Kategori
Catatan Perjalanan Fight for Palestina! Gaza Kami mother's corner

Catatan Akhir Tahun 2011 (III) :~Gaza of Palestine, Arab Spring, & Predictor of Happiness

Arab Spring, atau gelombang Revolusi Arab diklaim terjadi Sabtu 18 Desember 2010. Gelombang ini menghentak mulai Tunisia dengan tergulingnya Zine el Abidin Ben Ali, bergolaknya Tahrir Square dan terlemparnya Mubarrak dari kursi kekuasaan, jatuhnya Libya dengan kematian Qadaffi yang mengenaskan.
Aljazair, Libanon, Sudan, Oman dan Saudi Arabia menyusul.
King Abdullah II memecat PM Rifai dan membubarkan kabinet, selang beberapa bulan kembali memecat PM Bakhit dan kabinet sebab rakyat tak puas dengan pemerintahan yang bergerak lamban. Presiden Bashir menyatakan tak akan mencalonkan diri lagi di Sudan 2015. Sultan Qaboos melakukan konsesi ekonomi dan memecat menteri yang tidak kompeten. Saudi Arabia menghelat pemilu 29 September 2011 –khusus lelaki- dan mencanangkan perempuan punya hak suara di tahun 2015.
Jika Arab Spring atau Arab Awakening disebut-sebut sebagai babak baru dunia Arab, dimanakah posisi Palestina? Menangkah Palestina ketika Mahmoud Abbas berhasil memasukkan Palestina sebagai bangsa yang terdaftar di PBB dan benderanya sudah berkibar di UNICEF?
Biarkan saja Palestina berjuang, sebagaimana bangsa Arab di sekelilingnya berjuang.

Muhammad Amin al Husayn
Di tengah pergolakan Palestina, mufti besar Al Aqsha 1937 berhasil menyelinap keluar al Aqsha dan bergabung dengan tokoh legendaris pejuang Palestina, Izzuddin al Qossam. Di sela-sela kesulitan bangsa Palestina, sang mufti senantiasa mengumandangkan pendapat bahwa bangsa Palestina harus mendukung sebuah bangsa nun jauh di seberang benua dan samudera. Bangsa yang sama terjajah, sama bergulat dengan kemiskinan dan penindasan. Bisa dipastikan syaikh al Husayn belum pernah melihat apalagi menginjakkan kaki ke Indonesia. Tetapi hatinya yang dipenuhi ikatan persaudaraan merasakan geletar kobar perjuangan dari negeri nun jauh.
Jika saja, beliau masih hidup saat ini.
Akankah mufti besar Palestina itu kecewa sebab pembelaannya terhadap Indonesia tak mendapatkan balasan yang sama? Jangankan mengingat Palestina, Indonesia tengah berkutat dengan indeks korupsi bernilai ”3” (bandingkan dengan Swiss, Demark, Singapur yang 9,…). Indonesia tengah mejadi pasar facebook ke 2 dan twitter ke 3 se dunia. Indonesia tengah berkiblat pada boyzband dan girlband K-Pop dan J-Pop.

Indonesia-Palestina Bersaudara
Tetapi tak setiap orang Indonesia tak peduli.
Arab Spring 18 Desember 2010, nyaris sebuah pengulangan dengan intifadhah yang diperkirakan meletus sebagai Intifadhah Pertama Desember 1987. Gelombang Intifadhah tidak hanya berhenti di satu titik tetapi meluas mejadi Intifadhah Kedua yang meletus sejak September 2000 hingga 2005.
Banyak orang berpendapat : mengapa harus peduli pada Palestina sementara banyak pula orang di Indonesia yang perlu dibantu? Kasus Mesuji dan sekian banyak sengeketa tanah, kecelakaan kapal, TKI & TKW, tawuran pelajar hingga mahasiswa yang protes membakar diri; tidakkah cukup sudah PR besar bangsa ini dan tak perlu sok peduli dan sok baik hati mengurusi bangsa lain?
Dalan hierarki Maslow, puncak tertinggi piramida adalah upaya-upaya aktualisasi, transedental atau bagaimana manusia peduli pada orang lain. Daniel Gilbert PhD dari Harvard University meneliti predictor of happiness. Pernikahan, anak, dan uang adalah syarat bahagia. Uang? Adalah bagaimana kita spent it untuk orang lain, bukan bagaimana cara menghabiskannya. Membantu orang lain, peduli pada orang lain sesungguhnya bukan perilaku sok baik hati tetapi salah satu kebutuhan tertinggi manusia yang merasa damai dan bahagia ketika posisinya sebagai manusia ternyata berarti bagi orang lain. Seorang altruist, bisa dipastikan lebih bahagia dari koruptor meski status kekayaan keduanya berbeda jauh.
Membantu Palestina, membantu orang-orang yang butuh kepedulian di sekitar kita dengan kapasitas yang kita miliki; sesungguhnya adalah memenuhi kebutuhan asasi diri kita sendiri untuk merasa mulia dan berharga.
Ada banyak lembaga di Indonesia yang menolehkan kepala ke arah Palestina. Salah satunya Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
BSMI telah berupaya membangung capacity building untuk rakyat Palestina dengan meyekolahkan dua dokter umum Palestina, Dr. Ameen Al Annajhwa dan Dr. Moin Al Shurafa. Pada (7/10) BSMI membawa dua lulusan ‘aliyah (sekolah menengah atas) sebagai penerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan dokter umum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dua warga Gaza penerima beasiswa pendidikan dokter umum tersebut adalah Mohammed Shabat (19) dan Abdelrahman Elnweiri (19). Keduanya memulai pendidikannya pada akhir Oktober 2011 dengan memasuki kelas Bahasa Indonesia selama enam bulan yang dilanjutkan dengan matrikulasi dan selanjutnya perkuliahan umum.
Ada banyak hal untuk menyatakan kepedulian pada Palestina.
Apa yang kita berikan mungkin tak selantang syaikh Al Husayn atau bagaimana para pemuda Mesir bernaung di kepanduan (sekitar tahun 1940-50 an) secara sukarela berangkat menuju el Arish untuk masuk ke Gaza. Kita mungkin pun lupa menyisihkan harta. Tetapi setidaknya jangan lupa menyisihkan waktu untuk berdoa, dana, menuliskan suara hati dan pikiran dalam blog masing-masing.

Anak & Perempuan Gaza
Jika,
suatu masa atas rizki Allah SWT sepasang kaki menginjakkan kaki ke Gaza.
Rasakan seolah kehadiran Muhajirin Anshor di sekeliling. Senyum tulus, bukan lip service. Hafalan Quran yang menjadi program pemerintah. Perempuan-perempuan yang berlatih setiap hari bagaimana menghadapi situasi perang, bagaimana cara menyelamatkan anak-anak dan menjauh dari jendela bila roket Israel mendadak menyerang. Perempuan yang tetap menjalani kodratnya sebagai gadis, mempelai, ibu; terus memburu kesempatann beasiswa dan senantiasa meng upgrade diri
Anak-anak Gaza adalah anak-anak dengan senyum terbaik di dunia. Tetap mampu tertawa meski kedua orangtuanya syahid, atau hidup sebatang kara. Tetapi bagaimana mereka mampu bertahan? Sebab kementrian Budaya memugar rumah-rumah yang hancur, menjadikannya Monumen Syahid. Kementrian Budaya senantiasa memberikan semangat kepada anak-anak yatim piatu bahwa orangtua mereka memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Palestina dan tak akan pernah dilupakan. Rumah yang hancur adalah saksi sejarah yang harus senantiasa dilestarikan.
Ada banyak anak-anak mengalami speech disorder, perempuan yang bisu tuli karena trauma peperangan. Tetapi mereka bangkit, mengasah skill, bersiap menjadi tulang punggung manakala lelaki di tengah keluarga tewas, sakit atau cacat seumur hidup.
Gaza adalah negeri yang terblokade. Gaza adalah negeri seribu luka.
Tapi Gaza adalah cuaca jernih dan malam yang tenang.
Apalagi kehidupan yang lebih baik daripada bertetangga, berteman, berdagang, dengan para penghafal Quran?

Beberapa Puisi Gaza

Pahatan pada nisan seorang anak Gaza

Aku hidup, sehebat yang kubisa
Berhati-hatilah dengan langkahmu : pemakaman terbentang lebar
….
Namun kita tidak melabuhkan kebencian demi kebencian
Tapi berdoa, bahwa perdamaian tetap menjadi masa terbaik bagi kemanusiaan

Khalid Nusaibah

Oleh Sinta Yudisia| twitter @penasinta| IG : @sintayudisia

I am a writer and psychologist. A mother of 4 children, a wife of incredible husband. I live in Surabaya, and have published more than 70 books. What do I like the most? Reading and writing. Then, observing people. And also, learning new language

Tinggalkan komentar