Kategori
ACARA SINTA YUDISIA My family Parenting Remaja. Teenager WRITING. SHARING.

Seminar rasa curhat : GAMING

📵 WEBINAR PENGASUHAN DAN GAME 📵

Gadget saat ini sudah menjadi barang yang lumrah. Pun dengan aktivitas game yang sering dimainkan didalamnya. Ayah Bunda khawatir? Apa saja aktivitas game? Mengapa mereka begitu betah? Bagaimana perasaan ananda ketika bermain game?

Apakah harus benar-benar mensterilkan anak dari gadget atau hanya butuh membangun ‘imunitas’?

Yuk kupas tuntas bareng ahlinya! Catat ya 🤩

⏰ Ahad, 7 Februari 2020
⏰ 19.00-21.30 WIB
🖥️ via Zoom Meeting

dibersamai orang-orang keren nih:
✨ Sinta Yudisia M. Psi, Psikolog (Psikolog, Penulis, Pemerhati Anak dan Remaja)
✨ Ingge S. Cahyadi (Boardgame Developer, Esport Enthusiast)

Mau kan ikut webinar rasa curhat? Bisa dengar dari sisi gamer dan tentu mengupas ilmu parenting : mengasuh dan mendampingi anak ditengah kemajuan zaman dan teknologi. Dan disinii tentunya akan banyak Ayah Bunda yang merasa satu nasib, sebeban sepenanggungan

💎HTM:
30K/orang
50K/2 orang

Pendaftaran:
WMDG_Nama_Alamat_NoWA
Kirim ke: wa.me/6281220008829 (Kak Una)
Seat terbatas. Grab it fast!

“Children who are treated as if they are uneducable almost invariably become uneducable.” — Kenneth Clark

Kategori
15 Rahasia Melejitkan Bakat Anak ACARA SINTA YUDISIA ANIME Jepang KOREA Manga mother's corner Oase Parenting PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Remaja. Teenager

Passion Anak-anak Kita

Zaman dahulu, impian anak-anak dibentuk orang tua.

Dokter, insinyur, guru, dosen, polisi, tentara, PNS dan sejenisnya.

Zaman sekarang, impian anak-anak dibentuk informasi.

Enterpreneur, gamers, youtuber, influencer, vlogger, seiyuu (voice actor), idol, komikus dan sejenisnya.

Orangtua selalu berharap yang terbaik bagi anak. Jangan sampai anak-anak hidup lebih menderita dari orangtua, jangan sampai impian mereka tidak tercapai. Kalau dulu kita jalan kaki ke sekolah, sebisa mungkin anak-anak sampai ke sekolah tidak terengah-engah dan siap menerima pelajaran.

Wajar ketika orangtua bertanya-tanya : apakah pilihan anak-anak bisa menjamin masa depan mereka? Anak yang suka menggambar, ingin sekali masuk DKV, bisakah mereka jadi komikus yang survive? Penulis di negeri ini masih jauh dari makmur, termasuk komikus.

Tempo hari saya ikut seminar anime & manga.

Acara itu menjawab pertanyaan saya : kenapa banyak mangaka di Jepang bertahan. Di Indonesia, rantai produksi meletakkan penulis paling bawah. Toko buku, distributor, penerbit, baru penulis. Royalti hanya berkisar 8%-10%. Di Jepang berbeda; penulis menduduki posisi teratas dalam rantai perbukuan. Pantas saja royaltinya antara 40%-60%. Pemerintah juga turut andil dalam rantai tersebut. Tengoklah Hajime Isayama, Yana Toboso, Masashi Kishimoto, Gosho Aoyama dll meraup untung sebagai mangaka atau komikus.

Andaikan minat di estetik plus literasi lalu menjadi komikus di Jepang atau Korea tentu tak masalah. Di Indonesia?

Kembali pada passion anak-anak kita.

Orangtua tentu cemas, “Kalau kamu jadi komikus, emang kamu bisa hidup? Kalau kamu pingin jadi seniman dan hidup dari melukis, kamu bisa membiayai anak-anakmu sekolah?”

Sebetulnya, anak bisa menjadi seseorang yang sesuai impiannya dan tetap sukses dalam hidupnya. Sukses di sini dalam pengertian bermanfaat bagi dirinya, oranglain dan secara finansial. Kunci dari hal tersebut adalah memahami “bakat dan minat” anak-anak. Dari situlah kita bergerak.

Ketika dewasa, aktivitas finansial manusia bisa berlandas 2 hal :

  1. Profesi
  2. Minat (kalau plus bakat bisa bagus banget)

Kadang, profesi sangat jauh dari potensi bakat minat. Di zaman sekarang, bisa jadi profesinya sesuai bakat minat.Katakanlah dia menjadi ASN/PNS sesuai harapan orangtua agar finansialnya stabil. Dengan penghasilan tersebut, ia bisa mengembangkan bakatnya sesuai keinginan. Ada seseorang bekerja sebagai ASN,  lalu menyisihkan uangnya untuk membangun bisnis kuliner, cita-citanya sejak kecil.

Minat, bila menggunakan salah satu jenis tes, dikategorikan ke dalam 12 bagian. Seringkali saat ngetes minat anak-anak SMP dan SMA, muncul 3 kategori paling diminati. Saya ambil contoh salah satu anak saya sendiri. 3 minatnya yang tertinggi : sains, medis, estetik.

Peneliti? Dokter? Seniman?

“Kamu mau masuk kedokteran, Mas?”

“Ah, nggak, Mi!” tolak anakku.

“Lho, ini hasil tesmu ke kedokteran.”

“Iya, tapi aku lebih senang ke alat-alatnya.”

Akhirnya ia masuk teknik biomedik. Ilmu yang menyerempet antara sains, medis dan dunia seni.

“Ummi tau kenapa tes darah mahal? Karena pemeliharaan alatnya. Cairan untuk membersihkan alatnya aja mahal banget, Mi,” begitu penjelasannya tiap kali cerita tentang alat-alat seputar dunia medis. Membuat darah buatan, membuat robot pengganti ekstrimitas tubuh yang rusak, membuat alat yang memproduksi vaksin nan rumit; adalah bahasan-bahasannya di rumah.

Salah satu cita-citanya membuat tangan robot bagi manusia yang cacat ekstrimitas bagian atas. Tangan yang bisa memiliki kepekaan untuk merasa. Selain itu, minatnya ke bidang seni terutama seni yang saling berkaitan dengan dua minat sebelumnya (sains dan medis). Ia menabung untuk membeli Gundam dan teliti sekali memasang bagian-bagian tubuhnya. Terlihat korelasinya, bukan? Anak saya yang lain juga memiliki minat di bidang estetik (seni) tapi lebih cenderung ke seni literasi dan seni visual.

Biasanya, anak-anak memiliki kemiripan minat antara level 1,2,3. Misal, estetik, literasi, musik. Ia akan cocok menekuni minat di sekitar itu. Sebagai penulis atau ahli bahasa atau penyair atau pencipta lagu.

Yang agak sulit bila minatnya seperti bertentangan satu sama lain. Misal outdoor, medis, social service. Ini anak cocoknya jadi traveller, dokter atau pekerja sosial? Tapi di lapangan banyak yang saya temui demikian. Jenis anak seperti ini kalau kelak menekuni dunia medis, ia gak terlalu suka di belakang meja. Kemungkinan jadi dokter dan suka terjun ke daerah bencana. Masalahnya, kalau kecenderungannya seperti saling bertolak belakang, ortu cenderung mengarahkan yang favorit ya? Sampai sekarang dunia sains dianggap masih sangat menjanjikan daripada dunia sosial! Bagaimana jika anak memiliki minat literasi, medis, sains? Apakah ia akan dibiarkan menjadi sastrawan? Seringkali akan dipaksa masuk jurusan favorit.

Itulah, banyak ortu yang resah curhat.

“Anak saya suka gambar. Besok sekolah di mana? Lapangan kerjanya apa?”

Bisa saya bayangkan kalau kelak anaknya jadi komikus dengan kehidupan serba sederhana dan masih harus menelusuri jalan sangat panjang. Hajime Isayama, si creator Attack on Titan aja pernah nyaris putus asa dan mau mundur dari dunia manga, lalu beralih jadi barista. Untunglah ia bertemu Kodansha!

Saya teringat ucapan seorang komikus muda. Sebut namanya XX. Saya sempat diskusi dengan dia tentang masa depan komikus Indonesia. Sebagai anak muda yang usianya jauuuh di bawah saya, nasehatnya membuat terpana.

“Mbak Sinta, percayalah. Rizki itu benar-benar Allah yang tentukan!”

Ia tekankan,  jangan paksakan anak-anak untuk hanya mengikuti hasrat orangtua karena sangat berat di lapangan. Konflik batin anak antara tak ingin durhaka dan ingin memilih dunia yang dicintanya akan membuat beban mental psikologis berkepanjangan.

Mas XX cerita, bahwa ia sedikit demi sedikit membangun karir komikusnya lewat lomba yang hadiahnya paling antara 50-100 ribu. Ikut pameran di mana-mana dengan biaya sendiri. Karyanya awalnya diremehkan, tidak dilirik orang. Saat ibu dan ayahnya mendukung, ia terus melaju dan sekarang menjadi salah satu komikus kebanggaan Indonesia. Istrinya menggeluti dunia yang sama dengannya dan saya seneeeng banget melihat pasangan mas XX dan mbak YY itu. Seniman sholih shalihah yang keren banget expert di bidangnya.

Ya, mungkin menjadi komikus tidak seberapa.

Saya datang ke pamerannya, melihat mereka mengelar lapak dan masih berjuang bersama banyak komikus lain.

Tapi saya melihat sebuah passion yang didasari oleh semangat membara.

Saya punya teman komikus, mas MM. Selain membuat perusahaan animasi, ia justru mampu menarik anak-anak yang “nakal” bahkan beberapa di antaranya sudah sangat jauh dari agama, lalu di tarik masuk lagi dalam lingkaran kebaikan. Keren kan?

Entah mengapa, sekarang cita-cita saya nambah lagi.

Saya ingin sekali membangun studio animasi sekelas Ghibli, Wit Studio, MAPPA, Pony Canyon dan sejenisnya. Studio ini nanti akan menampung anak-anak yang mahir di visual, seni, estetik, literasi, sekaligus punya sentuhan sains dan outdoor. Menggarap animasi dari kisah-ksiah sejarah Indonesia mulai perang Diponorgoro, Imam Bonjol, Sunpah Pemuda, Serangan Umum 1 Maret, dsb. Studio ini nanti yang akan menggarap kisah kepahlawanan Muhammad al Fatih, Shalahuddin al Ayyubi, Tariq bin Ziyad, dsb.

Saya bayangkan, bahwa persenjataan pasukan al Fatih jauh lebih dahsyat dari 3D Manuver Gear para anggota Recon Corp di bawah komando Erwin Smith dan Levi Ackerman dalam anime Shingeki no Kyojin. Saya bayangkan bahwa di animasi tersebut, bukan hanya teriakan “shinzou wo sasageyo” yang menyatukan semangat seluruh prajurit. Tetapi teriakan para panglima al Fatih yang membangunkan pasukan sholat malam, subuh berjamaah, hingga merapikan barisan.

Dan ada soundtrack anggun nan megah, jauh lebih mengesankan dari aransemen Linked Horizon. Lagu yang akan mengingatkan setiap audiens ketika sedang demotivasi megnhadapi dunia yang kejan untuk bangkit kembali. Sosok Erwin Smith, Levi Ackerman, Eren Jeager hanyalah sosok 2D khayalan. Tapi pangeran Afdal, putra sulung Shalahuddin al Ayyubi yang mendampingi ayahnya berperang; adalah sosok yang benar-benar ada.

Jauh ke depan, anak-anak kita yang memiliki passion luarbiasa ini, akan mewujudkan mimpi besar para orangtua seperti saya yang sudah mulai senior. Usia yang kata syaikh Muhammad  Ar Rasyid dikatakan sebagai : orang yang mulai dilelahkan dengan hamparan dunia fana.

Ayah bunda, dukung terus passion positif dan Ananda-ananda kita tercinta!

Kategori
Cinta & Love Hikmah mother's corner My family PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Topik Penting WRITING. SHARING.

Quaden Bayles : Bagaimana Jika Anak Kita adalah Si Pembully?

Kasus Quaden Bayles benar-benar mengiris hati. Seorang anak usia 9 tahun,  penyandang dwarfisme, tinggal di Brisbane Australia menangis pilu menghadapi bullying tiap hari.

“Stab me!!”

“Kill me!!”

Ia menangis histeris.

Si ibu, yang telah berjuang lama menghadapi bullying terhadap anaknya terpaksa mengunggah video itu dan menuntut keadilan. Ia merasa sudah cukup wacana-wacana tentang bullying tetapi mana bukti pembelaan terhadap korban bullying? Apalagi si kecil Bayles mengidap kelainan sehingga fisiknya sangat berbeda dengan anak seusia. Video Bayles mendapat banyak perhatian dunia, termasuk Hugh Jackman pun memberikan dukungan keprihatinan terhadap kasus Bayles.

Anak saya pernah menjadi korban bullying dan juga pelaku bullying. Bila melihatnya sekarang yang berprestasi, kooperatif, cukup punya banyak teman dan mampu berkolaborasi dengan orang seusia,  lebih tua atau lebih muda; tak ada yang menyangka ia dahulu adalah korban bullying dan kemudian menjadi pelaku bullying yang kasar.

Dukungan terhadap korban bullying mungkin sudah banyak dibahas. Tetapi bagaimana menghadapi anak yang melakukan bullying? Ibu Quaden Bayles menjerit meminta pertolongan dari siapa saja yang bisa memberikan nasihat. Ia bahkan berkata, nyaris putus asa : “Stop memberiku advis yang bagus. Aku butuh lebih dari sekedar nasihat! Aku butuh tindakan nyata!!”

Di bawah ini adalah apa yang pernah kami lalui sebagai orangtua dengan anak yang pernah dibully dan pernah membully anak lain. Kasus setiap anak mungkin berbeda tapi semoga apa yang kami hadapi dapat menjadi pelajaran.

  1. Korban dan pelaku. X pernah menjadi korban bullying dalam waktu lama di sekolahnya. Ia disudutkan karena cara bicaranya yang ‘berbeda’ dan beberapa hal terkait fisik. Awalnya ia hanya terdiam, menangis, memendam perasaan hingga matanya berkaca-kaca dan dadanya terlihat berguncang. Lambat laun setelah ia menemukan keberanian, ia melawan anak-anak.  Sedihnya, ganti ia yang membully teman-temannya. X memukul teman-temannya.
  2. Sikap guru. Pihak sekolah memanggil kami orangtuanya. Langkah pertama ini sungguh bijak, sebab yang harus datang adalah ayah ibunya. Bukan ibunya saja atau ayahnya saja. Suami saya minta izin dari kantor dan kami menghadap pihak berwenang di sekolah. Saya ingat, saat itu kami ditemui oleh pihak otorita sekolah dan guru yang sering menangani X. Sebut saja bu guru Aisyah. Ada perkataan bu Aisyah yang membuat saya demikian sedih dan terpukul, tetapi saya rasa itu adalah keputusan paling bijak yang bisa diambil saat itu.

“Bu Sinta, kami sudah mencoba mendekati X dengan berbagai cara. Tapi sepertinya masih kurang mempan. Ia masih sering memukul teman-temannya. Saya minta izin -dengan sangat terpaksa- saya akan memukul X. Di kaki atau tangannya, tidak di areal berbahaya. Supaya X memahami bahwa kena pukul itu menyakitkan.”

Kami tidak menerapkan pukulan di rumah. Kemungkinan, X tidak tahu seperti apa sakitnya dipukul! Saya bersyukur, bu Aisyah memanggil kami dan meminta persetujuan kami. Awalnya suami saya marah dan tidak setuju. Tetapi saya menenangkannya.

“Sebelum memukul anak kita, sekolah meminta izin pada orangtuanya dulu. Saya pikir itu bijaksana,” kata saya. “Kalau sekolah mau ambil sikap otoriter dan tak peduli, sudah pasti X dipukul langsung tanpa perlu minta izin pada kita.”

Akhirnya kesepakatan tersebut diambil.

Tentu, si X pun diberi peringatan terlebih dahulu oleh bu Aisyah. Lain kali dia memukul temannya di tangan atau kaki (kebetulan X tidak memukul di area berbahaya) , bu Aisyah akan membalasnya dengan pelan. Ini karena teman-teman X sama sekali tak ada yang berani menghadapi kegarangan X.

Alhamdulillah, bu Aisyah tidak perlu mengambil sikap memukul itu sering-sering. Sebab ternyata, para guru dan pihak sekolah terus mencari cara menghadapi bullying termasuk yang dilakukan anak saya, X. Seorang guru yang memukul tanpa sebab, memang tak dibenarkan. Tapi saya pikir, bu Aisyah sudah mencoba segala cara dan saya menghormati keputusannya. Yang sangat penting, keputusan beliau didiskusikan pada kami dan kami diajak mempertimbangkan baik buruknya. Saya tidak meminta sekolah atau guru memukul anak-anak, tetapi saya hanya menceritakan pengalaman pribadi yang ternyata sangat membantu X yang garang untuk lebih memahami bahwa memukul itu menyakitkan! Mungkin, karena kami orangtua nya tidak tega untuk memukul anak sendiri, kehadiran seorang guru dapat membantu.

Kami dapat saja berpikir, “X masih anak-anak. Wajar kan berkelahi? Wajar kan kalau memukul, menjambak, menyakiti? Mana ada anak-anak yang gak pernah berkelahi?”

Tetapi, itu yang ada dalam benak saya. Apa yang ada di benak orangtua lain, ketika anaknya disakiti? Kalau anak saya dipukul anak lain, pasti saya pun ingin ada keadilan. Kalaupun keadilan tidak sepenuhnya bisa ditegakkan, pasti kita ingin ada tindakan.

3. Mencari teman sebaya. X membaik perilaku garangnya yang suka memukul anak lain, karena bu Aisyah dan guru lain mencari cara untuk ‘menaklukan’ X. Salah satunya mencari sahabat yang bisa menasehati. Saya tahu, X tidak banyak punya teman saat itu. Atau bisa dikatakan ia common enemy karena kegarangannya, meski X sangat pintar  sains dan matematika. Guru pada akhirnya berhasil membujuk AL (samaran) untuk menjadi sahabat X. AL awalnya enggan berkawan dengan X. Ya, siapa yang mau berteman dengan anak pemarah dan pembuat onar? Tapi AL memang punya sifat bijak dan terkenal lemah lembut. AL kemana-mana membuntuti X dan mencoba memberikan nasehat ala anak-anak.

Ada satu kejadian yang saya ingat diceritakan X dan guru.

Momen penting ketika X mencapai titik balik.

X, sebagai pembully, bukanlah sosok yang dicintai. Ia ditakuti, tapi sesungguhnya tak punya teman. Suatu saat, X menyendiri.  AL mendekati, lalu mengajak bicara. Kalau saya ingat ini, betapa berterimakasihnya kami pada AL yang rela bersikap bijak dan dewasa di masa anak-anaknya demi mendampingi X.

“Sebetulnya semua guru dan teman itu sayang kamu, X. Hanya saja kamu suka memukul. Padahal bu Aisyah itu sayang sekali sama kamu. Bu Aisyah sampai nangis memikirkan kamu.”

X tiba-tiba berlinangan airmata, ketika tahu gurunya bisa menangisi dirinya. Tanpa sadar mata X meleleh. Dua sahabat itu berjanji mereka akan menjadi pribadi yang lebih baik. Esok harinya, X benar-benar berhenti memukul!

4. Komite orangtua. Saya panik. Saya sedih.  Saya tertekan. Sekaligus merasa bersalah. Tiap kali datang ke sekolah menjemput, selalu ada anak yang melapor ke saya, “Bundaaa! X mukul si A.” Besoknya, “Bundaaa, X mukul si B. “ Selalu ada laporan begitu nyaris tiap hari. Rasanya wajah ini panas tertampar tiap kali mendengar laporan itu. Tetapi, saya beruntung dan bersyukur sekali pada saat angkatan X, komite orangtua dipenuhi para orangtua yang baik hati dan hangat. Tidak ada orangtua yang menuding, menyindir, memboikot, atau marah-marah ke saya.

Saya minta maaf pada para ibu karena anak-anaknya kena pukul X. Mereka berkata, “nggakpapa, Bu. Namanya anak-anak.”

Saya nggak tahu  lip service atau tidak. Nyatanya, saya tidak lantas malu untuk ikut acara parenting dan komite  sekolah. Hal itu membuat saya lebih semangat dan terbuka untuk menerima masukan. Ketika X bersalaman kepada orangtua bila bertemu saat pulang sekolah, seringkali para orangtua justru mendoakan X ,”X yang sayang sama teman, ya. X anak pintar.”

Saya yakin, doa dari guru dan para orangtua yang mendoakan X kebaikan turut memberikan perubahan dalam diri anak saya.

5. Pihak berwenang dan ahli. Kali ini bukan X, tetapi salah satu anak kami yang lain yang menjadi korban bullying. Sebut namanya Y.  Singkat cerita, Y dan teman-temannya menjadi korban bully sekelompok anak. Tak boleh ke kamar mandi, tak boleh jajan, tak boleh lewat kalau kelompok tertentu sedang ada di sana. Komita orang tua berembug dan berunding. Didatangkanlah pihak kepolisian ke sekolah. Tujuannya bukan mengancam atau menakuti-nakuti. Ternyata masih banyak anak yang tidak paham bahwa bullying dapat masuk ranah kriminalitas. Begitu pihak kepolisian datang, memberikan ceramah dan arahan ke anak-anak, banyak anak tercerahkan bahwa perilaku mereka yang seperti nya bercanda, mengganggu, mengejek anak lain hingga kelewatan itu bila ditarik garis disiplin bisa menyebabkan mereka kena delik kriminalitas. Ternyata, anak-anak perlu diberi penjelasan lebih mendetil tentang apa saja bullying dan ancaman bagi pelaku.

Dari kisah di atas saya mengambil kesimpulan bahwa :

  1. Orangtua
  2. Anak-anak
  3. Guru
  4. Sekolah/institusi
  5. Pihak berwenang/ahli

Harus bekerja sama bahu membahu untuk menangani kasus bullying. Jangan lagi ada kasus Nadila almarhumah, atau Quaden Bayles. Anak- anak pelaku bullying juga perlu diberi arahan tegas. Sebuah video dari Korea yang mengambil social experiment tentang anak perempuan yang mengaku dibully dan mendatangi orang-orang di taman; memberikan gambaran tentang bagaimana sebuah hubungan antar manusia dapat dibangun.

Ada banyak potongan menarik dari adegan tersebut. Bagi saya, yang menarik adalah salah satunya, ketika si gadis SMA tersebut mendapatkan ‘korban’ social experiment anak-anak mahasiswa.

“Dik…kami dulu juga pernah membully teman dan adik kelas kami,” aku mereka.”Aku rasa saat itu aku sangat tidak dewasa. Aku menyesal sekali. Sayang sekali, nggak ada yang ngasih tahu aku. Kalau aku kembali ke masa itu, aku ingin bersikap baik.”

Bukan hanya korban bullying yang perlu didampingi hingga mereka memiliki resiliensi. Pelaku bullying juga harus didampingi dengan kasih sayang dan ketegasan, penjelasan dan informasi, pemberikan kesempatan dan juga ancaman serta sangsi bila mereka masih terus bertindak di luar batas. Saya bersyukur X pernah diberikan batasan dan ketegasan (meski belum tentu orangtua sepakat anaknya boleh dipukul). Pukulan dan nasehat dari bu Aisyah, dampingan dari sahabat AL, dukungan komite orangtua menjadikan X yang korban bullying dan pelaku bullying dapat menstabilkan kepribadiannya yang semula agresif menjadi lebih matang dan berkembang optimal.

Kategori
My family Nonfiksi Sinta Yudisia Oase Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Bisakah Menciptakan Anak Genius?

 

 

Rasanya sebuah kebetulan yang menakjubkan, ketika Mei ini buku Mendidik Anak dengan Cinta dan National Geographic Indonesia mengangkat tema yang tak akan pernah habis dibahas : IQ dan Kegeniusan.

 

Sebagai seorang psikolog, salah satu hal paling merangsang minat bagi saya adalah tentang perihal genius. Yang bila seseorang berhasil menguasai hal tertentu dengan brilian, ia akan dikatakan gifted. Sampai-sampai saya benar-benar ingin membuat buku khusus tentang bab Genius dan Gifted. Atau istilah radikalnya, ekstrim kanan.

 

Saya penyuka sejarah.

Selalu terpukau oleh gambaran orang-orang hebat dunia : Shalahuddin al Ayyubi, Al Fatih, Steve Jobs, Einstein,  Habibie, Nelson Mandela, Mahathma Gandhi. Saking liarnya pikiran ini, tiap kali bertemu orang pintar saya tergelitik bertanya : berapa skor IQ nya? Bukan untuk memvonis, untuk mengkotakkan, apalagi menghakimi. Namun instink saya berkata, pasti ada apa-apanya dengan orang itu. Apalagi bila bertemu orang hebat yang IQnya biasa-biasa saja. Ini jauh lebih mengesankan.

 

Pasti anda tak percaya bahwa Darwin dan Einstein awalnya dianggap biasa-biasa saja.

Membaca Natgeo Indonesia terbitan kali ini, benar-benar semakin membuat saya penasaran dan semoga semakin membakar impian-impian. Saya harus punya sanggar. Harus punya klinik art therapy. Harus punya pusat penelitian sendiri, terutama tentang anak-anak berbakta dan genius. Yang, kata Natgeo, jumlahnya sangat banyak di dunia. Hanya , karena lingkungan tidak memahami si genius ini, mereka dibiarkan layu dan mati.

 

Einstein dan Sidis

 

Dua orang ini benar-benar saya coba pelajari. Yah, meski saya tak punya irisan otak Einstein seperti yang tersimpan di museum Mutter, Philadelphia. Tetapi quote, buah pemikiran, biogarafi dua tokoh ini mudah ditemui.

Dua-duanya punya potensi otak hebat. Tapi jalan hidup yang dilalui sangat berbeda. Kiranya, saya simpulkan yang ternyata juga sesuai dengan Natgeo temukan. Ada hal-hal yang dapat dicapai dengan potensi IQ kita semua. Kalau diabaikan, layu dan punahlah ia.

  1. Seorang genius tidaklah solitaire. Einstein punya banyak teman. Mileva Maric, Michael Angelo Besso, Marcel Grossman adalah beberapa teman baik Einstein. Sidis? Ia dikabarkan sangat susah membangun relasi interpersonal. Bagaimana bisa demikian? Hal ini tekait dengan poin-pon yang lain.
  2. Orangtua yang mendukung. Einstein, Marc Zuckerberg, Steve Jobs, Margareth Tatcher, Terence Tao punya orangtua yang sangat megnerti anak mereka. Anak-anak spesial yang awalnya didiagnosis tidak pintar, namun orangtua memberikan banyak fasiltias pembelajaran. Ingat , fasiltias tidak selalu mahal! Steve Jobs hanya diberikan meja kecil, palu kecil, paku-paku. Sebab ayahnya hanya tukang kayu. Hermann Einstein hanya memberikan kompas kecil. Sidis? Orangtua memasukkannya ke Harvard di usia muda, memaksanya megnuasai banyak bahasa, mengontak media-media untuk menuliskan tentang anaknya yang berbakat. Najmuddin Ayyub mendampingi Shalahuddin al Ayyubi dalam memaknai intrik politik dan kekuasaan. Sultan Murad II, memilihkan guru-guru terhebat bagi Al Fatih.
  3. Gairah besar. Seorang genius harus didorong punya motivasi dan kegigihan. Sebab biasanya, anak pintar memang cenderung mudah bosan, mudah beralih, mudah meninggalkan hal-hal yang tadinya dimulainya dan tidak ingin diselesaikannya. Einstein, didorong relasi interpersonal yang bagus, punya teman-teman yang mendorongnya untuk berkarya. Ketika dunia dilanda perang, dengan cepat Einstein menjadi pejuang zionis sejati. Sidis? Rasa sendiri membuatnya patah arang hingga di usia 40an tahun ia harus masuk asylum. Al Fatih punya orang-orang yang mendorong dan memotivasinya untuk terus berjuang,s alahs atunya Aq Syamsudin, sang ulama kharismatik. Shalahuddin al Ayyubi, selain mendapat dorongan dari sang ayah Najmuddin Ayyub, juga senantiasa mendapat pendampigan dari Asaduddin Shirkuh, pamannya yang brilian dan pemberani.

Ayo, kita siapkan diri kita dan anak-anak kita untuk mengembangkan diri hingga optimal. Siapa tahu kita genius yang berikutnya!

 

Kategori
Buku Sinta Yudisia Cinta & Love mother's corner My family Nonfiksi Sinta Yudisia Oase WRITING. SHARING.

Buku baru : Mendidik Anak dengan Cinta

Pernahkah kita menemukan jalan buntu ketika mengajarkan bab Tuhan, malaikat, setan dan perkara ghaib lainnya kepada anak-anak?

Apakah kita sulit menanamkan rasa nasionalisme dan kebanggaan menjadi orang Indonesia ?

 

Berangkat dari permasalahan sehari-hari, disesuaikan dengan teori psikologi dan bagaimana sebagai orangtua harus terus mencari akal, mengasah ketrampilan dan jungkir balik berhadapan dengan sifat kritis dan kocaknya anak-anak; buku Mendidik Anak dengan Cinta ini terbit.

 

Dibagi menjadi 3 bab utama.

Bab 1 membahas bagaimana mengajarkan pada anak-anak perihal Tuhan hingga proses kematian.

Bab 2 tentang IQ dan EQ, terutama bagaimana orangtua memandang potensi IQ anak yang mungkin berada di kisaran <100, 100 atau justru > 100.

Bab 3 membahas tentang Kepribadian dan khususnya,  berbagi cara menumbuhkan 18 karakter Indonesia yang dicanangkan pemerintah mulai sifat religius, jujur, toelrasni, kerja keras, mandiri hingga di point 18 yang terakhir tanggung jawab.

 

Harga buku Rp. 65.000

Bisa pesan online ke Vidia 0878 -5153-2589 (whatsapp atau SMS)

 

Terimakasih 🙂

Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Cinta & Love mother's corner Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY

Children with Special Needs (ABK) : stem cell, pubertas, lapangan pekerjaan, hingga pasangan hidup ?

 

 

Mengisi acara bersama Prof. Bambang, spesialis anak ; mas dokter Hafid Psikater, mas Bayu psikolog adalah kesempatan berharga yang jarang-jarang saya dapatkan. Plus moderator ayah Aris yang tangguh, ayah dari ananda Raffi yang didiagnosis dengan Autism. Saya rangkum percik-percik ilmu luarbiasa hari itu untuk menambah khazanah pemahaman saya pribadi.

Apa aja sih yang didiskusikan?

Di bawah ini saya rangkum bahasan menarik yang insyaallah bermanfaat bagi pembaca : stem cell, pubertas, lapangan pekerjaan bagi ABK, pasangan hidup, relaksasi atau hipnoterapi, juga dukungan komunitas.

 

  1. Stem cell

Pertanyaan seorang peserta seminar menarik, tentang stem cell. Sang ibu bercerita, putranya yang mengalami autism disuntik stem cell di lengan. Ada perubahan perilaku sebab 2 hari sang putra lebih pendiam dari biasanya.

Benarkah stem cell dapat mengobati autism?

prof-bambang
Prof.dr. Bambang Permana, Spesialis anak

Penjelasan Prof. Bambang sangat menarik.

Beliau menjelaskan penelitian-penelitian terkait autism yang hingga kini terus digalakkan. Sebelum menjawab tentang tepatkah stem cell bagi autism, profesor Bambang menjelaskan penyebab autism :

  1. Kelainan fungsi otak karena inflamasi di jaringan interkoneksi otak kanan-kiri sehingga menimbulkan gangguan perilaku ASD (autis spectrum disorder) hal ini bisa disebabkans alah satunya oleh virus
  2. Logam berat. Dulu, orang menyangka imunisasi penyebab autis. Namun kecurigaan itu tidak mendasar sekarang. Logam berat banyak ditemukan di laut dalam, maka anak autis secara populasi sangat besar ditemukan di peseisir pantai. Sekarang warga AS jarang mau makan salmon sebab ikan salmon disebut-sebut banyak mengandung logam berat.
  3. Gangguang system imun pada pencernaan. Akibatnya protein-protein besar dari usus masuk ke darah, otak menimbulkan inflamasi. Maka perlu diperbaiki system pencernaan.

Apakah stem cell bermanfaat bagi autis?

Bila memperbaiki sitem imun pencernaan, kemungkinan suntikan stem cell akan bermanfaat bagi penyandang autis. Mengapa ananda pasca disuntik menjadi lebih diam? Kemungkinan sedang terjadi proses di dalam tubuhnya sehingga menimbulkan reaksi tersebut.

 

  1. Pubertas ABK

Hal yang mengkhawatirkan bagi orangtua dan pendidik adalah menghadapi pubertas ABK. Samakah pubertas mereka? Apakah mereka mengalami gangguan hormone? Apakah mereka dapat tertarik pada pasangan ?

Untuk pubertas, profesor Bambang mengambil contoh CP atau cerebral palsy dengan level 1, 2, 3, 4, 5. Bagai CP 1 tidak ada masalah dalam keseimbangan hormonal sehingga bagi remaja putra dan putri dengan CP 1 akan mengalami masalah pubertas yang sama saja dengan orang lain. Bagi CP 3-4-5 ada gangguan hormonal pada hipofis yang mengakibatkan ketidakwajaran proses.

Oleh sebab itu sekolah inklusi harus memasukkan unsur  pendidikan + kesehatan kedalam kurikulum agar semua pihak dapat mendampingi penyandang CP menuju kehidupan yang optimal.

 

 

  1. Lapangan pekerjaan

Bagaimana orang special need atau berkebutuhan khusus bekerja?

Beberapa perusahaan otomotif mempekerjaan penyandang thalessemia dan mereka memiliki kebijakan mengizinkan pekerja thalessemia untuk istirahat 3 hari tiap 6 minggu. Microsoft kono kabarnya mempekerjakan 1% pegawainya yang merupakan penyandang autism.

Lapangan pekerjaan sangat terbuka bagi orang berkebutuhan khusus.

Begitu banyak penyandang disleksia menjadi tokoh : David Boies, Steven Spielberg, Keira Knighley, Justin Timberlake, Keanu Reeves, Vince Vaughn. Daniel Radcliffe mengidap disfraksia. Autism salah satunya Claire Danes. Disabilitas seperti Stephen Hawking.

 

  1. Pasangan hidup

Apakah orang berkebutuhan khusus dapat menikah?

Profesor Bambang memberikan penjelasan khusus untuk CP. Untuk CP 1 dapat menikah dengan siapa saja, insyaallah. Namun mulai CP 3,4,5 sebisa mungkin orang dari pasangan normal sebab penyandang ini membutuhkan bantuan dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, takdir Allah akan menentukan siapakah jodoh terbaik bagi orang berkebutuhan khusus.

 

  1. Ketidaksiapan orang tua

Banyak orangtua tidak siap menerima diagnose anak ABK. Ada yang meninggalkan pasangan dan anaknya. Ada yang bercerai. Namun tidak sedikit yang justru menjadi solid dan kuat luarbiasa, menjadikan kehadiran anak ABK sebagai anugerah tak terkira.

ortu-teladan
Incredible parents 🙂

Sedih, kecewa, merasa melakukan satu dosa, terpukul dan menolak takdir adalah sikap yang dialami orangtua ABK. Setelah menemukan kekuatan kembali, biasanya orangtua akan berjuang untuk memulai langkah panjang perjalanan.

ABK tentu membutuhkan kesabaran, dukungan financial dan dukungan sosial.

Bagi orangtua yang merasa terpukul, ikutlah komunitas agar mendapatkan pengalaman berharga dari orangtua-orangtua yang mengalami kejadian serupa.

 

  1. Komunitas

Family support group sangat penting. Di Surabaya ada komunitas yang digagas oleh dokter Sawitri. Kebetulan saya dan dokter Sawitri menerima penghargaan untuk perempuan berprestasi versi AILA 2016 kemarin di bulan April.

Mbak Sawitri ini punya komunitas Peduli Kasih ABK. Menjadi penjembatan antara orangtua-orangtua yang memiliki anak gangguan pendengaran, autis, cerebral palsy, down syndrome dan banyak lagi. Bertemu sesama orangtua akan berbagi informasi berharga seputar dukungan optimal terhadap ananda tercinta, juga, saling mendoakan dan menularkan aura positif.

Dukungan orangtua terhadap anak ABK sangat penting.

Dukungan pasangan terhadap orang berkebutuhan khusus sangat penting. Ini saya ungkap secara khusus di novel Bulan Nararya dan juga tema skizofrenia yang pernah saya tuliskan sebelumnya. Suami, istri, anak-anak yang dapat menerima kekurangan salah satu anggota keluarga; akan mengoptimalkan peran masing-masing. Kerjasama setiap anggota akan menghasilkan buah yang membanggakan!

 

  1. Beda cacat dan disabilitas

Menarik sekali hal singkat yang dipaparkan mas Bayu. Mas Bayu adalah seorang psikolog, relawan ABK Peduli Kasih dan penyandang disabilitas.

bayu
Mas Bayu, Psikolog yang luarbiasa !

Apakah beda cacat (impairment) dan disable?

Impairment atau cacat, dinisbatkan pada penderita dan seolah-olah itu menjadi aib serta kekurangan seumur hidunya. Missal cacat pendengaran, cacat penglihatan, atau impairment yang lain. Padahal, orang cacat bila diberi peluang dan pelatihan, akan sama aktivitasnya dengan orang normal. Ingat, 10% penduduk dunia adalah orang dengan kebutuhan khusus.

Bila, orang autis, disleksia, hearing impairment, cerebral pasly, maupun penyandang special needs lainnya mampu mandiri bahkan berkontribusi positif; apakah ia masih dianggap cacat?

Bahkan mungkin, ia tidak lagi dianggap disable sebab justru kiprahnya melampaui orang normal pada umumnya. Di Indonesia sendiri dikenal difabel atau differential ability , bahwa orang cacat sebetulnya bukan ‘cacat’ tapi mereka memiliki kemampuan lain. David Boies, pengacara terkenal dan kaya raya dari Amerika, memiliki cacat membaca. Sebagai penyandang disleksia ia mungkin membaca berkas klien hanya beberpa lembar berhari-hari saat orang normal hanya butuh 2 jam! Namun, David Boies mampu mendengar cermat dan menghafal cepat, serta merumuskan perkara dengan brilian sehingga mampu memenangkan kliennya. David Boies tentu tidak cacat, tapi justru punya different ability.

Apakah kita masih mengatakan Nick Vujicic cacat sementara ia adalah motivator tingkat dunia? Maka sebutan cacat, impairment, disable, handicapped harus sangat berhati-hati dilabelkan.

 

  1. Mirroring, hipnoterapi dan aura ketenangan

Sepanjang sesi seminar dan tanya jawab, biasalah, anak-anak heboh di belakang. Sebagian anak-anak yang hadir adalah children with special needs. Sesi seminar rebut. Sesi coffe break ribut. Sesi pemberian reward ribut.

Tetapi ada moment yang pantas dicatat ketika mas dokter Hafid (saya menyebut demikian karena dokter yang satu ini masih muda dan lucu banget!) memberikan panduan singkat tentang relaksasi.

Duduk di kursi. Telapak kaki menempel di lantai. Relaks. Posisi nyaman.

Setiap kali kita menarik nafas maka kedua tangan mengepal, telapak kaki menekuk ke atas sekua tmungkin ( kea rah tulang kering). Lalu hembuskan nafas pelahan sembari melepaskan kepalan tangan dan meletakkan kembali telapak kaki ke lantai.

Hal ini dilakukan semua peserta seminar berulang-ulang sembari memejamkan mata.

Apa yang terjadi?

Anak-anak yang semual heboh pun menjadi senyap!

Ternyata sikap tenang, sepi, senyap dari orangtua menular kepada anak-anak. Pantas saja emosi positif juga membawa dampak positif. Kalau orangtua heboh, ngomel, ngedumel panjang lebar; anak-anakpun makin gelisah. Betul kan?

 

Support Group ABK PEduli Kasih.JPG
Para relawan, guru, pendidik ABK yang luarbiasa 🙂

Kategori
Cinta & Love Jurnal Harian mother's corner Oase WRITING. SHARING.

8 hal yang harus dilakukan suami agar istri tidak menjadi (pembunuh) kejam

 

 

Mata orangtua Indonesia tertuju pada Mutmainah ( Iin) , ibu dua anak yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap anaknya Arjuna (1 tahun) , memutilasinya -naudzubillahi mindzalik-  dan melakukan penganiayaan terhadap Kalisa (2 tahun).

Bagi siapapun, berita pembunuhan akan menimbulkan perasaan ngeri mendalam. Bagaimana  mungkin seorang manusia tega menghabisi nyawa manusia lain, apalagi seorang ibu yang seharusnya menyayangi anak-anaknya? Ingatan kita akan melayang pada peristiwa mengejutkan pada tahun 2005 ketika Andrea Yates menghabisi 5 putranya sendiri padahal kehidupan keluarga mereka cukup mapan secara ekonomi mengingat Rusty Yates bekerja di NASA. Peristiwa Mutmainnah juga membuat kita melongok sejenak pada para ibu yang berhasil mengatasi depresinya, salah satu yang terkenal adalah Brooke Shield.

DSC_1426.JPG
Buku yang wajib dibaca Ayah dan Bunda

Stress , Anxietas, Depresi, Skizofren

Stres adalah tekanan kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti mengalami stres. Tekanan pekerjaan, tekanan ekonomi, tekanan akademis. Hampir setiap hari kita bertemu orang stres di jalanan. Para pengendara yang tak sabar menunggu lampu hijau, orang yang marah karena tersenggol motor, anak yang tidak tahan di bully teman, remaja yang tidak suka ditegur guru, anak yang ingin beli HP tapi tidak kesampaian, para lelaki yang ingin beli mobil tapi belum mampu dan seterusnya.

Stres mengintai kehidupan sehari-hari.

Tapi stres, sejatinya kehidupan yang biasa saja dan pantas dialami. Tanpa stres manusia justru tidak akan meningkatkan kewaspadaan dan potensi lain dari dirinya.Namun, stres yang tidak terkendali dapat menimbulkan kecemasan berlebih, selanjutnya depresi dan dalam tataran tertentu skizofrenia. Depresi kategori ringan dan sedang saja sudah memerlukan penanganan, apalagi depresi tingkat berat.

Andrea Yates dan Mutmainnah kemungkinan tengah mengalami depresi berat ketika lintasan pikiran destruktif itu muncul : kamu atau aku yang mati? Keinginan untuk mati bersamalah yang biasanya timbul, meski pada akhirnya, justru lebih banyak peristiwa yang berakhir dengan pelaku tak mampu commit suicide. Sebab memang sejatinya ia bukan pembunuh. Ketika kejadian pembunuhan tersebut berlangsung, ia tengah melampiaskan emosinya yang paling dahsyat dan paling negatif, dan ketika telah terlampiaskan malah sesal berkepanjangan yang tumbuh sepanjang hayat.

 

Antisipasi depresi dan stres sejak awal

Apa ciri khas depresi  berat?

Iin Mutmainnah diceritakan bertubuh kurus, pendiam. Ia pernah menelepon adiknya Riswanto, ia ingin berpisah dari suami. Mengapa orang inign bercerai tentu karena tealh sampai di titik puncak penderitaan dan mengalamai jalan buntu. Orang-orang depresi berat biasanya kehilangan selera makan. Jangan remehkan istri anda dan ibu anak-anak ketika mulai kehilangan selera makan.

“Ya ampun, cuma nggak mau makan aja kok! Biasanya doyan makan dan ngemil segala macam.”

Depresi ringan mungkin hanya ditandai kecemasan berlebih, takut bertemu orang atau malah melampiaskan pada banyak makan. Pada kasus depresi berat orang-orang menjadi anhedonia – kehilangan rasa suka pada dunia. Dunia tidak memiliki daya tarik lagi. Menonton, jalan-jalan, tidur, berbicara, berbincang, bahakn makan sudah bukan daya tarik. Rasanya permasalahan begitu pepat mengisi otak dan tak ada jalan keluar. Depresi berat, dapat ditandai dengan orang yang susah makan dan sulit tidur. Atau malah tidur terus sepanjang hari lantaran aktivitas dunia sudah tidak lagi ada yang menarik termasuk mengurus anak, bekerja, bahkan berhubungan intim dengan suami.

 

Istri Shalihah tidak mungkin menyakiti anak!

Wah, kata siapa?

Saya mendampingi beberapa kasus ibu shalihah yang bukan hanya ingin menyakiti anak-anak tapi malah ingin bunuh diri. Mereka bukan jenis ibu yang suka foya-foya, suka kesenangan, lalu rapuh ketika ujian datang. Bukan!

Suatu ketika, seorang ibu shalihah menceritakan permasalahannya.

“Apakah saya salah, Mbak? Saya ingin bekerja dan punya mobil sebab harus mengantar anak-anak kesana kemari.”

Tubuhnya kurus kering, wajah cantiknya masih cantik namun hilang sudah seri mudanya.

Suaminya pun seorang lelaki sholih. Kepada saya ia bisa bercerita banyak tentang mimpi-mimpinya dan saya balik bertanya, “adik sudah menceritakan keinginan ini pada suami?”

“Tidak, Mbak. Saya takut, jika saya menceritakan keinginan saya, ia kan marah. Saya ingin jadi istri shalihah.”

Ingin aku memeluk bunda-bunda seperti ini.

Suami mereka adalah orang-orang sholih yang yakin betul bahwa istri shalihah adalah batu karang yang terbuat dari granit dan intan, tak akan rapuh oleh badai dan hanya akan dapat tergores oleh pisau berkualitas tinggi!

Oh para suami, anda harus belajar dari Chris, suami Brooke Shield!

love-wife

Brooke Shield, mengatasi depresi

Berkali-kali keguguran, Brooke ingin punya anak. Sangat diluar dugaan, bayi yang dikandungnya membutuhkan banyak terapi sejak masih janin sehingga kehidupan pribadi Brooke pun dilalui susah payah. Bukan hanya kehamilan bermasalah, melahirkanpun dipenuhi rasa sakit yang luarbiasa.

Malam pertama bayi mereka di rumah, Brooke tidak mampu bergerak. Rasa sakit emosional bertahun-tahun menantikan bayi, rasa sakit terapi sepanjeng kehamilan, rasa sakit melahirkan, rasanya ia ingin istirahat sejenak.

Rowan, sang bayi menangis.

Brooke pun menangis. Mengapa? Mengapa ia justru tidak dapat mencintai bayinya dan justru merasa sangat kelelahan dengan semua ini?

Berhari-hari, berminggu-minggu Brooke malah membenci bayinya. Chris masih bersabar. Suatu ketika Chris membeli perangkat bayi di toko bayi dan termenung melihat pasangan-pasangan dengan bayi mereka yang berbahagia. Pertanyaan Chris membuat Brooke mencoba loncat dari jendela apartemen untuk bunuh diri :

“Mengapa, Brooke? Mengapa Rowan tidak membuatmu bahagia?”

Dihantui rasa bersalah,  Brooke ingin mengakhiri hidup semuanya.

Chris, rupanya segera menyadari dan menangis, memeluk isti dan bayinya. Mereka sepakat mencari pertolongan. Mereka sepakat mengundang sahabat-sahabat Brooke untuk menjaganya siang dan malam. Kapanpun, potensi Brooke melukai diri dan bayinya terbentang lebar. Brooke mengalami post partum depression dan harus mengkonsumsi obat anti depresan. Selain itu, Chris, harus menjadi bagian penting yang membantunya menuju proses kesembuhan.

Lambat laun Brooke mulai menemukan kebahagiannya kembali ketika ia telah menemukan dirinya.

Bagi kita para ibu yang telah merasa kehilangan diri kita setelah punya 1, 2, 3 anak maka berhati-hatilah.  Jangan sampai kita tidak terkoneksi lagi dengan alam realita. Saat kita merasa dunia realitas begitu jauh, sesungguhnya, ada halusinasi yang mengintai setiap imaji pemikiran.

Ah, mungkin saja kematian lebih baik. Ah, mungkin saja anak-anak lebih bahagia tanpa ibu. Ah, mungkin saja suamiku selingkuh dan tidak lagi mau bersamaku. Ah, aku bukan ibu yang baik, sebab aku akan mengantarkan anak-anakku ke neraka (ini adalah pengakuan halusinatif dari Andrea Yates).

 

Apa yang harus diwaspadai ayah dan suami?

pregnant wife.jpg

  1. Pastikan emosi istri dalam kondisi stabil saat mengandung. Hamil sangat melelahkan, apalagi bila ini kehamilan yang ke 3, 4, 5 dst. Andrea Yates sesuungguhnya tidak boleh punya anak banyak karena riwayat depresinya, namun Rusty Yates sangat suka anak banyak. Parameter emosi stabil : ia suka cerita, masih tertawa, suka bercanda, masih bisa mengungkapkan keinginan (mas aku mau jalan-jalan, aku kepingin beli bakso dst), tubuh tidak mudah sakit yang merupakan pertanda ketidakstabilan emosi (bila emosi labil, tubuh sering jatuh sakit)
  2. Beri dukungan penuh pasca melahirkan. Pasca melahirkan ini bukan hanya 2 pekan sampai 3 bulan. Tapi tahun-tahun awal perkembangan bayi, sekitar 2 tahun. bukan main repotnya istri apaalgi bila punya 3 atau 4 anak balita. Perkembangan emosi anak-anak yang belum matang, membuat ibu harus waspada 24 jam. Kapankah ibu berhenti dan istirahat? Nyaris tak ada!
  3. Jangan biarkan istri kelewat diam. Pancing ia bicara. Harus! Bagaimana bila karakternya pendiam? Baiklah, tapi suami harus yakin bahwa ia tidak sedang memendam sesuatu. Ketika pulang kantor coba tanya : anak-anak buat masalah gak Dek? Duh kasihan kamu ya…pasti capek. Akhir pekan ini kamu mau kemana? (Kalau nggak punya uang, tidak masalah. Katakan, nanti kalau ada rezeki, Abang akan coba beli keinginan adik. Beli daster, beli bakso, dan keingin wajar sesungguhnya pantas dituruti. Reward seorang suami adalah obat mujarab bagi  self respect nya!) Puji ia, apapun kondisiya. Kalau ia bau dan kotor saat suami pulang, katakan : adik capek banget ya sampai-sampai gak sempat memperhatikan diri sendiri. Andaikata boleh, istri akan berendam di bath tub berisi adonan coklat dan bunga 7 rupa untuk membuat kulit berkilau!
  4. Perhatikan bila istri sakit. Flu? Diare? Demam? Ah, sakit yang biasa. Memang, flu dialami siapa saja. Ingatlah, sakit flu dan sejenisnya yang muncul dari fisik kelewat lelah adalah akibat emosi kelewat lelah pula. Jangan-jangan ada yang mulai tidak imbang di rumah. Fisik yang sakit, bisa berimbas pada sakitnya mental atau malah sebaliknya. Mental yang sakit membuat fisik cepat ambruk.
  5. Berdoalah. Seorang ustadz, seorang ustadzah, tidak akan lepas dari tekanan hidup. Hidup di era modern menuntut banyak hal maka hubungan dengan Allah Swt yang terus menerus akan lebih membuat mental kuat.
  6. Evaluasi segala daya dukung keluarga : ekonomi, pendidikan, kesehatan mental, kesehatan fisik. Waspadalah bila ada yang timpang dan mulailah mencari bantuan pihak-pihak terpercaya untuk mengentaskan masalah. Bila hidup terbelit hutang, harus segera berupaya mengentaskan perekonomian. Pendidikan yang memadai pun akan membantu suami istri lebih bijak memandang permasalahan. Kesehatan mental harus terus dipromosikan termasuk kesehatan fisik.
  7. Dengar, dengar, dengar. Listen, listen, listen. Biarkan istri menangis dan rewel seperti anak kecil. Biarkan ibu mengomel. Ia sedang mencoba meluapkan emosinya. Ketika telah stabil, ajak ke kamar, peluk dan nasehatilah. Mungkin memang ia salah. Mungkin ia keterlaluan. Mungkin ia memang harus mengubah dirinya lebih baik. Tapi beri ia ruang untuk melepaskan tangis dan beban, dan biarlah ia bersandar di bahu kuat para lelaki yang telah ditakdirkan Allah Swt menjadi qowwam
  8. Pujilah istri dengan sebutan positif. Katakan ia cantik, meski Raisa dan Isyana lebih cantik. Katakan ia pintar, meski tentu tidak sepintar Sri Mulyani. Katakan ia hebat, meski ia tidak sehebat Margaret Tatcher. Katakan anda mencintainya, wahai para suami, meski saat itu hati anda pun tengah lelah dirundung masalah. Ingatlah, bahwa anda bukan hanya telah dihalalkan menanamkan benih di rahimnya dan menikmati malam-malam bersamanya. Anda menitipkan anak-anak yang kelak akan ganti merawat anda. Anda menitipkan anak-anak hebat yang ditangan para ibu, mereka membuat anda bangga dengan sebutan ayah. Di tangan ibulah, wahai para suami, anda tengah menitipkan tunas baru yang ketika anak-anak itu berprestasi dan sholih , anda sebagai ayah akan jumawa berkata : ah, itu anak-anakku! Maka tidakkah semua imbalan yang anda dapatkan, pantas anda bayar dengan pengorbanan pula?