Kategori
Cerita Lucu Cinta & Love da'wahku Oase Psikologi Islam

Forever Young Dakwah : Tawa, Lucu & Unik :-)

Tak selamanya seruan kebaikan identik dengan terorisme, perang, issue politik, skandal suap. Banyak hal-hal seru dan unik yang ditemui!

young
…..dakwah

1. Suami siaga, lelaki serba bisa

Banyak perempuan kepincut ustadz dan dai, bukan hanya para gadis. Ibu-ibu pengajian, baik yang sudah punya menantu atau yang berharap menantu rajin berbisik.
“Bapak itu rajin banget bantuin istrinya nyuci! Kemarin saya lihat dia bantuin njemurin di depan!”
Para ibu itu sedang membicarakan seorang lelaki dai (bukan suami saya!) yang terkenal dengan gerakan mencuci bersama. Waktu saya baru melahirkan aak pertama di Medan, jauh dari orangtua dan sanak saudara di Jawa, suami rajin ke warung belanja dan memasak. Ibu-ibu bengong.
“Mas bisa masak?”
Suami mengiyakan. Hingga hari ini, kebiasaan memasak itu tetap menjadi hobby dan ibu-ibu sering berkata,
“Waaah, bu Sinta! Suaminya pinter banget masak lho. Masak, bikin sop dikasih kayu manis, saya ketawa! Eeeeh, ternyata lain kali saya coba, enak banget.”
Saya bilang, kalau urusan memasak daging, suami memang ahlinya akrena ia suka benget mendown load dari mana-mana, mencoba beragam maincourse.

Yang saya heran, cerita suami pintar memasak beredar cepat di kalangan ibu ibu kompleks, teman kantor.
Padahal yang serupa suami saya banyak lhooo…pernah gak lihat ustadz naik sepeda motor, bonceng dua anaknya sembari menggendong si bayi dengan selendang, cari sarapan? Istrinya sedang berdakwah. So sweet!
Tak heran, ustadz dan dai memang selalu jadi incaran karena mereka hormat pada orangtua, sayang keluarga, cinta istri dan ngopeni anak-anak hingga muncul istilah LIPIA.
Lelaki Idaman Para Ibu dan Akhwat. Hahaha…

2. Bengkel, obeng dan perempuan

Gak cuma dainya yang luarbiasa. Ustadzahya juga keren. Bukan hanya gesit di dapur, nyuci baju, nyabutin rumput dan ngosek kamar mandi. Para ibu yang waktunya habis buat dakwah harus berpikir untuk gak tergantung suami.
Obeng? Kenal lah. Untuk mengutak atik setrika dan mesin cuci.
Bengkel? Nunggu suamiiii? Kapan kelarnya!

Berhubungan dengan satpam, tukang listrik, tukang air bahkan debt collector harus bisa. Seorang teman, ustadzah, yang tersngkut urusan waris menjadi sangat mahir untuk menghadapi polisi, jaksa bahkan para debt collector yang luarbiasa kasar. Saya sendiri, kalau ke bengkel sudah siap-siap bekal : minuman, buku-buku, catatan, pulpen, camilan. Berhubung di bengekel antri, lama, panas dan bising; para teknisi dan mekanis suka bengong lihat (geer !) sebab kita bisa menghabiskan waktu satu hingga satu setengah jam untuk berkutat dengan buku, aktif menjalin kontak sana sini via HP, merancang tugas dengan kertas dan pensil. Sore hari, motor sudah beres dan suami tidak diributkan dengan aduan mogok, aki kering, starter gak nyala.
Genteng bocor? Pompa air rusak? Ups, meski gak mengerjakan sendiri, para istri sigap mengontak tukang.

3. KB : Keluarga Besaaaaarr

Rumah kami hanya berisi 6 orang. Dengan 4 orang anak, rasanya masih sangat kurang, meski sebagian orang sudah bilang 4 anak itu banyak banget!
Kagum dengan para dai dan daiyah yang punya komitmen memiliki keluarga besar dengan segala tantagannya : financial, pendidikan, sosial, misi ke depan dsb. Tetapi, banyak yang berhasil mendidik anak-anak dalam keluarga besar. Ketakutan financial tak beralasan, pendidikan juga seiring sejalan, meski tentu saja kesulitan muncul di sana sini.

Memangnya yang punya anak tunggal tidak menemui kesulitan?
Walaupun, ketika si kecil merengek minta adik,
“….Ummi, temenku punya adik. Koq aku nggak?”
Kuajukan proposal ke anak-anak yang lain.
“Gimana kalau Ummi hamil dan punya anak lagi?”
“Enggaaaaak!” teriak si sulung.
Yah, harap maklum, ia pusing dengan tiga adik. Meski, seringkali bercerita betapa senangnya melihat teman-teman sekolahnya memiliki keluarga besar, beradik 5, 6, bahkan 9!

Harusnya, kita tidak terlalu pusing dengan urusan demografi. Jerman dan Jepang sudah khawatir dengan angka usia produktif. Punya anak banyak memang butuh kesiapan mental spiritual. Lucunya,
“Bu Ayu (samaran) melahirkan,” kabar bahagia tersebar.
“Anak kelima?” tanyaku.
“Bukan, ketujuh.”
Ups, aku salah hitung. Sedihnya, aku tidak bisa menghafal semua nama anak teman-temanku. Paling anak pertama, kedua , ketiga. Aku sendiri suka salah sebut memanggil anakku yang hanya 4 orang!
“Ahmaaaad!” seruku.
“Aku,Mi?”
“Eh bukan, maksud Ummi mas Ayyasy!”
Hehehe…slip tongue, maklum, keseringan ngomel.
InsyaAllah, selama orangtua sholih dan sholihah, Allah SWT menitipkan rizqi berlimpah pada si anak yang muncul meramaikan dunia!

4. Hadiah Rapat

Peci, lobe? Buku referensi? Baju koko?
Itu hadiah biasa saat rapat organisasi.
Akhir-akhir ini….
“Nih, hadiah buat Ummi,” ucap suamiku, membawa bingkisan usai rapat.
“Kue? Buah?”
Kadang usai rapat, masih tersisa logistic yang bisa dibawa pulang.
“Bukan,” suamiku menggeleng.
Aku membuka bingkisan. Jilbab.
“Kok?” aku mengerutkan kening. Beberapa kali menerima hadiah serupa.
“Iya, sekarang hadiahnya bukan baju koko , tapi jilbab.”
Yang rapat suami, yang dapat hadiah istri.
“Aaaaaaa,” serudukku, “ pinter nih Ustadz pemimpin rapat! Biar istrinya pada nggak ngerajuk ya saat suaminya rapat seharian di hari libur?”

Smart solution, ustadz, hehehe…bukan matre loh.
Tahaddu, tahabbu. Soalnya, para suami saking sibuknya dakwah, suka melupakan hadiah kecil untuk istri tercinta. Bukan pula berharap materi. Kebutuhan rumahtangga dan dakwah yang berkejaran, sering membuat perempuan melupakan kebutuhan berpenampilan baik 

5. Daster VS baju resmi

Teori lama ini sering dipakai : jangan pakai daster yang kau pakai di dapur, masuk ke kamar!
Teori dan praktek sering lupa bersalaman! Tetapi, ssst…ada ustadzah yang rrrrruaaarrbiasa yang berdandan seperti orang mau ngisi acara, justru pas suami di rumah.
Selalu ada tips-tips menarik dari para ustadzah kita bagaimana merawat cinta suami.

“Saya selalu mandi, menjelang suami pulang,” aku seorang ustadzah,” meski suami pulang jam duabelas malam. Biasanya suami SMS, sudah dekat rumah dan saya mandi. Kata suami, bila menemukan istrinya pulang dalam keadaan segar, rasanya hilang semua penat.”
Duh, saya terharu.
Tiap kali mendenngar bagaimana para ustadzah di tengah kesibukan dakwah mengabdi pada suami.

6. Diskusi Palestina

Diskusi keluarga adalah saat-saat penting mempertautkan hati anggota keluarga.
Pernah nonton film-film mafia macam Godfather? Keluarga bertemu, bertukar pikiran, berbagi cerita. Diskusi keluarga adalah tempat para dai dan daiyah berbagi wawasan dengan anggota keluarga yang lain. Diskusi bisa mulai tentang dinosaurus, ilmu pengetahuan terbaru versi National Geographic, berita-berita terkini hingga Palestina.
Hari ini, kami sekeluarga membahas buku Suad Amiry – Palestinaku dalam Cengkraman Ariel Sharon (Sharon & My Mother in Law).
Kami tertawa terbahak-bahak , membaca dan mendiskusikan kecerdasan orang Palestina menghadapi orang-orang Israel yang selalu disibukkan urusan occupation –pendudukan dan demografi.
Keluarga-keluarga dakwah menyadari arti pentingnya keluarga sebagai pondasi Negara. Maka, selalu ada waktu bersama keluarga, meski hanya berbincang di atas sepeda motor.

7. Masjid VS Anak-anak!

Siapa yang tidak ingin anaknya mencintai amal sholih?
Tentu, sebagai orangtua, ingin sejak dini memperkenalkan putra putrinya –terutama anak lelaki- kepada rumah Allah, masjid, sebagai tempat base camp paling utama. Tapi tantangan para keluarga dai bermacam-macam.
“Pak, kalau bawa anak, jangan di shof depan!”
“Anaknya ngompol, Paaak!!” rupanya ada yang terburu-buru Shubuh, lupa belum pakai pampers. “Nanti disiram masjidnya. Bukan di pel. Di S-I-R-A-M!”
“Anak Bapak itu, yang cewek, sukanya ngobrol di belakang pas sudah mulai sholat!”
Duh.
Rasanya kita ingat.
Waktu kecil dulu, sholat tarawih, isinya maiiiiin melulu. Cekikak-cekikik.
Tapi, orangtua sekarang mungkin lebih sensitive. Lagi pula, anak dai dan daiyah, karena kecerdasan mereka yang diatas rata-rata : selalu punya bahan pembicaraan dan cerewet minta ampun. Alhasil, masjid jadi ramai setengah mati. Masjid yang tadinya hanya berisi orang-orang tua, mulai ramai celoteh anak-anak yang bahkan masih bicara cedal minta adzan!
Tapi begitulah.
Perjuangan para dai untuk mengajukan diri menjadi imam, menjadi pengisi khutbah, kultum, mengelola Qurban dll akhirnya memiliki suara yang bisa didengar.
“Bapak-bapak takmir, daripada anak-anak nongkrong di playstation dan warnet, apa nggak lebih baik mereka main di masjid?”
Banyak pertentangan.
Alhamdulillah, belakangan banyak perkembangan.
Sekarang, bukan hal yang aneh melihat balita dan anak TK, SD berlarian di masjid.
Dengan peringatan.

“Siapa yang membawa anak kecil, harap bertanggung jawab menjaga kekhidmatan masjid. Dijaga dari najis. Bila mengompol, orangtua bertanggungjawab.”

8. Forever Young

Tahun demi tahun berganti. Kulit mulai tak secemerlang dulu, beberapa penanda usia muncul. Tapi, rasanya masih sekitar sweet seventeen atau awal duapuluhan.
Bukannya tua-tua keladi atau mengidap penyakit mental regressi.
Mungkin karena sering bergaul dengan anak muda, remaja, membuat para dai dan daiyah merasa berjiwa bergelora. Meski dakwah semakin spesifik, mengurus pengajian bapak-bapak atau ibu-ibu, tidak menafikkan setiap dai harus siap berinteraksi dengan kalangan manapun, termasuk anak dan remaja.
Pun, permasalahan dakwah menuntut up grade terus menerus.
Hafalan yang harus bertambah ( ini mencegah pikun), wawasan yang diperbahuri ( ini mencegah telmi), mengasah spesifikasi ( ini mengasah skill); membuat para dai dan daiyah selalu segar dan semangat.
Anda pernah melihat dai dan ustadz yang keluar loyo, gontai, klentrak klentruk?
Tidak.
Saya bahkan heran melihat ustadz yang usianya 50, 60, 70 masih demikian energik mengelola dakwah dengan segala dinamikanya. Dampaknya, situasi sosial, komunal , berimbas pada individu. Banyak keluarga dai yang tetap awet hingga pesta perak, emas. Energi yang di-regenerasi menyebabkan visi misi yang terus diperbaharui.
Akibatnya, tak ada kata bosan dalam meniti hidup hingga berniat mencoba hal-hal amazing yang nyeleneh. Tak ada kata bosan dalam berinteraksi dengan anak banyak. Tak ada kata bosan bertemu dengan pasangan yang telah menemani belasan, puluhan tahun. Tak ada kata bosan bertemu aneka ragam manusia dan persoalan-persoalan humanistic.
Bagaimana tidak awet muda, kalau rajin puasa? (Penuaan terus terjadi akibat reaksi oksidasi dalam tubuh. Reaksi ini bisa dikurangi dengan pembakaran lemak-lemak lewat puasa)
Bagaimana tidak awet muda, kalau rajin sholat malam? (sholat malam memperlancar aliran darah ke kepala, mengencerkan darah. Obat pengencer darah yang terlalu kental luarbiasa mahalnya!)
Bagaimana tidak awet muda, bila selalu bertemu hal-hal baru setiap hari? (dakwah selalu siap berinteraksi dengan hal-hal yag kadaluarsa atau yang tengah jadi trending news)
Dakwah membuat pelakunya tetap sesegar dulu, ketika masih mahasiwa
Stay young. Forever!

Oleh Sinta Yudisia| twitter @penasinta| IG : @sintayudisia

I am a writer and psychologist. A mother of 4 children, a wife of incredible husband. I live in Surabaya, and have published more than 70 books. What do I like the most? Reading and writing. Then, observing people. And also, learning new language

2 replies on “Forever Young Dakwah : Tawa, Lucu & Unik :-)”

Tinggalkan komentar