Kategori
ACARA SINTA YUDISIA Bedah Buku Sinta Yudisia Buku Sinta Yudisia Fiksi Sinta Yudisia KOREA Perjalanan Menulis Sirius Seoul

Bedah buku Sirius Seoul di Surabaya

Assalamualaikum…
Anyeonghaseyo

Kamu suka hallyu? Kamu kpopers? Atau pecinta drama?

Nah kebetulan ikut kuy ke acara terkece tahun ini!

Kalian bisa dapet doorprize menarik asli korea!

BB Sirius Seoul.png

Kapan lagi bisa dapet doorprize dari negri para oppa, bias, dan idola kalian

*Lokasinya di *Majelis Mie* Jalan Citarum No. 2 Darmo Surabaya

@ 08.00 pagi – 11.30 siang

# Minggu, 23 Desember 2018

~Agenda :
– Bedah buku Sirius Seoul
– Bincang akrab dengan bunda Sinta yang sudah 2x ikut SFAC – _Seoul Foundation for Arts and Culture_

HTM 30k ( food+beverage)
70k ( food+beverage+book)

Cp :
Arina 081545137523
Icha 082336541985

Hwaiting!
Yuuuk, ikutan dan ajak teman2 daebak-kiyowo kamu !

Kategori
Catatan Jumat Oase Psikologi Islam PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Remaja. Teenager Sirius Seoul

Psikologi Gaul (1) : Memahami Remaja

 

“Boleh pakai kutex?”

“Kalau tattoo?”

“Pacaran kan nggak papa kalau cuma jalan-jalan.”

“Mau warnai rambut. Asal gak hitam gakpapa, kan?”

“Aku main game kalau lagi bosen. Semua orang ngomel melulu. Yah, namanya bosen gimana!”

“Males sekolah/ngampus. Dikejar-kejar melulu.”

Itu sebagian dari keluhan remaja yang mampir ke agendaku.

Ya, mereka yang dilahirkan tahun  2000an dan lebih muda lagi pasti mengalami clash dengan generasi yang lebih senior. Anggapan para guru dan orangtua bahwa generasi ini lebih nggak bisa diatur, lebih seenaknya aja, nggak mandiri; mungkin sekilas benar. Remaja di usia ini memang ampun banget, bikin cenat cenut kepala dan jantung nyaris meledak saking nahan emosi.

 

          Pahami Tipe Kepribadian

Meski urusan tes kepribadian dan gangguan kepribadian itu adalah wilayah psikolog/psikiater; orangtua dan pendidik perlu tahu garis besarnya. Umumnya kepribadian dibagi 5 wilayah besar : OCEAN – openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticm. Dari artinya sudah dapat dikira-kira : O tipe yang suka petualangan dan pengalaman baru, C tipe yang rigid dan disiplin, E – ekstrover, A- tipe sosial yang senang kalau orang lain senang dan N- tipe penggugup.

Susan Cain, membagi kepribadian hanya 2 wilayah besar. Ekstrover dan Introver. Kalau ada perincian, hanya dibagi ekstrover tenang dan esktrover gelisah, introver tenang dan introver gelisah.

Apapun itu, kepribadian anak tidak sama persis dengan orangtua. Kalau mirip, iya.

Anaknya tipe O? Apalagi usia remaja, ya udah deh. Jarang betah di rumah. Senangnya naik gunung, panjat tebing, ikut ini ikut itu. Beda dengan tipe N yang penggugup ketemu orang : ia akan diam tenang di rumah entah baca buku atau ngerjain PR.

Tipe kepribadian ini gak mutlak-mutlak amat.

Bisa jadi suatu saat berubah, dengan asupan informasi, pendekatan kognitif dan disiplin perilaku.

Misal anak introver yang emang sama sekali gak bisa gaul. Maunya sendiri aja. Apalagi kalau IQnya di atas 130 yang sudah masuk ranah gifted, si dia yang senang intrapersonal ini makin menyendiri dengan ide-ide kreatifnya yang gak mudah dipahami orang. Dengan bantuan pendekatan yang komunikatif, introvernya akan lebih stabil dan ia dapat mulai bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meski nggak akan berubah jadi ekstrover sejati.

 

          Perbanyak Komunikasi

Setenang-tenangnya seorang anak , sesantun-santunnya; ketika memasuki usia remaja ada yang berubah dalam dirinya baik kematangan kognitif, kematangan emosi termasuk kematangan hormonal. Yang biasanya gak gampang nyolot, kena PMS, sensi deh.

Yang biasanya nurut kalau disuruh-suruh mulai nanya :”Mama kok nyuruh aku terus? Adik gak disuruh!”

Kondisi menjelang dewasa ini kadang berbenturan dengan orangtua dan guru; maka label pembangkang ini cucok disematkan ke remaja.

Seorang remaja mengaku membaca komik sembunyi-sembunyi, sebab orangtuanya akan membuang semua komiknya ke  halaman bila ketahuan.

Seorang remaja, mengeluh sering bolos karena hampir semua guru BK nya menakutkan.

Seorang remaja, mengaku sudah lama tidak kuliah karena ia memiliki ketakutan bertemu orang-orang (anehnya, dampak dari bullying dan parenting orangtua baru tampak jelas di usia remaja).

Tidak ada cara lain kecuali mencoba bersimpati pada mereka : mendengar, mendengar, mendengar. Menyimak, menyimak dan mencoba memahami emosi yang berkecamuk.

BTS- unofficial biography dan Sirius Seoul (kiri). Penghargaan terhadap BTS, Twice, Stray Kids, G(i)-dle (kanan)

 

Aku pernah mengisi sebuah pengajian remaja.

Usai acara, malu-malu 2 orang remaja mendekatiku dan bertanya :

“Kok Bunda tahu BTS?”

“Ya, tahulah,” aku tersenyum simpul.

“Eh, memangnya, bias Bunda siapa?”

“Bunda suka Rap Monster (RM). Dia salah satu idol dengan IQ tinggi, lho.”

Perbincangan pun mengalir.

Suatu ketika, klienku adalah seorang remaja yang mengaku ia sudah nggak sanggup kuliah.

Berjam-jam aku menyimak ceritanya, membuat catatan dan membuat janji untuk bertemu. Ketika aku ke Korea, ia kupersilakan terapi kepada psikolog dan terapis lain tetapi kemudian kembali lagi padaku.

“Bun,” keluhnya, “waktu aku ke terapis lain, ia banyak menasehatiku. Ia malah nggak sabar dengar ceritaku.”

Memberi nasehat, memang selalu ingin dilakukan orangtua seperti kita.

Padahal sebetulnya, dengan membuka sumbatan komunikasi, membiarkan para remaja ini bercerita banyak tentang hidup mereka yang juga jumpalitan ke sana kemari; juga salah satu pintu kestabilan kepribadian mereka dan insyaallah para remaja ini akan dapat diarahkan pada akhirnya.

Suatu ketika, aku mendapatkan beberapa klien yang kecanduan game.

Dibanding demam Japanese wave dan K-Pop yang bagiku lebih menarik, aku relative nggak begitu paham mengapa remaja bahwa orang dewasa addict video game! (Klien-klienku yang adiksi kepada video game sebagian sudah menikah dan bekerja sehingga terganggu urusan rumahtangga dan kariernya!)

Aku bertanya pada anak-anakku tentang video game.

Yang membuatku terperangah, anakku mengajakku menonton you tube, opening ceremony turnamen game.

“Lihat nih, Mi. Supaya Ummi tahu, kemegahan dunia gamers.”

Opening ceremony itu membawakan lagu K/DA-Popstar dengan 4 idol. 2 idolnya adalah G(I)-DLE yang baru saja mendapatkan award sebagai pendatang terbaik di dunia music. Selain lagunya yang easy listening, penonton arena disuguhkan tayangan 3 dimensi (atau 4 dimensi ya?) sehingga mana yang artis, mana yang tokoh LOL (League of Legend) versi animasi campur baur dengan tokoh manusia. Mata kita nggak bisa membedakan mana sosok manusia, mana sosok animasi!

Orangtua yang anaknya terpapar video game, usai menonton opening ceremony LoL ini harus berpikir bijak : apakah anaknya akan menjadikan video game sebagai salah satu cara hidup  seperti Elon Musk si pembuat Tesla, menjadi gamer sejati seperti cewek Surabaya Indri Sherlyana (kata anakku pemenang kompetisi e-sport hadiahnya M bahkan T!) atau mulai berkomunikasi kepada anak untuk mengurai adiksinya kepada video game.

Indri Sherlyana, gamer cewek asal Surabaya; KDA Popstar, Rockman

 

 

 

Sinta Yudisia

Penulis, Psikolog, Emak yang baru belajar apa itu Skyrim, Dota, LoL, Mobile Legend

 

Referensi :

Jawa Pos, 14/10/2018 (Indri Sherlyana)

Jawa Pos, 18/10/2018 (Rockman)

KDA Popstar https://www.youtube.com/watch?v=hif2E1QaDDs

 

Kategori
Fiksi Sinta Yudisia Karyaku Kepenulisan KOREA Oase

Sirius Seoul dan pembaca

Senangnya, ketika buku kita terdistribusi ke berbagai segmen pembaca. Semoga Sirius Seoul membawa manfaat luas bagi pembaca di tanah air hingga ke pelosok penjuru dunia 🙂

Kategori
Jepang Karyaku Kepenulisan KOREA Mancanegara Oase

Sirius Seoul: Nol & Zero, bag. 3

 

Mari, lakukan pendekatan kepada Paman. Harus berbaik-baik dengan beliau untuk mendapatkan izin secara mulus pergi ke negeri tetangga.

Kadang, Sofia ingin menggoda Paman dan menanya­kan apakah tidak ada yang menyibukkan dirinya selain pekerjaan? Pada Sabtu dan Minggu pun, Paman masih bekerja.

“Om Hanif harus jaga kondisi,” Sofia berlagak manis suatu ketika. “Sekali-sekali istirahat, enggak akan rugi, kan? Om menghabiskan waktu dengan kerja, kerja, kerja. Enggak capek, apa?”

“Enggak. Biasa aja.”

“Tapi, yang lihat, capek, Om,” Sofia manyun.

“Kamu yang capek?”

“Begitulah.”

“Kamu capek emang ngapain aja? Cuma kuliah, jaga toko. Main akhir pekan.”

“Cumaaa …?”

“Om dulu seusia kamu merintis bisnis sambil kuliah. Sampai tidur di meja dapurnya orang, saking capeknya. Makan sering kali nunggu sisa restoran, biar irit. Kamu gitu juga?”

“Enggak, sih ….”

“Jadi, jangan cepat ngeluh capek. Pengorbananmu belum apa-apanya.”

Hadeh.

Jangan bicara masalah pengorbanan dan rasa le­lah dengan Paman. Omelannya bisa sampai satu mega giga terabyte. Paman sebetulnya bukan makhluk tanpa perasaan seperti para elf alias peri yang hidup di negeri dongeng.

“Om kerja keras pengin menyenangkan nenek kamu,” ujar Paman tanpa maksud menyombongkan.

Nah, ini yang membuat Sofia melting.

“Memang, Om mau ngasih apa ke Nenek?” Sofia ingin tahu.

“Pengin ngajak Nenek ke sini. Tinggal di sini.”

“Tante Nanda pasti enggak boleh.”

“Om tahu,” Paman mengaku, “pasti si Nanda enggak bakal mengizinkan. Yah, Om pengin ajak nenek kamu naik haji. Om kerja keras biar Nenek bisa segera haji. Yang terdekat, Om ingin ngajak nenekmu umrah sambil jalan-jalan ke Turki.”

Sugoi! Om keren. Nenek punya tabungan, kok, Om.”

“Maksudmu?”

“Ya, aku cuma mau bilang kalau Nenek punya tabungan.”

“Kok, kamu tahu?”

“Nenek sering ngajari aku sebagai anak gadis harus rajin nabung. Zaman old dulu, waktu bank belum seperti sekarang; anak gadis suka nabung dengan cara beli perhiasan. Beli cincin, anting, liontin. Gitu-gitulah. Kata Nenek itu buat tabungan.”

Ha, jadi enggak boros kayak kamu, ya?”

“Bukan begitu!” Sofia sewot. “Nenek itu rajin nabung. Uang yang dikirim Om sama yang dikasih Tante Nanda, biasanya disimpan. Hanya sebagian buat keperlu­an sehari-hari. Buat Nenek reuni sama teman-temannya, jalan ke mana. Selebihnya, ditabung.”

“Ya, sudah. Berarti bagus itu, Nenek banyak tabungannya.”

“Artinya, cukuplah kalau buat Nenek jalan ke Jepun sini atau buat ongkos umrah.”

“Jadi?”

“Ya, Om enggak usah memforsir diri.”

Ha, balik lagi ke situ?”

“… yyya, maksudku, Om harus jaga kondisi, gitu, lho!”

“Perhatian banget kamu.”

“Ya, iyalah,” Sofia menepuk dada. “Makanya, Om segera punya istri, biar ada yang tambah perhatian.”

Paman terkekeh.

Sampai di sini, Sofia sering tergelitik untuk menanyakan tentang Gyeong Hui dan Ninef, orang-orang pada masa lalu yang pernah memiliki tempat khusus dalam kehidupan Paman.

“Om enggak pengin nikah?”

“Nantilah kalau Nenek sudah haji.”

“Yah, sudah lumutan, Om. Sudah jadi prasasti. Fo­sil!” Sofia mengejek. “Habis umrah aja.”

“Lagian, siapa yang mau sama Om?” Paman meren­dah di hadapannya.

Sofia mengamati sang paman.

Paman memang tidak seperti anak belasan tahun yang masih segar bugar. Namun, bukan berarti kehilangan pesona sama sekali.

“Ngapain kamu lihat-lihat Om?” Paman menegur.

Sofia tergelak, “Om masih ganteng. Gabungan Satou Takeru dan Gong Yoo.”

Hahaha!” Paman tergelak.

“Ya, hanya perlu dihilangkan double chin sama sedikit buncit di perut. Selebihnya, masih oke. Paman masih pantas melamar anak orang.”

Kalau sudah di titik ini, Paman biasanya tidak berlama-lama.

“Sudahlah, Om lagi banyak urusan. Kerjaan. Kamu juga harus jadi seperti nenekmu. Apa nasihat Nenek tadi? Anak gadis harus banyak nabung emas, buat ke­pentingan masa depan. Jangan habis buat shopping dan nonton melulu.”

Belum jadi tua seperti Nenek, rasanya kulit menyusut mengerut seperti nenek-nenek.

 

#siriusseoul #polarisfukuoka #novel #romance #adventure #friendship #itaewon

#linestore #smtown #seoul #korea #kpop #idol

*****

Gong Yoo , Satou Takeru 

gong yoosatou takeru

Kategori
Fiksi Sinta Yudisia Jepang KOREA Kyushu Mancanegara Oase Sirius Seoul Travelling Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Sirius Seoul : Nol & Zero bag. 2

 

Sofia mengunyah perlahan telur scrambled yang dicampur beragam sayuran. Dia harus bersegera menye­lesaikan makan siang bila tidak ingin kehilangan waktu shalat zuhur. Jie Eun masih setia dengan makan siang yang membuatnya tidak berlemak: dada ayam, irisan timun, rebusan sejenis ubi. Entah mengapa, dia yang terlihat paling lahap menghabiskan makan siang.

“Aku sebenarnya ingin mengambil beberapa program. Kita ada pelatihan untuk menjadi guru pada musim panas,” Sofia menjelaskan. “Juga, relawan untuk Festival Hua Fu di departemen anak.”

Natsuyasumi atau musim panas adalah masa liburan panjang. Banyak mahasiswa memanfaatkan masa ba­hagia ini justru dengan mengambil pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan kampus, atau diadakan oleh kakak-kakak tingkat yang telah lulus untuk merekrut adik-adik tingkat menjadi karyawan di berbagai instansi kelak.

Masa ini juga masa paling tepat bagi para mahasiswa yang hidup di perantauan untuk bekerja arubaito atau paruh waktu. Karena liburan resmi, bahkan instansi pemerintah pun bersedia merekrut pegawai berstatus gakusei atau mahasiswa. Mahasiswa asing sekalipun.

Jeda perkuliahan juga menjadi waktu paling tepat untuk mendapatkan relawan bagi kegiatan-kegiatan yang akan diselenggarakan begitu musim panas usai. Rata-rata, perkuliahan dimulai pada musim semi April, terpotong musim panas, aktif kembali pada musim gugur yang sering kali ditandai dengan banyaknya matsuri atau festival. Festival-festival bukan hanya diselenggarakan di setiap prefektur yang memelihara cita rasa tradisional berusia ribuan tahun, tetapi juga di kampus-kampus demi mengusung nilai-nilai unik yang ditawarkan civitas academica.

Rancangan Hanaya Florist
Rancangan Hanaya Florist

“Kamu ingin mendaftar sebagai relawan?” Rei men­delik.

“Kupikir, bekerja di belahan bumi mana pun masih lebih menarik daripada berada di toko bunga pamanku,” Sofia terkekeh.

Hm, sepertinya aku mau arubaito di toko pamanmu,” Rei menggumam.

“Wah, itu bagus!” seru Sofia. “Percayalah, pamanku seperti malaikat bagi karyawannya. Dia hanya berbeda perlakuan terhadapku. Mungkin karena aku bandel.”

Rei dan Umeko tertawa.

“Tapi,” Sofia memandang makan siangnya yang mulai dingin, “memikirkan musim panas diisi dengan bekerja, training, menjadi relawan; rasanya aku lekas menua. Apakah tidak bisa kita liburan seutuhnya?”

Jie Eun yang sedari tadi hanya mengamati mulai angkat suara.

“Kalian tidak ingin ke Korea sesekali? Dekat, kan, dari sini?” Jie Eun bertanya ringan.

Ungkapan Jie Eun membuat ketiga temannya menghentikan aktivitas seketika. Ya. Mengapa tidak? Bukankah Korea hanya sedikit di atas Fukuoka? Pasti menyenangkan bisa melihat belahan lain dari dunia se­

lain Joshi Daigaku, apartemen, dan toko bunga. Ups, pasti menyenangkan sejenak menjauh dari tekanan Paman.

“Kalian bisa ke SM Town, pergi ke teater, atau ke Pulau Jeju.”

“Maksudmu, SM Entertaintment?” Sofia menahanna­pas. “Suju, TVXQ, Bigbang, EXO, BTS, SNSD, Blackpink, Red Velvet?”

“Bigbang bukan SM, Sofia.”

Whatever,” Sofia menepuk-nepuk mulut, tanda kelepasan bicara, “maksudmu, kita bisa ke sana dan berfoto, beli barang keren di flagship stores?”

“Kalau tujuanmu belanja barang, bisa kuantar ke toko Line di Itaewon,” Jie Eun tertawa. “Tapi, pastikan apa tujuanmu ke Korea.”

Rei dan Umeko berpandangan. Sofia memandang Jie Eun bergairah.

“Aku rasa, penawaranmu membuatku semangat menghabiskan makanan.”

cover Sirius Seoul
Masukkan keterangan

“Kalian bisa tinggal di rumahku,” Jie Eun menawar­kan. “Bukan rumah mewah, tapi kurasa cukup menyenangkan untuk menghabiskan musim panas. Kita bisa bersepeda di sepanjang Sungai Han, menikmati makanan khas yang terkenal seperti bulgogi dan bibimbap. Menon­ton konser. Kalau kalian suka, kita bisa melihat titik perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara. Tempat itu mengasyikkan untuk penyuka sejarah seperti Sofia.”

Kotak makan Sofia segera tandas.

“Aku harus segera shalat. Jie Eun, kamsahamnida. Aku rasa, aku ingin sekali menghabiskan liburanku di negerimu.”

“Suatu kehormatan bagiku memperkenalkan Korea kepada kalian,” Jie Eun tersenyum manis.

Rei dan Umeko melempar pandang sembari tertawa riang.

Ajakan Jie Eun yang tampaknya hanya sekadar per­cakapan sekilas, membuat suasana siang hari itu terasa dipenuhi pelangi.

 

*****

Kategori
Buku Sinta Yudisia Fiksi Sinta Yudisia Karyaku Kepenulisan KOREA Kyushu Mancanegara Oase Sirius Seoul Tulisan Sinta Yudisia WRITING. SHARING.

Sirius Seoul : Nol & Zero, bag. 1

Ikuti kisahnya dan nantikan hadiahnya!

 

Rasanya sepertiぐでたま. Gudetama, si telur yang eng­gan melakukan hal dengan sepenuh hati. Si telur yang bosan diperintah-perintah dan lebih senang tengkurap, menungging sebagai bentuk pemberontakan dan peno­lakan. Si melankolis berbentuk kuning, yang malas dan kerap menggumam: meh, aaahhh.

Bila malam tiba, ingin bersorak melihat shoji ka­marnya. Bau sarung bantal dan selimut adalah aroma ternikmat yang pernah dihirup. Sering kali bila terlam­pau lelah, Sofia tertidur masih mengenakan kaus kaki dan jilbab yang membalut kepala. Barulah dini hari saat ingin ke belakang karena hawa demikian dingin, dia membersihkan diri berikut sikat gigi dan menyelesaikan agenda yang seharusnya ditunaikan sebelum tidur.

cover Sirius Seoul
Sirius Seoul yang insyaallah terbit September 2018

Dering alarm pagi merupakan hukuman bagi kesenangan!

Andai waktu dapat ditunda dan dia dapat menelusup ke bawah lantai tatami. Menimbun diri di balik tumpukan baju yang belum disetrika, menimbun diri di balik gulungan selimut, bermimpi bahwa natsuyasumi sedang terjadi hari ini.

Sebetulnya, Paman tidak lagi seperti matsu yang kaku. Jarang mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Namun, perintahnya makin sering, makin kerap, makin beruntun.

Ambilkan barang. Ada yang mau antar dan nitip di An Nour.

Jemput tamu di Bandara Fukuoka.

Belikan bibit bunga.

Jangan lama-lama di kampus. Kerjakan tugas sambil jaga toko.

“Main ke Aso jangan keseringan. Mentang-mentang tiket pelajar dapat diskon. Ngapain jauh-jauh cari krim susu di kaki Gunung Aso?”

 

*******

 

Kantin Joshi Daigaku, dihiasi meja putih dan kursi kuning cerah, tidak mampu memberikan energi positif. Dinding merah bata yang menjadi ciri khas kampus perempuan, bagai batas-batas penuh bisikan membawa pesan rahasia bak cerita di film horor.

“Aku merasa semester ini sebagian besar diriku hancur,” keluh Rei.

“Sama,” Umeko mengiakan.

Sofia yang menyusul tampak sama kusutnya.

“Aku tidak mengerti apa yang salah,” Rei masih ke­hilangan semangat. “Kuliah nursing, pelatihan keguruan, dan children care harusnya berjalan mudah.”

“Apakah kita sudah kehilangan sifat keperempuanan sehingga pelajaran perempuan terlihat sangat sulit?” Sofia melempar pertanyaan retorik.

“Kamu betul,” ujar Rei dan Umeko nyaris serem­pak.

“Dulu, ibu-ibu kita sangat rajin dan tahan banting,” Umeko menambahkan. “Mereka langsung belajar dari alam. Sekarang, kita kehilangan keahlian. Ah, ternyata jadi perempuan terampil sangat sulit.”

“Kita butuh liburan,” usul Rei.

“Setuju!” Sofia yang pertama kali mengiakan, sebe­lum yang lain sempat menghela napas.

Mereka memandang makan siang masing-masing tanpa selera. Bahkan, olahan telur Sofia yang biasanya paling mengundang selera, tidak dilirik oleh Rei dan Umeko.

“Aku sepertinya akan mengambil semester pendek,” Umeko terlihat ragu. “Tapi, aku tidak menolak kalau kalian memaksa.”

Sofia dan Rei tertawa.

“Tak seorang pun menolak liburan, Umeko!” Rei menggoda. “Ada usulan kita akan ke mana?”

“Aso?” Umeko menawarkan.

Sofia sontak lunglai.

Bukan dia tidak suka pemandangan gunung eksotis, kabut, dan pemandian air panas. Apalagi, hamparan pe­ternakan sapi yang menyediakan susu terenak di dunia. Berikut es krim yang jelas-jelas lezat. Oishi! Meccha umai! Tapi, ucapan Paman membuat semangatnya segera ken­dur. Entah mengapa, Paman melarangnya sering-sering ke Aso. Mungkin, usai perjalanan wisata ke sana, Sofia persis seperti si Kuning Telur Gudetama. Menungging tidur, malas seharian.

Menolak ajakan Umeko, tidak sopan rasanya. Untung, Jie Eun segera bergabung menyesuaikan percakapan.

“Ke mana kalian natsuyasumi kali ini?” tanyanya.

Rei menggeleng.

Umeko mengangkat alis.

 

#siriusseoul #polarisfukuoka #novel #romance #adventure #friendship #itaewon

#linestore #smtown #seoul #korea #kpop #idol #boyband #girlband

Aso 27.jpg
Pegunungan Aso di Fukuoka. Cantik ya?