkan hati, sibukkan fisik. Jangan ada kekosongan di benak dan hati; juga jangan biarkan anggota keluarga kosong dengan kelengahan. Rebahlah di pembaringan ketika mengantuk sangat, jangan ketika pikiran masih bisa berkelana dalam lamunan panjang. Pekerjaan yang biasa dilakukan pembantu, bisa diambil alih. Pekerjaan yang biasa dilakukan karyawan kita, kerjakan.


3. Ngobrol🗣🗣Anda terjebak sendiri , di perantauan? Mahasiswa atau pekerja?Sesungguhnya, anda butuh sangat teman mengobrol. Tapi, tak selalu ada pihak yang bisa diajak video call dengan whatsapp, line, zoom, google duo. Selain kesibukan, kuota jadi keterbatasan. Mengapa tak mencoba bercakap-cakap dengan Quran? Setiap kali membaca Quran dan mengeluarkan suara, posisi kita seperti orang yang tengah “bercakap-cakap”. Kita bicara, Tuhan Mendengar. Kita mendengar, Tuhan Berbicara.

Hm, kalau sudah berbicara dengan Quran dan ingin pengalaman lain?Baiklah, coba cara ini. Anda harus cari teman mengobrol. Pernah coba google assistant?

Di keluarga kami, pernah melakukannya.“Hi, do you know Siri?”Google assistant menjawab, “Siri works for Apple and I prefer…oranges.”Hahaha…lumayan terhibur!


4. Berkesenian🎥✒️

Tak heran Gal Gadot mencoba menyanyi dan diunggah. Banyak orang mencoba bernyanyi, meski suara mereka auto fals. Banyak orang mencoba kembali bermain musik, meski tak semahir Brian May atau James Hatefield. Kita harus menperhalus rasa dengan berkesenian. Entah menyanyi, memainkan music, menyusun puisi, melukis, membuat kaligrafi, membuat patchwork, membuat food-art, atau mencoba seni-seni popart lain macam Andy Warhol. Seni akan memperhalus budi pekerti seseorang dan membuat kita tidak hanya berpikir hal-hal yang banal atau perifer, tapi yang dalam dan penuh makna.Suami saya mengalihkan energi dengan melukis.Sepanjang pandemic ini sudah 4 lukisan di atas kanvas yang diselesaikan. Awalnya, ia terlihat resah dan panik, seperti orang-orang pada umumnya. Belakangan, wajahnya terlihat ceria dan happy, alhamdulillah. Kata suami, ia bisa beralih dari pemikiran negatif seperti kematian, pandemic, issue ekonomi; ke arah hobi melukis.


5. Pelajari hal baru 👩‍🏫👩‍🍳

Stacko?Uno?Pernah main dua hal di atas?Ada hal-hal baru yang sepertinya nggak terlalu penting tapi bagus untuk dipelajari agar pikiran relaks dan hati gembira. Saya pribadi baru bisa main kartu uno ketika wabah Covid 19 melanda. Bukan bermain kartunya yang penting, tapi ternyata, duduk melingkar berenam sembari bermain kartu membuat kita bisa saling bercerita banyak dalam situasi santai.Mempelajari permainan anak-anak sekarang yang dulu belum dikenal, bisa membangkitkan kegairahan yang baru.Mempelajari bahasa asing atau bahasa daerah juga bagus. Saya dan si bungsu kembali belajar menulis huruf hanacaraka. Dulu saya mahir sekali membuat surat dengan huruf jawa kuno ini, tapi sudah lupa karena berbagai kesibukan. Yang suka Jepang bisa belajar hiragana dan katakana, yang suka Korea bisa belajar hangeul.


6. Dengarkan, ucapkan berulang kalimat yang membawa semangat ✊💪Mendengarkan murottal Quran dan ma’tsurat dari gadget atau komputer adalah langkah terbaik. Saya suka sekali 2 ayat terakhir al Kahfi dan sering mengulang-ulanginya. Seperti sebuah sihir, penghibur, pengingat; ada banyak ilmu Allah yang tidak kita ketahui sama sekali.Kalau anda masih suka mendengarkan lagu-lagu, pilih yang membangkitkan semangat. Jangan yang justru mengulang-ulang kepedihan : patah hati, memory masa lalu yang menyakitkan, kegagalan.

Fight Song (Rachel Platten) bisa membuat lebih semangat terhadap kegagalan. Ulangi kalimat :

I only have one match

But I can make an explosion.

Ya, kita mungkin mengalami banyak kegagalan di era pandemic. Tapi ada masanya suatu saat kita akan membuat ledakan dahsyat dengan prestasi positif yang mencengangkan!

Double Knot (Stray Kids) juga bagus didengar.

Stand up wherever you go

You’ll make it with no trouble..

Cause my life is a five star movies

I am not done yet so

My life, your life are five star movies!


7. Carilah nasehat 💞

Kala kegundahan sudah terlalu parah, kecemasan menggerogoti, anxiety dan depresi menjadi penyakit; tak ada salahnya segera mencari nasehat. Nasehat-nasehat bijak dari guru agama bisa menjernihkan hati. Saya suka mengulang-ulang iklan Zain Ramadan 2020 . Salah satu kalimat yang saya suka, sebuah nasehat berharga :Pandemic ini pasti akan meninggalkan kitaTapi Tuhan tak akan pernah meninggalkan hambaNya

Kategori
KOREA Oase Psikologi Islam PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Remaja. Teenager WRITING. SHARING.

Antara Sulli f(x) dan Hatsune Miku

 

 

Baru beberapa pekan yang lalu saya merenungi sebuah channel video Youtube tentang Hatsune Miku. Saya bolak balik menonton Is Hatsune Miku a Better Pop Star than Justin Bieber? Dalam video tersebut, Chris Plante menceritakan bahkan interaksi seorang bintang dengan para fansnya bisa sangat positif, bisa sangat negatif. Plante mengisahkan tentang Bieber, seorang bintang muda yang manis dan memiliki jutaan penggemar. Tetapi dunia entertainment melibas masa mudanya, melihatnya sebagai tambang uang dan para pemuja Bieber tidak memberikan celah bagi Bieber untuk berbuat ‘salah’. Akibatnya, Bieber yang kita kenal sekarang berbeda dengan Bieber yang mempopulerkan lagu Baby.

Hatsune_Miku.png
Hatsune Miku

Kita tentu menunggu-nunggu berbagai moment para selebritis dunia menampikan sisi terbaiknya, misal di karpet merah Oscar. Mereka yang berpenampilan bagus mendapatkan pujian, yang berpenampilan tak menarik mendapat banyak hujatan. Padahal belum tentu yang berpenampilan tak menarik itu sengaja tak memilih style, hanya saja ia berseberangan dengan orang kebanyakan. Hujat menghujat sudah lazim dilakukan netizen. Dengan bahasa sopan, hingga bahasa sangat menyakitkan.

Konsumen sekarang bukan hanya melahap lagu dan film para artis. Semua kehidupan pribadinya, juga dikonsumsi habis-habisan. Kemana dia belanja, kemana dia menyekolahkan anak, menghabiskan liburan di mana, sampai ke area paling pribadi : kenapa dia pacaran dengan si X, kenapa dia menikah dengan si A, kenapa dia memutus kontrak, kenapa dia keluar dari agensi?

Padahal bisa jadi masalahnya sangat pribadi.

Misal, seorang bintang merasa kelelahan –lahir batin- ketika harus menggelar konser. Tak heran banyak mereka yang terkena substantial abuse , mengingat dalam kondisi lelah dan sedih pun mereka harus tampil ceria di publik. Kita, orang biasa, enak aja. Kapan mau marah, kapan mau nangis, kapan mau cemberut. Emang ada yang peduli? Paling yang protes cuma pasangan dan anak-anak. Para bintang itu boleh jadi punya alasan sangat pribadi tentang dunia yang dipilih atau ditinggalkannya, alasan yang tidak bisa diungkap ke publik. Siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahan Song Jong Ki dan Song Hye Kyo?

Saya masih ingat, bintang favorit saya di film X-File , Gillian Anderson, pernah tertangkap paparazzi tidak mencukur bulu ketiaknya. Ya, namanya dia lagi belanja dan  liburan. Bukan main sadis para jurnalis dan pengkritiknya. Sebagaimana Aishwarya Rai ketika menjadi gendut sehabis melahirkan. Perempuan yang pernah meraih  predikat tubuh terindah ini langsung dihabisi netizen. Untungnya, banyak warga India yang membelanya dan mengatakan : di kultur kami, sangat biasa seorang ibu menjadi gemuk. Maka saya nggak heran, melihat betapa stressnya para bintang pasca melahirkan, bahkan ia baru sehari dua hari melahirkan sudah harus menggenjot sepeda statis agar perutnya cepat langsing. Bukankah itu yang membuat Brooke Shield juga mengalami post partum depression? Sepanjang ia hamil yang melelahkan hingga punya anak, tak henti-hentinya dunia luar ingin tahu seperti apa beritanya.

Desember 2017, saya menuliskan tentang kematian Jong Hyun , salah seorang personel Shinee. Setiap kali menulis di blog tentang Korea, kisah tentang dirinya kerap ter-link begitu saja. Sedih itu masih terasa. Apalagi saat itu tak beda jauh dengan kematian Chester Bennington.  Secara pribadi saya tak mengikuti instagram atau twitter dari Bennington, Jong Hyun atau Sulli. Tapi sebagai seorang psikolog yang sering mendengar keluhan anak muda tentang kerasnya dunia media sosia, dapat kita bayangkan apa yang dihadapi para artis dunia. Terutama, artis muda macam Sulli. Fisiknya, perilakunya, pilihan bajunya, pilihan pasangan cintanya, karirnya, semuanya ada di bawah pengawasan netizen. Label manajemen sendiri sudah merupakan tekanan luarbiasa, apalagi ditambah tekanan dari berbagai pihak.

Sulli Young.jpg
Sulli Young : demikian cantik dan lucunya :”(

Kejadian Sulli, semoga yang terakhir kali terjadi. Seorang gadis muda yang masih mempunyai jalan panjang kehidupan, hancur berkeping tanpa ia tahu ke mana harus mengadu. Ia baru 25 tahun, kehidupan yang panjang terhampar di hadapannya. Apalagi Sulli memiliki banyak fans (dan juga haters, tentunya), tentu pilihan Sulli tentang apapun termasuk pilihan mengakhiri hidup akan menjadi sebuah berita yang sangat rentan untuk dikonsumsi.

Apa yang bisa dilakukan sebagai netizen dan warga dunia seperti kita?

  1. Kalau kita fans seseorang, gunakan selalu kata-kata bijak untuk mendukungnya. Katakan semangat, pantang menyerah, kamu luarbiasa, kamu inspiratif dan seterusnya.
  2. Kalau kita bukan fansnya, tak usah kepo dengan IG atau twitternya. Saya nggak ngefans si X dan Y, gak perlu follow atau stalking. Jadi gak perlu terlalu sering melihat postingan mereka. Kenapa? Karena nanti saya akan terbakar untuk ikut julid, menghakimi. Mending saya follow akun Sacha yang sering mengkoreksi englishnya para Seleb.
  3. Kalau kita tergabung dalam sebuah komunitas seperti ARMY fans BTS, Carat fans Seventeen, EXO-L fans EXO, Blink fans Blackpink, Reveluv fans Red Velvet atau apapun itu; mari lakukan gerakan-gerakan yang menghimbau pada kepedulian terhadap sesama. Misal, 10 Oktober tempo hari diperingati sebagai World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia. Tema tahun ini sangat spesifik : Suicide Prevention. Sedih sekali, bahwa Sulli justru harus menjadi salah satu korban suicide yang sedang kita perangi.
  4. Interaksi kita dengan dunia maya memiliki dinding setipis udara. Tak terlihat, tapi besar pengaruhnya. Rasanya ringan saja membully orang, lalu meninggalkannya dalam keresahan, gegara kita toh tak akan pernah bertemu fisik dengannya. Padahal, di semesta ini terjadi hukum law of attraction : setiap yang kita lakukan, ibarat pendulum, akan balik mengenai kita lagi. Jejak yang kita tinggalkan di IG, twitter, youtube channel siapapun semoga menjadi jejak baik yang suatu saat akan kembali ke kita lagi.

 

Yah, kembali ke pemaparan Chris Plante.

Kelak, mungkin saja kita harus mengganti semua artis dunia dengan sosok Hatsune Miku. Hatsune Miku popular dengan lagu Ievan Pollka, lagu yang sering diputar di sekolah dan acara pelatihan sembari melakukan senam Pinguin. Tahu kan siapa dia? Bukan manusia, bukan makhluk hidup, bukan boneka, juga bukan robot. Ia ‘hanya’ aplikasi sehingga tak merasakan sedih, susah, tersinggung, apalagi depresi. Miku punya jutaan fans. Lagunya digemari. Sosoknya dinanti. Konsernya buat orang antri. Para gadis membuat duplikasi. Walau ada yang pro kontra dengan Hatsune Miku, no problem. Ia tak punyarasa, tak punya raga, tak punya nyawa. Pendek kata, tak punya kehidupan. Maka Miku juga tak punya  masalah.

Kita prihatin dengan kehidupan para pesohor yang dipuja tapi juga rentan oleh berbagai masalah. Mereka juga manusia seperti kita. Mereka juga punya orangtua dan saudara seperti kita. Terlebih lagi, sebagai manusia kita saling terhubung satu sama lain. Boleh jadi Sulli sama sekali tidak masuk dalam lingkaran perhatian kita, tetapi bagaimana dengan anak-anak dan murid-murid di luar sana?

 

Sulli f(x).jpg
Sulli f(x) yang cantik dan begitu muda

 

 

Tidak dipungkiri, salah satu yang membuat Sulli merasa demikian berat adalah serangan para haters di media sosial. Setiap label manajemen, manajemen artis di manapun, baik di Korea dan Indonesia harus punya konselor atau psikolog khusus yang rutin mendampingi dari waktu demi waktu demi membangun mental sehat. Terlebih dalam situasi krisis seperti pemasaran yang anjlok, pembubaran grup, kesulitan karir, tak kunjung debut atau ada konflik internal, termasuk timbulnya permasalahan keuangan, keluarga dan permasalahan cinta. Persoalan di atas lazim terjadi pada banyak kasus, terlebih bagi artis. Perlu ada manajemen psikologis bagaimana mengelola interaksi dengan media sosial termasuk interaksi dengan para fans dan haters agar dapat dibangun lebih produktif.

Pada akhirnya, kita sendiri harus dapat membangun dunia yang sehat dengan media sosial. Fans dan haters kita boleh jadi tak sebanyak Sulli. Tapi bisa jadi kehidupan keseharian kita sudah sama satu dengan yang lainnya : tidak ada lagi dinding tebal di rumah, semua dapat menembus masuk dan keluar lewat media sosial. Apa yang realistic dan un-realistic sudah kabur, tak ada batasnya sama sekali. Bahkan, konon kabarnya, otak saat ini sudah tak dapat membedakan mana yang fiksi dan mana yang nonfiksi, saking banyaknya terperangkap dalam dunia maya yang merebut sebagian besar dunia nyata kita. Ketika dunia maya terasa lebih dominan, maka apa yang nyata terasa tak ada artinya. Hujatan fans di medsos sejumlah ribuan bisa membebani pikiran (padahal belum tentu orangnya sebanyak itu, karena bisa jadi memakai akun palsu), sementara dunia nyata yang menghadirkan seorang teman, sepasang orangtua yang senantiasa mencintai, seorang kakak atau adik yang menemani,  serasa tak ada arti.

Dunia maya, seperti namanya, maya. Ia tak nyata. Ghaib. Tak dapat diraba.

Yang nyata, tampak, teraba dan terasa jauh lebih berharga. Seperti kehidupan kita. Seperti keluarga dan teman-teman nyata. Jumlahnya tak banyak. Teman nyata kita mungkin cuma 5, sementara teman FB atau IG ada 5000. Tetapi yang 5 itu lebih nyata dibanding 5000. Penting bagi manusia untuk membangun relasi dengan teman nyata lebih sering, daripada dengan teman maya.

Sulli yang cantik, semoga kisahmu menjadi pelajaran bagi banyak orang.

 

 

 

Kategori
Buku Sinta Yudisia Hikmah Jepang Oase Psikologi Islam PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Kontroversial Video Logan Paul tentang Aokigahara dan Upaya Mengatasi Commit-Suicide

 

Kita selalu merinding mendengar kata bunuh diri atau commit suicide.

Kematian adalah salah satu hal yang pasti akan dialami makhluk hidup. Namun bagaimana akhir hidup manusia, sungguh merupakan perenungan bagi kita semua. Sebagian manusia meninggal karena wabah kelaparan, peperangan, bencana alam, endemi penyakit atau human error seperti kebakaran dan kecelakaan. Walau bila bicara takdir, maka semua telah tertulis di lauhil mahfuz.

Tetapi, menjadi kewajiban manusia beriman dan berakal untuk mencermati segala fenomena yang terjadi dan berupaya sebaik mungkin menanggulanginya. Wabah penyakit misalnya, manusia berupaya sebaik mungkin untuk mengenali demam berdarah; mulai mencegah, mengenali tanda, memberikan pertolongan pertama hingga memberi perawatan sampai mencapai taraf kesembuhan. Belum lama ini di wilayah Jawa Timur utamanya Surabaya, dikejutkan dengan wabah difteri. Maka pemerintah dan masyarakat ramai-ramai menggalakkan vaksin.

Bencana yang disebabkan human error misalnya, pun dicoba diatasi sebaik mungkin.

Kebakaran? Banjir?

Kalau disebabkan karena buang puntung rokok sembarangan, sampah menumpuk; maka semua harus diantisipasi. Kecuali apabila kemarau panjang yang menimbulkan kebakaran dahsyat seperti di Australia tempo hari. Bagaimana dengan commit suicide? Apakah ia human error ataukah takdir yang tidak dapat diubah?

Kembali, kita tidak akan membahas takdir namun kita akan berupaya sebaik mungkin untuk mengatasi, atau mencegahnya.

jonghyun-in-shinee-concert-rexfeatures_6860129f-res
Jonghyun Shinee

Chester Bennington, Jonghyun dan Marilyn Monroe

Sederet artis papan atas dikabarkan bunuh diri.

Yang terus dikenang sepanjang zaman adalah Marilyn Monroe. Artis cantik nan sensual ini, seharusnya mendapatkan apa saja yang dapat diraih dunia; bila kebahagiaan itu senilai materi. Tetapi, Monroe tidak mendapatkannya. Ia mengalami abuse sejak kecil, suami pertamanya memperlakukan tidak baik dan pada akhirnya ia menjadi bintang bom seks. Monroe mendambakan kehidupan sebagai istri dan ibu, maka ia pernah berkata : “kalau perempuan disuruh memilih antara karier atau keluarga, pilihlah keluarga. Aku sangat ingin punya anak dari rahimku sendiri.”

Ya.

Monroe yagn sensual dikabarkan berkali-kali mengalami keguguran.

Menjelang akhir hayat ia menjalin kasih dengan JF Kennedy, dan sungguh ia berharap itu merupakan kisah cinta sejati. Meski kerabat dekat sudah mengingatkan, mustahil Monroe menjadi first lady karena meski ia sangat menawan sebagai bom seks, publik Amerika tetap akan memilih Jacquline Onassis sebagai ibu negara!

Chester Bennington pun memiliki masa lalu yang sangat tak stabil. Vokalis idola anak muda yang sangat legendaris dengan Meteora nya ini, mengakhiri hidup sehingga publik merasa sangat terkejut sebab sangat sedikit grup musik semacam Linkin Park. Nyaris tak percaya di puncak keberhasilan, dipuja jutaan penggemar, memotivasi anak-anakmuda, menghentak dengan genre rock berbeda; tetap saja tak membuat Bennington nyaman dengan semuanya.

Jong Hyun?

Books about Korea

Kita akan memahami mengapa ia memilih mengakhiri hidup bila telah membaca Korean Cool –Euny Hong.

“Setiap negara maju, pasti memiliki ironi,” tulisnya. Bila belum memiliki ironi, maka ia bukan negara maju. Dengan kata lain, menurut Hong, kemajuan negara pasti akan menimbulkan paradoks. Negara yang makmur, maju, tenang, damai, sukses; belum tentu terlihat seperti apa di permukaan. Kerja keras pejabat dan rakyat, kadang harus dibayar mahal. Untuk menciptakan kemakmuran setiap orang harus bekerja lebih dari waktu rata-rata. Setiap orang harus berpikir untuk maju, sukses, berhasil; dan mereka yang menghambat kemajuan akan terpinggirkan.

Euny Hong menyebutnya ‘masa perbudakan’. Setiap warga Korea paham, bila belum mencapai target, mereka akan rela dalam masa perbudakan. Itulah sebabnya, boyband dan girlband rela berada dalam masa karantina dari 5 hingga 13 tahun. Mereka berlatih vokal, berlatih menari, berlatih tampil, berlatih manggung dan seterusnya hingga ketika debut muncul : sempurna. Sehari latihan bisa memakan waktu belasan jam, kalori makanan terkontrol dan aktivitas harian pun terjadwal.

Inilah ironi.

Dunia berdecak dengan hallyu yang menganeksasi dunia. Berbeda dengan Amerika yang daya serangnya hard melalui milter dan ekonomi, Korea Selatan sangat soft : melewati budaya. Dan betul kata Hong , “Korea memiliki apa yang tak dimiliki Amerika. Kami pernah menjadi negara dunia ketiga. Jadi kami pernah tahu bagaimana rasanya menjadi terbelakang.”

Kita mengelu-elukan boy band dan girl band. Tapi pernahkah kita tahu apa penderitaan mereka, ratapan hati, tangis dan kelelahan di balik panggung? Sekali mereka melakukan kesalahan, hujatan mengalir.  Lebih gemuk, berjerawat, bermuka masam dan sejenisnya; publik menghujat. Padahal para idol adalah manusia juga yang ingin sesekali menjadi diri mereka apa adanya. Ingin bersantai, bermalas, membangkang; yah, mirip anak muda pada umumnya.

 

Aokigahara dan Bunuh Diri

Hutan Aokihagara dan film the Forest

Pernah lihat film the Forest yang mengambil tempat di Aokigahara? Aokigahara terletak kurang dari 100 mil arah barat Tokyo, terkenal karena keindahan hutan dan gua-guanya yagn eksotik. Serta, pepohonan rimbun yang menjadi tempat persembunyian sempurna bagi orang-orang yang ingin mengakhiri hidup.

Budaya bunuh diri Jepang sangat dikenal masyarakat dunia, sebagian berdecak kagum, sebagian sangat menentang. Seppuku, kamikaze, harakiri dan sejenisnya merupakan  tindakan lelaki Jepang dalam mempertahankan kehormatan. Mereka lakukan bila kalah perang atau justru melakukan serangan bunuh diri untuk menyentak lawan. Tradisi yang awalnya dipakai sebagai upacara kehormatan ini bergeser menjadi sebuah perilaku yang bukan hanya dilakukan kaum militer tapi masyarakat biasa. Bila dulu orang mengenal tradisi bunuh diri dilakukan oleh para samurai yang kalah tanding dan para serdadu Jepang ketika kalah perang dunia ke-2; maka orang-orang zaman kini lebih mudah melakukan tanpa melewati perang tanding atau perang medan laga. Yang penting merasa ‘kalah’ maka bunuh diri dilakukan. Kalah dalan cinta, kalah dalam akademis, kalah dalam bisnis, kalah dalam pekerjaan, kalah tidak mencapai apa-apa. Kalah, bahkan sebelum kita mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.

 

Hutan Aokigahara dan Logan Paul dengan video kontroversialnya

 

Cara memandang bunuh diri bagi masyarakat Jepang dan masyarakat dunia lain, pasti berbeda. Vlogger yang mungkin memandang konsep bunuh diri secara berbeda, adalah Logan Paul yang videonya tengah viral.

Paul Logan bisa mengolok-olok Aokigahara dan tradisi bunuh diri masyarakat Jepang sementara videonya menempati ranking 10 teratas dunia. Kontan, publik mengecam youtube karenea video itu bebas ditonton. Saya tidak akan membahas dunia maya sebab tidak memiliki kehalian di sana, tetapi lebih memilih menyikapi bagaimana kita memandang bunuh diri sebagai sebuah tradisi, dan sebagai sebuah perilaku yang tampaknya mulai lazim dilakukan.

 

Mengapa Bunuh Diri?

Sungguh, keprihatinan ini menyeruak mencermati kondisi sekeliling. Apalagi, tradisi bunuh diri lekat dengan masyarakat Jepang dan sekarang Korea Selatan, yang gelombangnya tengah diminati anak-anak muda Indoensia. J-pop dan K-pop sangat memikat; maka tak ada salahnya kita mencoba memelajari kultur kedua bangsa tersebut dan mengambil apa yang baik bagi Indoensia dan menyaring apa yang kurang tepat bagi bangsa ini.

Di novel Polaris Fukuoka, dikisahkan Yamagata Isao bunuh diri. Adiknya, Nozomi sempat berniat melakukan hal yang sama tetapi persahabatannya dengan Sofia mencegahnya melakukan hal ini. Mengapa Isao bunuh diri? Tekanan akademik dan tuntutan orangtua, yang berseberangan dengan bakat minatnya, membuat dirinya melakukan hal itu.

Mengapa saya mengangkat tema ini?

Saya pernah melakukan tes bakat minat untuk anak SMP. Dan ketika hasil tes keluar, saya konsultasikan dengan guru-guru sekolah; tampaklah bahwa orangtua tidak dapat menerima begitu saja bakat minat anak mereka. Ada seorang anak yang memiliki dua orangtua sukes sebagai ahli medis. Orangtuanya berharap anaknya pun seperti itu. Padahal ketika tes bakat minatnya keluar, yang muncul adalah kecenderungan literasi, aesthethic dan social service! Sungguh tidak nampak kecenderungan ke sains dan medikal. Sangat disayangkan bila orangtua masih memaksa anak-anaknya menjadi sesuatu, karena pertimbangan status dan ekonomi.

 

Kutipan percakapan Sofia dan Nozomi membahas bab bunuh diri

Demikian pula Isao.

Ia yang sesungguhnya ingin jadi pemusik, dengan kecerdasan otaknya dipaksa harus menjadi mahasiwa di universitas terkemuka. Begitu pula Nozomi. Tentu saja, diharuskan demikian karena bisnis keluarga mengharuskan para pewaris harus menekuni ilmu tertentu dan menguasai keahlian tertentu; walau bakat minat tidak mendukung.

Demikianlah, sebuah ironi.

Kemajuan dan kemapanan, bila tanpa pemahaman emosional yang baik dan pendekatan nurani akan menimbulkan kekacauan hati dan kegalauan pikiran. Dan, begitu mudahnya orang memutuskan bunuh diri ketika kalah.

“Di titik apa seseorang memutuskan bunuh diri?” tanya Sofia pada Nozomi.

“Di titik ketika mereka merasa diabaikan,” jawab Nozomi.

 

Perbedaan Budaya dan Tradisi

Eropa dan Amerika berbeda.

Di wilayah ini, kultur individualis telah terasah sejak dini. Kemandirian, memutuskan sesuatu secara individual dan bukan kolektif; biasa dilakukan. Anak tidur terpisah sejak kecil, anak usia 18 tahun bebas hidup serumah dengan pacarnya, anak remaja naik mobil dan mengkonsumsi alkhol ; sudah diputuskan sejak usia 18 tahun. Diabakan, hidup sendiri, sudah menjadi kebiasaan; walau akhir-akhir ini fatherless family pun memunculkan masalah baru. Terbiasa mandiri dan individualis itu bukannya tanpa masalah.

Bagaimana dengan dunia timur : Indonesia, Jepang, India, Korea?

Kita masyarakat kolektif.

Menikah butuh pertimbangan paman bibi, kakak adek, kakek nenek, tetangga sepupu dll.

Kuliah pun demikian. Cari jodoh pun demikian. Bekerja pun demikian. Maka pertimbangan banyak orang seringkali jadi perhatian yang memusingkan. Walau diri sendiri sudah tak mampu menanggulangi, tetap harus memikirkan oranglain. Inilah ironisnya.

Perasaan tertekan dan tidak mampu mengungkapkan apa yang ada di dalam benak dan hati; bagi masyarakat timur lambat laun menjadi batu yang menghimpit. Maka bila tidak dikomunikasikan, disalurkan dengan baik; di titik tertenu menajdi perasaan kalah yang membabi buta : mati lebih enak (seperti sebuah novel karya Alistair Maclean). Walau ternyata, di novel tersebut dikisahkan, perjuangan seseorang untuk mati sama sulitnya seperti perjuangan seseorang yang mencoba hidup!

 

Mengatasi Bunuh Diri

Peduli, itu kuncinya.

Mindfulness of others, cobalah mempertimbangkan pikiran dan perasaan orang lain. Cobalah peduli dan berbicara pada orang yang tengah membutuhkan sandaran dan telinga; sebagaimana yang dilakukan Sofia dan Tatsuo pada Nozomi. Memang, orang yang tengah punya masalah bisa jadi sangat membebani. Mereka mengungkapkan keluhan dan permasalahan sementara orang yang tengah mendengarkanpun jugamemiliki segudang masalah yang tak kurang beratnya; tetapi itu dilakukan karena hati dan batin mereka, mental mereka sedang rapuh dan sakit. Kalau kita sedang banyak pikiran, inginnya mengomel, kan? Lagi marah, pinginnya mengumpat. Lagi sedih, inginnya meratap dan menangis.

Demikian pula dengan orang yang punya banyak beban menghimpit, sampai tak tahu harus bagaimana lagi. Mereka ingin mengosongkan pikiran dan hati yang pepat, ingin mencurahkan keluar, ingin mencari tempat pelarian. Masih untung bila mereka menemukan teman, sahabat, saudara yang jadi tempat berbagi. Kadang, ingin curhat di medsos bukannya dapat simpati dan empati; malah dimaki-maki.

Maka, di pusat-pusat rehabilitiasi mental kita akan menemui orang yang afeksinya tumpul. Sedih banget, mendapat penderitaan bertubi, menerima kemalangan beruntun; malah tertawa (ini sebetulnya salah satu tanda ketumpulan afeksi yang harus diwaspadai) Orang skizofren tidak lagi tahu beda bahwa sedih itu menangis dan senang itu tertawa. Mereka marah, senang, sedih, biasa, akan  selalu tertawa. Depresi dan skizofrenia yang akut; bisa menimbulkan pemikiran shortcut . Entah itu melukai oranglain, atau bila tak memiliki kekuatan melukai oranglain, akan berbalik melakukan self-harm. Awalnya hanya menjambak diri sendiri atau membenturkan kepala, tetapi lambat laun bila tak tertahankan, akan melakukan hal pintas yang dianggap mengakhiri penderitaan.

Bunuh diri adalah perilaku yang harus diwaspadai.

Berbeda dengan pelaku free sex, drug abuse, pornografi dsb yang masih dapat diperbaiki, bunuh diri sungguh fatal sebab pelakunya langsung meninggal dan tak ada lagi yang dapat diperbaiki. Maka pemerintah dan masyarakat harus waspada terhadap kasus ini. Paul Logan mungkin harus mendapatkan peringatan tetapi videonya membuat orang terhenyak : apakah sekarang perilaku bunuh diri sudah tidak membuat orang menjerit, menangis, dan ngeri; tetapi malah membuat orang excited dan tertawa? Apakah sesungguhnya Logan Paul itu kita : semakin lucu (meski prank dan menyusahkan orang), semakin menakutkan, semakin sadis, semakin membuat bulu kuduk merinding maka itu akan membuat klik meninggi dan viewers membanjir?

Semoga video Logan Paul tidak mencerminkan kita. Ia telah membuat klarifikasi videonya tentang Aokigahara yang terkenal sebagai  suicide forest. Di video tersebut, Logan Paul mengambil video dengan latar belakang tubuh orang yang mati bunuh diri sembari tertawa-tawa dan mengunggah ungkapan yang kurang pantas.

Ke depannya, kita harus mewaspadai dengan perilaku dan kecederungan teman-teman kita, keluarga kita untuk beunuh diri.

Atau bahkan, kita harus mewaspadai diri sendiri, apakah telah tampak keinginan untuk bunuh diri?

 

 

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Catatan Perjalanan Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY WRITING. SHARING.

Baju Sial, Laba yang Bawa Rezeqi & Larangan Makan di Cobek

Percaya ada baju yang bawa sial? Saya punya 1. Moga gak nambah, sebab punya 1 aja udah buat senewen. Setiap pakai baju itu ada aja hal menjengkelkan terjadi. Bahkan, teman, sedang memikirkan untuk menulis cerita ini aja…eh mendadak saya lagi di kamar mandi lampu mati sampai teriak-teriak, “helloooo! Adakah yang gangguin Ummi dengan matikan lampu kamar mandi?”

Hehehe, sebab saya suka iseng gangguin anak-anak. Kalau mereka di kamar mandi, saya matikan lampu.

Baju ini sering banget buat saya kesal. Padahal baju ini salah satu baju resmi yang pantas dikenakan buat acara formal. Dulu berupa kain hadiah seseorang, dan saya jahitkan menjadi sebuah baju. Sampai-sampai saya berpikir : jangan-jangan ketika baju ini dibuat, ada ritual tertentu hingga selalu aja ada hal jelek mendatangi.

Mau tau apa aja hal menjengkelkan yang terjadi?

Mulai disemprot orang, kesasar, kejadian-kejadian yang tak diharapkan terjadi (tebak sendiri!), hingga delay pesawat berjam-jam. Malu gak sih, pas saya mau ngisi acara pakai baju ini tetiba izin ke panitia,” maaf dek, ada kamar mandi? Saya mau ke belakang.”

Tetiba perut mules tiada tara! Padahal biasanya kalau saya mau ngisi acara, saya akan atur jadwal makan : gak boleh pedes, gak boleh MSG, gak boleh instan dll. Perut saya tergolong sensitif (pake bangettt).

Saya anggap baju ini bawa sial. Atau pertanda sial. Atau penyebab sial.

Yah, akhirnya, baju ini saya simpan aja di lemari. Mau dikasih orang juga gak mungkin. Selain baju itu kenang-kenangan, andaikata benar bawa sial, masa saya delivery ke orang kesialannya?

Sampai suatu ketika, saya merenung.

Habis baca buku Marie Kondo, bahwa barang-barang yang tidak menimbulkan kebahagiaan lebih baik disingkirkan; saya mulai berpikir tentang baju itu. Dibuang, enggak. Dikasih ke orang, enggak. Dirombeng, enggak. Kalau disimpan, ditumpuk-tumpuk di lemari, gak digunakan sama sekali; hanya akan mengundang ketidak berkahan. Maka tak ada cara lain kecuali mencoba memakai baju ini lagi, dan melawan kesialannya.

Hari itu, hati deg-degan.

Wah, kesialan apa yang akan aku alami hari ini?        Dag dig dug. Menduga-duga. Berpikir-pikir. Menerka-nerka.

Sejak belum pakai baju itu, hati ini berdoa, berbisik pada Allah Swt ,” Ya Allah, andai baju ini bawa sial, lindungi aku dari kesialannya. Andai baju ini buruk, lindungi aku dari keburukannya.”

                       Baju ‘sial’ yang jadi untung

Sejak belum pakai pakai baju itu aku banyak baca istighfar, shalawat nabi dan segala macam dzikir yang dapat terucap. Luarbiasa, hari aku memutuskan pakai baju ‘sial’ itu, ternyata ada banyak keberuntungan terjadi. Aku mengisi 2 acara , mendapat banyak bingkisan dan mendapat banyak teman baru serta pengalaman baru. Nyaris hari itu tidak ada kejadian mengesalkan, kecuali 1x saja yang kuanggap, yah, kebetulan belaka. Kira-kira, apa yang mengubah baju ‘sial’ itu jadi baju ‘untung’?

  1. Berdoa kepada Allah Swt sebelum memakainya.
  2. Sepanjang memakai baju itu banyak istighfar, baca shalawat dan dzikrullah
  3. Selalu positif thinking
  4. Banyak senyum agar happy
  5. Mempersiapkan agenda hari itu dengan matang agar tidak tertimpa eksialan yang sesungguhnya merupakan kecerobohan kita

 

                        Laba-laba pembawa rezeqi

“Kalau ada onggo-onggo, jangan diusir!”

Itu kata ibuku, berpesan kepadaku agar behati-hati bila melihat onggo-onggo.

 

laba laba gonggo
Laba Gonggo (Onggo-onggo)

Tahu onggo-onggo? Sejenis laba-laba yang biasanya nangkring di sudut pojok dinding rumah, dan binatang ini tidak selalu terlihat. Sesungguhnya, ada beberapa hewan yang dianggap pembawa keberuntungan atau malah kesialan. Tokek, yang disunnahkan untuk dibunuh, ternyata oleh orang Jawa dianggap pembawa berita baik. Kejatuhan cicak, dianggap sebagai pertanda sial.

Bagiku, tokek hewan yang menakutkan. Dan gigitannya kata orang cukup berbahaya. Maka aku merasa lebih baik hewan ini diusir dari rumah, bila kita tak mampu membunuhnya. Perihal laba-laba, aku ingat bahwa ini salah satu hewan yang melindungi persembunyian Rasulullah Saw di gua bersama sahabat beliau Abubakar ra. Maka, terlepas dari ia membawa berita baik atau tidak, aku memang enggan mengusirnya. Kecuali bila sarang laba-laba di sudut rumah sudah  menumpuk-numpuk.

Bagaimana dengan kupu-kupu?

Kata orang-orang Jawa kuno, adanya kupu-kupu pertanda akan mendapat tamu tak diundang. Umumnya tamu yang membawa kabar bahagia. Entah benar atau tidak, tapi semasa kecil rumahku pernah kemasukan kupu-kupu. Lalu trataaaa….nenekku datang tiba-tiba. Wah senang sekali! Mungkin saja itu kebetulan belaka.

Berbagai kepercayaan yang berkembang di masyarakat, sesungguhnya merupakan pengetahuan empiris yang tidak dapat diambil kesimpulan mutlak berdasarkan teori yang sudah baku.

Kepercayaan bahwa anak perempuan yang menyapu tak bersih akan punya suami brewokan, menjadi salah satu nasehat yang sering diungkapkan orangtua pada anak-anak perempuan. Yah, kalau orang barat dan orang Turki yang dari sononya sudah bawaan brewokan, apa berarti semua istri mereka gak pintar menyapu rumah? Kadang, ancaman-ancaman untuk menakuti anak atau cucu, bermanfaat supaya mereka segera menghindari perilaku yang kurang baik.

Sambal di cobek.JPG
Jangan makan nasi di cobek!

“Jangan makan nasi dari cobek, nanti jauh jodohnya!”

Sambal di cobek yang tinggal sedikti, enak banget kalau dicolek dengan nasi. Tapi emang sih, melihat orang makan dari cobek, rasanya gimanaaa gitu. Maka orangtua biasanya bilang : nanti jauh jodoh.

“Jangan duduk di depan pintu. Nanti jauh jodoh!”

Yah, kalau orang duduk di pintu, biasanya bikin sebel kan? Menghalangi yang mau lewat dan terpaksa bilang : permisi, nyusun sewu, ngapunten blablabla. Serba nggak enak kan? Maka dibilanglah : jauh jodoh.

Ada nasehat-nasehat trasidional yang masih dapat digunakan dan bahkan menjadi pedoman, namun sebagian yang lain, perlu diperhatikan karena kebaikan isi nya dan tidak perlu diyakini sebagai hal yang sungguh akan terjadi. Misal, terpaksa duduk di pintu karena saat pengajian, ruang tamu shahibul bait dipenuhi jamaah pengajian dan kita terpaksa duduk di pintu, maka bukan berarti jodohnya jauh.

 

 

 

 

Kategori
Artikel/Opini da'wahku Dunia Islam Oase Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Ketika Issue Negatif terhadap Ulama Tidak Berpengaruh

 

 

Kampanye hitam dan issue negatif terhadap satu pihak sudah digunakan sejak lama untuk menjatuhkan martabat lawan, dan diharapkan dapat mendongkrak posisi penyerang. Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah Saw dianggap sebagai penyihir dan pendusta tetapi semua terbantahkan sebab jejak hidup beliau memang tidak tercerminkan dalam berita bohong yang tersebar. Fitnah terhadap Aisyah ra dalam kisah terkenal haditsul ifki, dihembus demikian kuat, tetap tak dapat menghitamkan jejak ummahatul mukminin shalihat yang terkenal sangat cerdas serta sangat menjaga shaumnya. Muhammad Al Fatih pernah dianggap berambisi pada kekuasaan dan melakukan konspirasi ketika dua saudara laki-laki tiri Al Fatih, Ahmad bin Murad dan Alauddin Ali, meninggal terbunuh. Namun kampanye hitam itu terhapus. Sebab bagaimana mungkin orang dengan watak licik mampu mengorganisasikan pasukan bernyali sekaligus luhur budi? Ketaatan dan kedekatan Al Fatih pada ulama besar di masanya seperti Mollah Ghorani dan Aq Syamsuddin, semakin menghapus berita dusta. Mereka yang dekat dengan ulama, adalah mereka yang tahu batas antara kebenaran dan kebathilan.

syaikh-yusuf-qardhawi-dan-dr-hidayat-nur-wahid
Syaikh Yusuf Qardhawi & Dr. Hidayat Nur Wahid

Dalam surat al Maidah ayat 41 dikabarkan bahwa orang-orang Yahudi gemar sekali percaya pada berita bohong – hoax istilah zaman sekarang. Hoax dengan komponen yang membangkitkan bias negatif memang sangat digemari masyarakat, utamanya karena informasi ini benar-benar memainkan perasaan, keputusan, serta bagaimana proses informasi di jalur mental seseorang berjalan (Lang, Park, et al, 2007)

Apakah kampanye hitam terhadap pihak lawan bermanfaat untuk menjatuhkannya, memperkuat posisi penyerang dan memenangkan pertarungan? Apakah hoax dan bias berita negatif akan mengunci seluruh informasi dan benar-benar membuat orang hanya cenderung ke satu sisi?  Penelitian di lapangan akan memberikan jawaban.

 

Membangun Emosi Negatif

Emosi negatif terhadap kampanye hitam membuat kualitas dan kuantitas seseorang menurun dalam pertimbangan politik, pencarian informasi maupun penambahan pengetahuan politik.

yusuf-qaradhawi-biografi-web-2
Syaikh Yusuf Qardhawi, Dr. Hidayat Nur Wahid, ulama-ulama

Secara garis besar emosi manusia terdiri atas lima hal : marah, takut, jijik, bahagia dan sedih. Tiga emosi negatif yang pertama menjadi bahan penelitian ahli sosial yang mengaitkan dengan issue-issue di media, terutama media sosial. Emosi jijik tersisih, yang tersisa adalah emosi marah serta takut yang memberikan informasi penting. Ternyata respon fisiologis dan kognitif manusia amat sangat berbeda saat merespon takut dan marah.

Rasa takut terhadap issue negatif politik membuat orang terpacu mencari informasi dan belajar politik (Valentino et al, 2008) Tetapi tidak dengan rasa marah. Rasa marah akibat kampanye negatif membuat dampak yang berbeda dari rasa takut. Mereka yang terpicu amarahnya justru akan berbalik dari rasa takut; pada akhirnya enggan belajar politik sebab beranggapan politik adalah hal paling busuk dalam sejarah tatanan manusia. Pertimbangan-pertimbangan terhadap politik menajdi sarkastik, atau malah pragmatis.

Pendek kata, kampanye negatif yang membangkitkan rasa takut akan menjadikan orang lebih berperilaku positif,  dalam hal ini terkait information seeking dan recall. Namun kampanye negatif yang membangkitkan amarah akan menjadikan orang berperilaku negatif baik dalam information seeking maupun recall.

Informasi negatif lebih dapat membangun respon emosional, kognitif dan perilaku dari target sasaran dibanding informasi netral dan positif. Apakah para penyerang bermaksud demikian? Boleh jadi. Berita-berita yang menebarkan kemarahan akan cepat sekali mendapatkan respon masyarakat, dibanding berita yang menebar ketakutan. Masarakat diharap membuat respon cepat yang bedasarkan pertimbangan cognitive heuristic , tanpa sempat mencari informasi yang akurat dalam membangun kerangka berpikir yang menuju ke arah penyelesaian solutif. Ingatkah beberapa hari lalu beredar di media sosial tentang unggahan status seseorang yang ingin membeli al Quran dan kertas di dalamnya dipakai untuk membersihkan tinja? Atau unggahan pihak-pihak yang mengatakan sosok ini bukan ulama, sosok itu adalah penebar makar, dengan bahasa-bahasa yang menmbangkitkan kegusaran. Untungnya, masyarakat Indonesia semakin waspada sehingga melakukan information seeking terlebih dahulu sebelum bertindak.

Kali ini,  masyarakat pun dibuat marah dengan pemberitaan terkait ulama yang mendapatkan perlikau tak pantas di ruang persidangan. Padahal, dalam struktur kaum muslimin, ulama dihormati sedemikian dalam dan luas sebagaimana agama lain menghormati para pemimpin spiritualnya. Masyarakat seperti  artis, pejabat, penguasa terbiasa mendatangi ulama untuk beragam kepentingan. Rakyat kecil dan selebritis umumnya membutuhkan kehadiran ulama sebagai penyejuk hati dalam menghadapi seribu satu persoalan hidup. Pejabat dan penguasa mendatangi ulama untuk fatwanya, untuk dukungan kekuatannya,  untuk penggalangan suara dari ratusan ribu bahkan jutaan santri yang dimiliki para alim ulama.

Kita berhutang budi pada ulama

 

Dampak Kampanye Hitam Terhadap Ulama

Apakah tujuan kampanye hitam dengan menebar issue negatif?

Salah satunya adalah agar masyarakat memiliki ingatan lebih memorable ketika me-recall satu informasi yang pernah masuk dalam ingatan. Ingatan ini betul-betul tajam dan diharapkan dapat membantu di ruang-ruang pemilihan. Menjatuhkan seseorang akan membuat pihak penyerang mendapatkan posisi angin. Ingatan ini membuat masyarakat cenderung ke satu pihak, dengan kecenderungan yang sangat besar. Harapan ini tampaknya berbeda dengan penemuan di lapangan, bila memang kondisi yang terjadi benar-benar jujur tanpa rekayasa.

Kampanye hitam dengan issue negatif justru menurunkan rasa political efficacy, kepercayaan terhadap pemerintah dan secara keseluruhan merusak public mood  (R. Lau et all, 2007). Rakyat semakin resah dan tidak memiliki mood baik terhadap politik, enggan pula mencari informasi yang akurat, pada akhirnya lebih mempercayai berita hoax dibanding percaya pada kebenaran. Bila rakyat lebih percaya pada issue-issue negative –terlebih hoax-, dapat kita bayangkan. Negara adidaya seperti Amerika pun dibuat limbung sebab presidennya, pemerintahannya, rakyatnya saat ini lebih mempercayai issue negatif. Tidak selamanya berita hoax dan issue negatif  menguntungkan pihak penyerang sebab pada akhirnya baik informasi negatif yang menimbulkan rasa takut dan marah akan menghasilkan satu sikap : information seeking dan recall.

 

Ingatan terhadap Ulama

Recall adalah proses memanggil ulang yang sangat penting dalam proses kognitif. Dalam bersikap dan bertindak, manusia seringkali melakukan berlandaskan azas kognitif dengan memanggil ulang informasi yang pernah didapat. Bagaimana orangtua menghadapi anak-anak, dengan memanggil ulang ingatan masa lalu terhadap apa yang pernah dialami sendiri di masa kanak-kanak. Bagaimana menghadapi situasi, dengan memanggil ulang informasi yang membantu mengatasi situasi tersebut.

Recall atau memanggil ulang ingatan terhadap ulama, telah kita miliki bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.

Apa skema dalam otak kita terkait ulama?

Mereka yang memiliki pesantren, mengurus anak-anak yatim hingga anak-anak yang paling dibuang masyarakat. Mereka yang memiliki ilmu agama mendalam dan luas, menempuh pendidikan di pusat-pusat studi Islam di seantero tanah Arab, Afrika dan keseluruhan Maghribi. Mereka yang menghabiskan hari-hari dengan mengorbankan seluruh hidup bagi agama. Mereka yang babat alas, mendirikan pesantren mulai dari nol hingga menjadi madrasah besar. Mereka yang bergerak dalam diam, ketika para politisi berorasi di atas mimbar dan pengusaha mempertontonkan kesuksesan. Mereka yang  saat hidupnya dicari untuk dimintai nasehat, mereka yang saat wafatnya ditangisi para pelayat.

Membuat issue negatif terhadap ulama di Indonesia, tidak akan membuat masyarakat me-recall informasi negatif terhadap sosok tersebut. Sebab selama puluhan tahun, informasi yang tertanam di benak adalah keluhuran dan kemuliaan mereka. Memang, ada ulama yang lebih mencintai dunia dan tidak berpihak pada masyarakat yang menderita, namun prosentasenya sangat sedikit. Ribuan alim ulama di negeri ini, mendampingi masyarakat di saat-saat sulit. Memberikan nasehat agar rakyat selalu bersabar dan bukankah nasehat ulama ini sangat bermanfaat bagi posisi penguasa?

Maka, kampanye hitam terhadap ulama, issue-issue negatif yang menyudutkan ulama, berita-berita bohong dan berita yang memicu kemarahan terkait ulama tidak akan mengubah proses recall masyarakat terhadap profesi mulia ini. Sungguh, ulama adalah asset bangsa yang luarbiasa, yang posisinya didapat bukan karena harta atau pangkat, tapi karena ilmu dan kemuliaan.

Bila Ali Sadikin yang spektakuler membangun Jakarta saja begitu menghormati Mohammad Natsir sang ulama, lalu apalah kita yang belum berbuat apa-apa; berani mencaci maki ulama?

 

Sinta Yudisia

Penulis dan Psikolog Klinis

Kategori
da'wahku Hikmah Jurnal Harian Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian WRITING. SHARING.

Arti Ulama bagiku dan keluargaku

 

 

Jauh sebelum gonjang ganjing jagad perpolitikan, keluargaku telah mengenal kiai dan ulama. Kami memanggil ulama itu dengan sebutan “pak Yayi, Gus, Kiai, Ustadz”. Tergantung kebiasaan santri masing-masing. Para kiai atau ulama yang kami sambangi, mungkin tidak setenar Habieb Rizieq, Hidayat Nur Wahid, Bachtiar Natsir, KH MA’ruf Amin. Tapi kehadiran mereka sungguh-sungguh kami rasakan demikian dekat, demikian mengayomi, demikian membantu. Ada beberapa peristiwa kritis dalam hidup kami yang ,tanpa bantuan alim ulama, entah hidup kami seperti apa jadinya.

  1. Ketika remaja, ayahku didagnosa penyakit diabetes namun rangkaian sakitnya benar-benar aneh. Kata orang-orang, ayah kami kena santet. Saat itu aku belum pakai jilbab dan agamaku masih jauh sekali dari cukup. Aku ikut saja mamah pergi dari satu kiai ke kiai yang lain. Umumnya mereka memiliki analisa sama : ayahku terkena santet. Satu yang mengesankan dan akan kukenang sampai kapanpun, para kiai tersebut mengatakan : “tidak usah dibalas santetnya. Biarkan saja. Yang penting Ibu rajin sholat.” Dalam bayangan anak kecil seprtiku saat itu : ngapain gak balas santetnya? Dikirim balik aja biar mereka juga mati dan merasakan sakit seperti ayah. Belasan tahun kemudian kusadari, para kiai itu mengajarkan hal sederhana kepada kami : bab aqidah. Serahkan saja pada Allah karena itu perkara ghaib. Lagipula, setan suka membuat makar : bilang kalau penyantetnya adalah si A, padahal bukan. Lalu kita kirim balik, maka kita akan mendapatkan dosa yang  sangat besar.

 

  1. Ketika harta kelaurga habis sehabis habisnya. Masih dalam rangkaian santet. Semua asset keluarga tak bersisa. Rumah, mobil, perusahaan, tanah-tanah. Mamah pintar berbisnis. Beliau sempat menabung dan membelikan setiap anaknya rumah untuk masa depan. Belum sampai rumah itu dibagikan, semuanya ludes-des-des. Tidak ada yang tersisa bahkan perabot pun harus binasa. Entah terjual, hilang, atau diambil orang. Mama menyambangi satu kiai ke kiai yang lain. Jawaban mereka sama : sedekah, sedekah, sedekah. Mama awalnya nggak menyadari, denial Wong lagi susah kok malah sedekah. Belakangan b eliau baru sadar….selama ini harta sedemikian banyak tidak pernah dibersihkan dengan zakat, infaq, sedekah. Mama masi minim sekali pemahaman agamanya. Perlahan, dengan didampingi para alim ulama, pemahaman agama mama berangsur membaik dan beliau sering menyarankan pada anak-anaknya untuk memperbanyak sedekah.

 

  1. Setiap keluarga memiliki masalah kritis. Keluarga kami diuji Allah Swt dengan beberapa ujian yang bukan saja bab harta. Abang, sejak muda terlibat narkoba. Entah berapa kali sudah mama harus berurusan dengan polisi, rumah sakit, orang-orang yang mengamuk karena barang mereka menghilang (penderita narkoba akan melakukan apapun untuk membeli barang). Rumah ssakit hanya mampu mengobati sesaat. Kepolisian lebih meneyrahkan perkara itu untuk ditangani dengan cara kekeluargaan. Lalu, kemana seorang janda seperti mama yang telah habis ludes barang-barangnya mengobati abangku yang telah menjadi pecandu? JAwabannya adala pesantren dan para kiai atau ulama. Mereka mempersilakan mamaku yang tak punya uang untuk datang ke pesantrennya. Mereka memeprsilakan abangku untuk tinggal di pesantren-pesantren beliau. Betapa kehidupan ulama,s antri dan pesantren demikian “hidup” dan sederhana.

muslim-scholars
Ulama Islam

“Sin, Mama belum pernah makan seperti di pesantren X. Hanya pakai sayur jipang bersantan tapi enaaak banget, Masyaallah. Kalau di pesantren Y Mama cuma makan nasi sama teri. Ya Allah…kenapa makan di pesantren2 itu terasa nikmat banget ya?”

“Di pesantren A, kita jarang banget tidur, Sin. Tapi kok badan Mama jadi fit ya. Kita tidur seringkali sampai jam 22.00 atau malah jam 24.00. Nanti jam 02.30 sudah bangun untuk mandi wuwung –mandi keramas. Ternyata nikmat banget ya…habis itu sola tmalam. Lanjut Shubuh.”

“Di pesantren B Mama diajak shaum Daud. Mama gak pernah berpikir kuat puasa Daud, ternyata luarbiasa. Kamu harus coba, Sin!”

Ketika ada kerabat yang mengalami problematika rumah tangga luarbiasa, kami membawanya kepada para kiai. Para kiai dan ulama tersebut bukan psikolog, bukan konselor, bukan konsultan. Tapi ucapan-ucapan beliau sangat menohok hingga membuat orang-orang yang bermasalah itu menunduk, kadang bercucuran airmata.

Ini beberapa nasehat ulama yang menohok para saudaraku yang tertimpa musibah dalam pernikahannya.

“Gimana mau tentrem rumah tangganya? Rumahnya gak pernah dipakai sholat berjamaah!”

“Pernikahan itu, kalau suami istri gak mau saling mensyukuri, ya akan terus menuntut. Akan panas! Akan membuat rezeqi mampet!”

“Kalau suami sudah tidak bisa menjadi qowwam, lelaki yang seharusnya menjadi pemimpin dalam  urusan agama, maka perempuan boleh menggugat cerai.”

“Nduk, berhati-hatilah ketika berbuat salah ya. Nanti membayarnya susah sekali…”

 

  1. Pengalaman nenekku, almarhum. Nenek ini orang yang luarbiasa, demikian cantik dan sabar serta sangat halus bertutur kata. Namun, bukan berarti beliau tidak pernah marah. Konon kabarnya, kalau beliau marah bisa takut orang-orang di sekitar. Ya, biasanya orang yang sabar sangat mengerikan ketika meledak! Putri nenek 4 orang , perempuan semua (mamaku putri beliau yang pertama). Nenek janda ketika mama masi sangat kecil, dapat dibayangkan pahitnya perjuangan beliau membesarkan 4 anak perempuan di era penjajahan Belanda, Jepang, maupun masa-masa sulit Indonesia di awal kemerdekaan. Menghadapi 4 orang putri yang luarbiasa tantangannya, sering membuat nenek menangis. Kemana nenek yang janda, dilanda kesulitan mulai anak-anaknya kecil hingga putrid-putrinya dewasa mencari bantuan?

Ke alim ulama.

Nenek bercerita padaku, “suatu saat, Nenek sangat sedih memikirkan mama kamu, Sin. Nenek lalu ke kiai A. Kata beliau : coba banyak-banyak baca Alam Nasyrah dan baca artinya.”

Waktu itu tafsir Quran belum seperti sekarang.

Nenek melanjutkan : “habis baca Alam Nasyrah, Nenek sadar. Allah telah melapangkan hidup Nenek. Selalu saja dilapangkan. Lalu dikasih ujian lagi. Dilapangkan lagi. Begitu seterusnya. Bacalah itu kalau kamu tiap kali merasa susah ya.”

old-quran
Old Quran

  1. Sebagai konselor dan psikolog, aku selalu lari ke alim ulama. Mengapa? Sebagai terapis, aku tau bagaimana menjalankan tahapan psikoterapis mulai awal, mengakhirinya hingga psychological report writing. Tetapi di titik mana aku harus meningatkan klien-klienku untuk terus bertahan dengan masalah mereka atau segera move on, utamanya dalam kasus pernikahan? Tentu, fatwa para ustadz, alim ulama, telah membantuku dan menyelamatkan –atas izin Allah Swt- banyak keluarga-keluarga : teruskah mereka hidup bersama pasangan atau bismillah, berpisah?

Seorang alim ulama pernah memberikan nasehat yang menjadi panduanku dalam proses piskoterapis dan konseling, utamanya kasus pernikahan :

Bila pasangan murtad, maka otomatis lepaslah tali ikatan pernikahan

Bila salah satu pasangan bermaksiat (berselingkuh, berbohong, melakukan tindak criminal, KDRT pada pasangan dan anak, suami tidak mau mencari nafkah, gangguan orientasi seksual,  dll) maka dikembalikan pada kekuatan pasangan apakah mau bertahan ataukah tetap terus. Tetap terus disini dengan niat semua tahapan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dengan upaya semaksimal mungkin memperbaiki kondisi yang ada. Misal, bila pasangan berselingkuh, apakah pasangan di satu sisi akan bertahan, memaafkan, memperbaiki kondisi dll? Sangat tergantung dalam proses konseling, psikoterapi dan perkembangan keluarga tersebut.

Sungguh, tanpa bantuan para ustadz, kiai dan alim ulama; apa jadinya profesi-profesi yang berkaitan hidup dengan orang banyak seperti dokter, psikolog, guru, PNS dan lainnya?

syaikh-yusuf-qardhawi-dan-dr-hidayat-nur-wahid
Syaikh Yusuf Qardawi & Dr. Hidayat Nur Wahid

Teman-temanku para dokter, mereka sungguh berpegang pada fatwa ulama dalam menjalani profesi mereka. Teman-temanku para ibu dan istri, mereka sunggu berpegang pada fatwa ulama dalam memilih menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan karir yang gilang gemilang. Teman-temanku para perempuan bekerja, mereka berpedoman pada fatwa ulama bagaimana berdandan, tetap patuh pada suami, tetap membagi perhatian dengan anak-anak. Teman-temanku para pedagang, mereka berpegang pada fatwa ulama bagaimana cara berbisnis mulai dari promosi hingga jual beli. Teman-temanku yang berada di instansi pemerintah, dalam segala jajaran institusi, berpegangan pada fatwa alim ulama perihal gaji, uang syubhat, maupun insentif. Teman-temanku di segala penjuru yang menjadi konsumen, berpegangan apda fatwa ulama tentang produk halal : dari obat hingga cara pengobatan, dari makanan hingga bahan baku. Teman-temanku berpegang pada fatwa ulama bagaimana cara mencari jodoh, bagaimana jujur dalam studi dan bekerja, bagaimana menjaga adab di media sosial.

Tak bisa kubayangkan, seperti apa kerusakan bagi diriku pribadi, bagi keluargaku, bagi keluarga teman-temanku dan setiap individu bila mereka tidak dipandu dengan ilmu ulama dalam menjalani hidup ini.

 

Kategori
Catatan Jumat Oase Psikologi Islam PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY WRITING. SHARING.

Tahukah Anda, Mimpi di Malam Hari Punya Makna Tertentu?

 

 

Pernahkah kita menyadari bahwa mimpi bukanlah sekedar bunga tidur namun merupakan sebuah isyarat akan suatu kejadian yang diilhamkan olehNya?

Tentu tidak semua mimpi perlu ditafsirkan, sebab kita belumlah se sholih nabi Yusuf a.s yang mampu menerjemahkan mimpi-mimpi raja dengan tepat.

Dalam kitab Fathul Bari tercatat sebuah doa, bila kita ingin bermimpi yang baik.

doa-fathul-bari
Doa minta diberikan mimpi yang baik

Allahumma inni as-aluka ru’ya sholihatan, shodiqotan, nafiatan, hafidzatan, ghoiro man-siyatin.

“Ya Allah sesungguhnya aku memohon padaMu mimpi yang baik, benar, manfaat, berkesan dan tidak terlupakan.”

Sebelum tidur, memang kaum muslimin disunnahkan bersiwak, berwudhu, membaca 3 surat terakhir. Kadang-kadang kita dihantui mimpi buruk sehingga Rasululla Saw mensunnahkan begitu bangun untuk membaca ta’awudz. Mimpi buruk sebaiknya tidak diceritakan, sebaliknya mimpi baik lebih utama diceritakan.

Bagi Sigmund Freud, mimpi adalah emosi-emosi yang ditekan sedemikian dalam akibat reaksi menghadapi sebuah kejadian. Orang yang bermimpi buruk  mungkin mengalami kejadian traumatic.Orang yang jatuh cinta akan memimpikan orang yang dipujanya.

Dalam Islam, tentu makna mimpi tidaklah sama seperti Freud.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menuliskan, saat seseorang tidur, beristirahatlah pula tubuh dan pikirannya namun semua inderanya sebetulnya dalam keadaan waspada penuh. Kulit kita lebih sensitif, maka sekalipun tidur kita dapat merasakan bila kecoak merambati lengan kan? Demikian pula mata, seolah-olah sangat tajam melihat sesuatu. Mimpi yang dapat diingat dengan baik setelah bangun tidur tanpa susah payah me-recall adalah isyarat Tuhan. Sebaliknya, mimpi yang lenyap dari ingatan adalah mimpi yang tidak memiliki pertanda. Demikianlah kata Ibnu Khaldun.

Lalu apa makna mimpi-mimpi kita?

Tafsir mimpi Ibnu Sirrin.JPG
Kitab tafsir mimpi Ibnu Sirrin

Berikut arti beberapa mimpi menurut pendapat Ibnu Sirrin. Ada ratusan tafsir mimpi di dalam buku tafsir beliau, namun saya sarikan berdasarkan mimpi yang juga pernah saya alami. Beberapa mimpi memiliki arti buruk. Saya pribadi bila mendapati mimpi yang bermakna buruk akan mencoba memperbanyak sedekah dan berdoa. Bukankah kata Umar ra, takdir dapat ditolak dengan doa? Begitupun kata baginda Rasul saw, sedekah dapat menolak bala?

  1. Gigi tanggal

Gigi tanggal bermakna anggota keluarga ada yang wafat. Saya ingat, dulu menjelang ayah dan eyang saya meninggal secara berdekatan, saya bermimpi gigi tanggal beberapa .

  1. Mengenakan pakaian

Mengenakan pakaian berwarna warni bermakna sukacita. Mengenakan pakaian hijau berarti akan mendapatkan kedudukan terhormat. Pakaian hijau adalah ciri khas penghuni surga. Sebaliknya bila pakaian yang dipakai berwarna kuning adalah isyarat sakit.

  1. Bercumbu dengan perempuan lain

Jangan cemburu membabi buta ketika bermimpi suami bercumbu dengan perempuan lain, bahkan sangat cantik! Ini bukan berarti isyarat suami berselingkuh.

Menurut Ibnu Sirrin, perempuan cantik bermakna kehidupan dunia. Bercumbu bersama perempuan cantik berarti akan bertambahlah beban hidup di dunia, entah itu dalam hal pekerjaan atau keluarga.

  1. Makan makanan lezat

Makan makanan bila terasa sekali kelezatannya berarti akan mendapatkan rezeqi dari Allah Swt.

  1. Menyusui anak-anak/ merawat anak-anak

Anak-anak berarti kesusahan, kerepotan. Bermimpi merawat anak-anak berarti akan mendapatkan kejadian-kejadian yang merepotkan.

 

  1. Memiliki rambut yang indah

Rambut indah diartikan sebagai mahkota, harta kekayaan dan martabat. Bermimpi memiliki rambut indah berarti akan bertambah kemuliaan dan kekayaan.

 

  1. Buang air besar

Buang air besar diyakini si pemimpi akan kehilangan uang dalam jumlah cukup besar karena satu kejadian. Bila bermimpi ini ; perbanyaklah doa, istighfar dan sedekah. Sebaliknya, mimpi membersihkan tinja atau kotoran bermakna baik.

 

  1. Mimpi membersihkan rumah

Mimpi membersihkan rumah insyaallah pertanda baik, si empunya akan mendapatkan rizqi dari Allah Swt.

 

  1. Mimpi bertemu seseorang

Mimpi bertemu seseorang memiliki makna akan mendapatkan bantuan atau pertolongan dari seseorang yang namanya tersebut dalam mimpi, atau seperti yang sifatnya sesuai nama dalam mimpi.

 10.Mimpi melihat mayat

Mimpi melihat mayat insyaallah pertanda baik, tanda si empunya akan mendapatkan karunia harta dari Allah Swt.

dream
Dream of night

Dalam menafsirkan mimpi ini tentu anda tak bisa seperti ahli nujum, dapat menerka arti mimpi-mimpi orang-orang. Bisa jadi, seseorang diberi mimpi yang sangat istimewa sehingga tidak ada arti tafsirnya . Mimpi juga sangat individual sifatnya. Saya sendiri mengalami mimpi-mimpi seperti yang di atas dan belum mengalami sekian banyak ragam mimpi seperti yang ditafsirkan Ibnu Sirrin.

Dalam kitab tafsir Ibnu Sirrin ada beberapa mimpi istimewa yang saya sendiri belum pernah mengalaminya dengan jelas. Mimpi itu seperti mimpi bertemu para Nabi. Ibnu Sirrin memiliki sendiri kategori arti mimpi mulai apa arti mimpi bertemu nabi Adam as hingga bertemu nabi Muhamamd Saw. Demikian pula, Ibnu Sirrin menyusun tafsir ketika kita bermimpi membaca surat-surat dalam al Quran. Bermimpi membaca surat al Fatihah, berbeda maknanya dari surat al Baqarah, demikian seterusnya.

 

Mengapa saya tertarik membahas mimpi?

Dream 2.jpg
Nightmare

Sebab saya lebih mempercayai makna mimpi sesuai pendapat alim ulama seperti Ibnu Khaldun dan Ibnu Sirrin, dibandingkan tafsir mimpi seperti Freud yang lebih banyak mengemukakan basic instinct dan perasaan ter-repress. Meski, tentu saja tidak semua pendapat Freud salah. Membaca kitab ulama, membuat diri ini merasa tenang dan tahu kemana harus melangkah.

 

Kategori
Cerita Lucu Oase Pernikahan PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Suami Istri

Bagaimana Merawat Cinta dalam LDR – Long Distance Relationship?

 

 

Tak dapat dipungkiri, di era sekarang, pasangan terpaksa berpisah karena tuntutan kesibukan masing-masing. Mungkin saja suami atau istri sedang menempuh pendidikan di luar kota, luar pulau, atau bahkan luar negeri. Padahal, sangat besar hasrat untuk bertatap muka setidaknya sekali sehari. Sangat ingin bertemu fisik, memeluknya atau bersalaman ketika suami pergi. Kenyataannya, tidak selalu suami istri dapat tinggal serumah karena satu dan lain hal. Ada pekerjaan suami yang mengharuskannya mutasi tiap beberapa tahun sekali sementara anak-anak tentu harus pindah-pindah sekolah bila ikut terus kemanapun ayahnya pergi. Idealnya memang demikian. Namun bila terpaksa menjalin LDR, apakah yang harus dilakukan pasangan?

LDR ini dapat terjadi ketika pasangan masih membina karier di awal-awal tahun pernikahan sebagaimana yang saya tulsikan dalam buku Psikologi Pengantin.

long-distance-relationship-ideas-300x224

 

  1. Doa

Jangan remehkan doa ya, seberapapun terlihat ringan. Ya Allah, jagalah dia untukku, misalnya dmeikian. Dunia ini dipenuhi partikel dan molekul yang saling bersinggungan dan memiliki keterkaitan. Gelombang elektromagnetik memengaruhi satu wujud materi dengan wujud yang lainnya. Doa-doa seorang ibu sangat bermanfaat bagi ianaknya, begitupun doa suami berguna bagi sitri dan demikian pula sebaliknya. Doakan ia disana sehat, semangat, bahagia dan setia.

Doa ini juga sangat bagus bagi afirmasi diri bahwa perjalanan cinta yang mengharuskan perpisahan menyakitkan akibat LDR seperti ini akan berjalan baik-baik saja hingga waktunya tiba berkumpul kembali.

Jangan lupa untuk mengingatkan pasangan disana agar juga berdoa. Toh doa tidak selalu harus dalam bahasa Arab.

“Sama-sama berdoa ya Say, agar kita dapat dipertemukan kembali segera olehNya.”

Siapa tahu, doa sepasang manusia yang sama-sama naik di langit ketujuh akan berjodoh di bawah ArsyNya dan terkabul menjadi sebua takdir pertemuan yang indah.

 

  1. Lakukan kebaikan

Sama seperti doa, dalam dunia ini selalu ada ‘karma’ , hukum alam bahwa kebaikan itu akan berbalik kepada si pelakunya.  Bersedekah secara rutin akan menolak bala. Bersedekah senyuman kepada orang-orang akan menuai kebahagiaan dan orangpun balik mendoakan kita.  Jangan suka berbuat buruk bahkan kepada hewan dan anak kecil yang tidak mampu menolak ancaman hehe…

Berhematlah. Jangan mentang-mentang tidak ada pengawasan maka diri bebas melakukan segala sesuatu. Tetaplah menjaga diri seolah-olah si dia ada di samping dan dapat memantau. Kalau si dia tiba-tiba memberikan kejutan waktu : tahu-tahu hadir dan ketahuan kalau kita lagi suka shopping dan menghabiskan waktu dengan hang out, serta tidak mempedulikan situasi rumah; runyam juga kan?

Ketika berjauhan, bukan berarti kendali menjadi lebih longgar, justru harusnya lebih ketat. Batasi hubungan dengan lawan jenis agar tidak terjadi syak wasangka.

 

  1. Positive thinking

Positive thinking adalah obat bagi penyakit-penyakit mental mulai yang berat dan ghaib macam terkena sihir dan santet hingga kecemasan (anxiety). Berita perselingkuhan, CLBK, cinta satu malam, TTM, friend with benefit, online infidelity memang marak. Tetapi tidak berarti pasangan melakukan itu semua lantaran ia jauh dari kita.

Be positive.

Be happy.

Dalam Islam, husnudzan, walaupun tidak menghilangkan kewaspadaan. Artinya, tidak selalu kewaspadaan ini dianggap sebagai bentuk ,”ini waktunya aku nyewa detektif!”

Bila sudah lewat 2 pekan, atau 1 bulan; luangkan waktu untuk bertemu pasangan secara fisik. Bila ada kendala keuangan atau kesehatan, ungkapkan secara jujur agar pasangan tahu bahwa tidak bertemunya fisik bukan lantaran karena cinta yang memudar.

kalung-cinta

  1. Manipulasi otak

Otak itu dapat dimanipulasi lho!

Pasti tahu kan metoda hypnotherapy, hypnoparenting, hypnoselling. Atau bentuk afirmasi yang mengatakan : aku bisa, aku bisa, aku bisa; padahal awalnya gak bisa. Lewat whatsapp, line, facebook, atau email; lewat telepon atau rekaman suara katakana ia cantik atau ia tampan. Katakana cinta dan rindu. Walaupun sebenarnya hati tak rindu (karena kenyataannya ada pasangan yang lebih senang ditinggalkan suami/istrinya untuk sementara waktu agar bebas  beraktivitas); tetap harus katakan rindu, kangen, ingin bertemu, cinta, dan seterusnya.

Manipulasi otak ini penting agar kita tetap merasa bahwa kitalah yang paling menarik bagi pasangan. Kitalah yang paling dirinudkannya. Kitalah yang paling rupawan sejagad raya. Dan dia pun merasakan hal yang sama.

 

  1. Usahakan ‘lempar’ joke setiap hari

Jangan setiap kali diskusi via whatsapp seperti ini

“Aduh, Pa, dua dapur berat ya. Mama pusing nih!”

“Anak-anak butuh perhatian. Gimana nih kalau sosok ayahnya gak ada?”

“Mas sibuk banget ya? Sampai-sampai gak sempat nelpon aku dan anak-anak?”

“Mama kirim via excell, lengkap dengan attachment semua bon pengeluaran kita ya!”

Gubrak deh!

Suami disana enggan membaca notifikasi pesan yang masuk, dari akun bernama mama pusing.

Kirim meme lucu agar dapat tertawa berdua. Tawa adalah obat ampuh bagi hubungan cinta lo!

  1. Jangan bawa emosi amat sangat saat online

Percayalah, bahasa lisan dan tulisan itu bedaaaaaa jauuuuhhh!

Jawab singkat bisa bermakna sejuta.

“Bisa ditelpon, Mas?”

Jawabnya : Y.

Hati sudah senewen. Sebelum dia disana selesai typing… maka kita sudah lebih dahulu mengirim : kok gitu jawabannya? Gak suka ditelpon ya?

Padahal mungkin si dia lagi mau lari ke kamar mandi, buang air kecil dulu biar pas di telpon gak kebelet-kebelet saking panjangnya isi aduan macam BAP.

 

Sumber gambar

http://livesadvice.com/tag/long-distance-relationship/

https://www.etsy.com/uk/market/long_distance_relationship

 

 

 

 

 

 

Kategori
Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY WRITING. SHARING.

Kejahatan #2 : Paradigma Uang

(Lanjutan dari  https://sintayudisia.wordpress.com/2017/01/17/kejahatan-1-ayah-peng-implant-dasar-kejahatan/ )

 

Koruptor yang mencuri jutaan, puluhan hingga ratusan juta, milyaran bahkan trilyunan; jelas bukan orang miskin. Pencuri kelas teri biasanya ber IQ rendah, tapi pencuri kelas kakap jelas ber IQ tinggi, genius atau malah gifted.

Apakah pencuri dan koruptor dilandasi niat yang salah?

Tidak selalu.

Murni (samaran) mencuri berulang-ulang karena kemiskinan. Ia harus menghidupi 2 anak, sementara suaminya entah kemana. Murni mendekam di penjara bolak balik karena tertangkap basah mencuri barang-barang elektronik. Sasarannya memang kompleks yang sepi tanpa satpam.  Bukannya Murni senang mendekam di balik jeruji, ia menyatakan keinginan untuk bekerja normal seperti jualan keripik atau laundry. Namun, (maaf), wajahnya sangat jelek hingga tidak melicinkan jalan baginya untuk menjadi pekerja walau hanya buruh rendahan.

Ita (samaran) melakukan korupsi, menggelapkan uang perusahaan. Ketika tertangkap ia berkilah, di ranah insdutri apa yang ia lakukan sudah biasa. Banyak perusahaan melakukan apa yang ia lakukan. Ita menggunakan uang di luar anggaran, dalam jumlah besar, untuk memberikan insentif pada karyawan. Alasannya, toh uang itu tidak ia pakai. Uang sebesar itu digunakan memberikan imbalan kepada karyawan yang memang membutuhkan.

bad_money_by_ibetterthanyou-d5140yw.jpg

Ada banyak orang seperti Ita yang saat tertangkap OTT oleh KPK atau polisi, menggunakan alasan : semua kesalahan ada di sistem yang berjalan. Tanpa  negosiasi tidak akan memenangkan tender, tanpa korupsi tidak akan mendapatkan jatah dana yang  digunakan untuk tujuan kebaikan, pelaku korupsi umumnya korban yang diumpankan oleh pihak tertentu.

Boleh jadi sistem memang salah.

Mengurus surat-surat, memasukkan sekolah atau kuliah, mendapatkan sertifikat, tertangkap tengah melanggar hukum; semua butuh uang. Membesarkan anak-anak dengan baik, fasilitas rumah-kendaraan-kesehatan-hiburan , konsumsi sehari-hari atau kebutuhan tahunan; semua butuh uang. Mustahil kita beli cabe , ditukar dengan doa kan?

“Bang, saya beli cabe tapi nggak pake uang. Balasannya, Abang setiap hari saya doakan.”

“Pak Guru bu Guru, saya nggak bsia bayar sekolah. Tapi bukankah jadi pengajar harus ikhlas? Ilmu itu amal jariyah. Kalaupun tidak dibayar di dunia, bapak dan ibu guru akan dapat surge di akhirat.”

Mustahil juga transaksi seperti di atas, walaupun dalam beberapa kasus memungkinkan terjadi.

Uang. Uang. Uang. Uang. Uang.

uang x.jpg

Uang mengatasi masalah kebutuhan sehari-hari. Uang mengatasi kebutuhan industry. Uang mengatasi masalah perpolitikan. Uang mengatasi urusan keluarga, masyarakat dan negara. Tanpa uang, roda kehidupan mati.

Benarkah?

Uang memang alat vital tetapi itu bukan satu-satunya alat yang dapat menyelamatkan segala situasi. Memberikan insentif pada karyawan memang penting namun bila keuangan perusahaan tidak memungkinkan, reward bentuk lain dapat diupayakan. Awalnya niat Ita baik. Namun niat baik tanpa cara yang baik, akan menggeserkan niat dan membuatnya mudah melakukan tindakan serupa di kemudian hari, dengan alasan berbeda.

Apa yang dilakukan Murni, serupa dengan yang dilakukan para PSK di wilayah Dolly pada awalnya. Niat mereka baik, namun melakukan dengan cara yang tidak baik. Banyak orang miskin datang ke wilayah Bangunsari, Tambak Asri, Klakah, Sememi, Bangun Rejo, Jarak + Dolly dengan tujuan mengais rezeki.

Menemani pelanggan berbicara, minum, lalu hubungan short time, dengan imbalan yang jauh lebih besar dari bekerja sebagai buruh. Awal PSK bekerja umumnya uang rutin dikirimkan ke kampung halaman. Lama-lama, uang tersebut digunakan untuk konsumsi pribadi seperti membeli pakaian, membeli gawai canggih, ke salon dan Spa secara rutin. Uang kiriman ke kampung pun macet.

Murni pun demikian. Pada akhirnya, uang hasil curiannya tidak digunakan untuk biaya anak-anaknya namun untuk keperluannya berhura-hura.

Sebagai klinisian, orang-orang seperti Murni dan Ita, juga para koruptor yang pada awalnya berniat baik, pantas dikasihani. Mereka merasa terjebak sistem, merasa dikorbankan, merasa harus melindungi banyak orang dan merasa harus memberikan reward pada banyak orang. Selama uang dianggap sebagai satu satunya alat yang dapat menuntaskan segala, maka selama itu pula uang dianggap dewa. Berapa jumlah uang yang seharusnya dimiliki? Tidak terbatas, sebab yang harus dihargai dengan uang banyak sekali.

Hiburan, harus dengan uang. Persahabatan, harus dengan uang. Koneksi, harus dengan uang. Branding, harus dengan uang.

Mahathma Gandhi adalah contoh nyata yang dapat menjelaskan bahwa uang bukanlah segalanya. Ketika orang-orang terpesona dengan gaya hidup ala Inggris yang elegan, ia memintal sendiri bajunya dan meninggalkan pisau-garpu. Dasi, sepatu, ditinggalkan berganti sandal sederhana. Ia berjalan kaki kemana-mana atau naik kereta ekonomi. Prinsipnya, kalau bangsa India memang harus hidup apa adanya dengan kemandirian, kesederhanaan , bahkan terlihat kampungan; biarkan saja. Karena memang inilah identitas bangsa.

Kita pernah mengenal kata gotong royong, dimana hubungan kekerabatan tidak didasarkan uang. Membangun rumah, melaksanakan pesta, semuanya atas dasar sukarela. Memang, uang dibutuhkan, tapi rasa kebersamaan dan persaudaraan jauh lebih penting. Alhamdulillah, sekarang banyak perhelatan yang sengaja mencantumkan : dilarang membawa hadiah atau uang dalam bentuk apapun. Kehadiran dan doa anda jauh lebih penting. Undangan ini akan menepis kegelisahan : berapa ya saya harus nyumbang? 50? 100? Tapi saya kan seorang pejabat? Masa menyumbang hanya 50? Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin mahal nilai sosial yang harus dibayar. Padahal, semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin ia menjadi contoh bagi orang lain. Betapa kesederhanaa, gaya hidupnya, sikap dan pembawaannya akan mengayomi  anggota masyarakat lain yang kedudukannya berada di bawah statusnya.

Kita pernah mengenal, bahwa hadiah bahkan hasil karya tangan sendiri jauh lebih mengesankan daripada hadiah uang.

Waktu saya kecil, kalau ingin memberi hadiah ulang tahun, biaanya saya buat hiasan dinding dan semacamnya. Ketika menyelenggarakan ulang tahun, mama membuat sendiri wadah kue beserta kue-kuenya. Orangtua saat itu sangat lazim berbuat demikian. Betapa bangganya seorang ibu ketika mendapatkan pujian : waah, kue buatannya enak sekali ya… saat itu kehidupan konsumtif belum dikenal. Ulang tahun traktir di café mewah, di resto ala barat bergengsi, memberi hadiah mahal yang tinggal beli. Bahwa memberikan hadiah atau menyelengggarakan pesta, tidak perlu semewah mungkin, menjadi paradigm orang-orang saat itu. Akibatnya tak ada orangtua pusing : berapa biaya pesta anaknya? Berapa biaya pesta ulangtahun? Berapa biaya nikah?

Kita pernah mengalami, bahwa orang-orang yang diangkat menjadi pemimpin adalah orang-orang yang disegani di tengah masyarakat.

Ada seorang ‘ustadzah’ waktu saya kecil yang sangat dikenal dengan senyumnya, namanya bu Jali. Saya masih ingat senyumnya yang lebar dan tulus. Ia suka silaturrahmi kesana kemari, mengunjungi para pelacur, memberi mereka nasehat. Mengisi pengajian tanpa dibayar. Kalau ada pemilihan anggota legislative saat itu, bu Jali pasti akan menang di situ! Ia tidak butuh baliho, spanduk, selebaran, bingkisan, berkat,  untuk menarik massa datang. Ia lakukan dengan sukarela kebiasaan silarurrahmi dan itu berlangsung bertahun-tahun. Sekali lagi, bu Jali bukan ustadzah, namun reputasinya luarbiasa.

Paradigma tentang uang membuat kita gelap mata.

Okelah, belanja kebutuan harian, sekolah, beli bensin dan pulsa harus dengan uang. Namun ada yang tak perlu ditukar dengan uang. Kesenangan, gaya hidup, hubungan antar manusia, kekerabatan, hadiah-hadiah; tidak selalu harus berupa uang. Perhatian tulus sebagai sahabat antara seorang pemimpin dengan bawahan, antara seorang politikus dengan konstituen, antara atasan dan pegawai; akan memangkas kebutuhan akan uang yang digunakan untuk ‘memangkas’ banyak hal. Akibat tak pernah berkunjung ke rakyat dan tak pernah tahu apakah ia baik atau buruk, maka uang menjadi alat tukar yang cepat untuk membeli branding. Berapa banyak uang dibutuhkan?

Kita bukan pencuri seperti Murni, bukan koruptor seperti Ita.

Tetapi bukan tidak mungkin, kita punya paradigma sama tentang uang. Kita bukan penjahat, namun bukan mustahil kita tengah meng-implant ide-ide kejahatan ke tengah masyarakat.