Kategori
Oase

Andrea Yates : Ibu yang Menewaskan ke 5 Anaknya Sendiri

Peristiwa ini telah terjadi 10 tahun lalu.
Mungkin banyak orang telah membaca kisahya berulang, mencoba memahami atau melupakan begitu saja ketika pada akhirnya tak memahami. Tetapi saya pribadi mencoba mencari tahu, apa yang sesungguhnya dialami perempuan cantik bernama asli Andrea Pia Kennedy itu? Kebetulan, saya juga harus presentasi Seminar Psikologi Klinis, mau tidak mau Andrea Yates menjadi salah satu bahan yang sangat penting untuk didiskusikan.

Ibu Membunuh : Mungkinkah?

Saya tidak memakai kata “membunuh” sebagai judul. Terlalu sadis rasanya. Sebagai sub judul, mohon maaf, terpaksa melakukannya.
Banyak orang bertanya2 apakah mungkin seorang perempuan –terlebih seorang ibu- kehilangan akal demikian rupa sehingga tidak memiliki belas kasihan sedikitpun ketika menghadapi anak-anaknya?
Mungkin tidak banyak kasus serupa Andrea. Namun cukup banyak ibu yang akhirnya tega memaki, mengancam, berteriak, mencubit, memukul, menghajar sang anak. Beberapa meninggalkan bekas luka serius, jika buka di fisik, secara psikis pastilah ada. Bahkan, menghilangka nyawa pun bisa.
Jangan katakan ….”aah, aku nggak mungkin begitu!”
Andrea Yates bahkan sejak bertemu Rusty Yates di awal kencan mereka berkata, ”aku nggak minum alkohol.” Sebab ia tak ingin seperti 2 kakaknya yang kecanduan.
Saya ingat suatu ketika menghadiri sebuah pengajian. Sang ustadz berkata tentang tahapan memperbaiki diri, keluarga, masyarakat dst. Di suatu titik sang ustadz berkata ” point pertama adalah Ishlahul Nafs – memperbaiki diri terus menerus dalam segala aspek. Jangan tinggalkan ini meski anda sudah memiliki keluarga, terjun kemasyarakat dan seterusnya. Ingat, berapapun lamanya anda ikut pengajian, betapapun hebatnya sebagai dai, anda tetap punya sifat basyariyah – manusia!”
Sungguh nasehat yang menyentak.
Setiap manusia, siapapun ia, bahkan ulama sekalipun apalagi kita tetap punya ciri khas manusiawi yang jika diabaikan, akan ada yang sangat tidak seimbang.
Sebagai seorang ibu , naudzubillahi mindzalik, kita tak ingin tragis seperti Andrea. Bahkan, kita mungkin akan memandang jijik, marah, benci, muak padanya yang tega membunuh anak-anak berusia 7, 6, 4, 1 tahun dan 6 bulan. Kita beranggapan ia pantas menjalani penderitaan yang sebanding.
Semua penegak hukum memandang sama. Juri, hakim, polisi, media.
Hingga penyelidikan tuntas yang melibatkan semua yang terkait dengan Andrea : Dora Yates, Jutta Kennedy, Russel Edison Yates, Dr. Eileen Strabranch, Dr. Mohammad Saeed, Michael Peter Woroniecki. Ketika laporan 2000 halaman usai dikumpulkan.
Ketika Suzanne O Malley menuangkan kisah lengkap Andrea Yates dalam New York Times Magazine, O, The Oprah Magazine dan Dateline NBC ; dunia terhenyak.
Mereka terkesima , mencoba memahami dan menyelami, betapa selama 2 tahun Andrea Yates mencoba mati-matian melawan penyakit mental. Seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya, berubah gelap mata.
Scizofren? Bipolar disorder? Psikosis? Halusinasi? Delusi?
Para ahli akhirnya bermuara pada satu penyakit yang dianggap wajar, tetapi bila diabaikan begitu saja, tak sederhana dampaknya.
Postpartum depression.
Penyakit yang mampu merenggut naluri keibuan.

Russel Edison Yates : suami yang baik atau buruk?
Tak banyak suami seperti Russel ”Rusty” Yates.
Demikian penyayang pada istri dan keluarga. Pada hari penguburan ke 5 anaknya, tak pelak, ia mendapatkan simpati massa yang besar. Betapa rasa kehilangan yang dialaminya kelewat sakit. Ia bahkan tak dapat berlama-lama mencucurkan airmata, sebab segera Rusty berpikir dan meminta tolong kepada para reporter, tokoh terkemuka yang menawarkan bantuan; siapa saja, agar bisa membantu mencarikan ia pengacara andal agar Andrea Yates terlepas dari hukuman mati.
”Percayalah, bukan aku yang paling menderita. Tapi Andrea.”
Simpati yang semula deras mengalir ke Rusty, sempat berubah mejadi kecaman keras seiiring penyidikan yang terus berjalan. Ia dianggap mengabaikan keselamatan, meremehkan penyakit, mengabaikan saran dokter. Kesalahan Rusty terhitung besar (setidaknya, mampu mengurangi hukuman Andrea dari eksekusi mati menjadi penjara seumur hidup).
Rusty, memang bersalah.
Tapi ia bukan sengaja melakukan kesalahan.
17 Juni 1999 ketika Andrea overdosis Trazodone dan harus dirawat hingga 24 Juni di The Methodist Hospital; Rusty sama sekali buta tentang penyakit mental. Ia tak memahami arti diagnosis ”penyakit depresi berat.”
Saksi paramedis yang terlibat dalam terapi Andrea berkata, Rusty sungguh luarbiasa. Ia rajin mengunjungi Andrea, bercakap-cakap, membelai rambutnya. Mengurus anak-anak & membawanya sekolah; membawa anak2 berkunjung ke rumah sakit. Selama 2 tahun kemudian, 4 kali Andrea masuk rumah sakit dan sepanjang itu pula ia harus pula rawat jalan. Rusty setia mendampingi sang istri, mencoba mengerti, tetapi pemahaman Rusty tak cukup untuk sampai pada satu kesimpulan bahwa suatu saat, Andrea akan mampu membunuh 5 buah hati mereka.
Rusty bekerja di NASA.
Ia termasuk teknisi ”keramik”. Jangan anggap sepele kata ”keramik” sebab lapisan ini satu-satunya lapisan yang mampu menghantarkan pesawat ulang alink kembali ke bumi dengan selamat tanpa terbakar di atmosfer. Ketika Columbia gagal sebagai pesawat ulang alik bahkan menyebabkan tragedi yang luarbiasa; Rusty berada dalam tekanan pekerjaan yang tak terbayangkan.
Di saat yang sama, Andrea membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Suzanne O Malley mencatat betapa matematis Rusty, perbincangannya seringkali menggunakan kata angka , ”…..1 : 400; 1 : 10.000…..”. Lelaki itu belum memahami bahwa penyakit mental tak sama dengan bakteri yang dapat dibunuh dengan minum obat dosis tertentu. Andrea memang mengkonsusi obat, menerima injeksi. Tapi jauh di bawah permukaan, hati Andrea menjerit-jerit. Halusinasinya meliputi auditori dan visual. Belakangan, Rusty memang mengaku bersalah. Andaikan saja…..

Michael Peter Woroniecki
Karena saya tidak terlalu memahami ajaran christiani, saya tak akan terlalu banyak membahas cara Woroniecki. Ia salah satu guru spiritual Andrea, pendeta, pengkhotbah keliling. Beberapa masukannya memang kontroversial –sempat dianggap sebagai pemicu sikap di luar batas Andrea- tetapi sebetulnya, beberapa pendapat Woroniecki tak salah.
Woroniecki pernah berkata pada Rusty ”buat apa rumah besar jika tanpa cinta? Akan seperti kuburan.” Ia juga mengingatkan pasangan tersebut untuk kembali ke Tuhan, tetapi hanya Andrea yang menyambut. Rusty justru sempat bermasalah dengan Michael. Belakangan Rusty sendiri mengaku, andaikan ia ke gereja mungkin Andrea akan punya kesempatan bertemu ibu2 lain dan punya dunia yang lebih terbuka…

Riwayat Kehamilan
Andrea dan Rusty ingin keluarga besar.
1. 26 Februari 1994, Noah Jacob lahir
2. 15 Desember 1995, John Samuel lahir.
3. November 1996, keguguran.
4. 13 September 1997 Paul Abraham lahir.
5. 15 Februari 1999, Luke Davis lahir.
———————————————————————–
6. 30 November 2000, Mary Deborah, lahir.

Ketika Luke berusia 4 bulan, Andrea meminum 40-50 butir Trazodone 50 mg. Inilah pertama kalinya Rusty dikenalkan dengan penyakit mental. Andrea selamat, tetapi harus menjalani rawat inap karena didiagnosis depresi.
Dr. Eileen Starbranch, psikiater Andrea mewanti-wanti Rusty agar tak memiliki anak lagi sebab Andrea akan mengalami psikosis yang lebih parah bila harus hamil dan memiliki anak. Lolos dari Trazodone, Andrea ternyata mengulangi percobaan bunuh diri dengan pisau di Juli 1999, gagal. Ia menjalani rawat inap dan rawat jalan atas sakit mentalnya.
Agustus 1999, Eileen bahkan sepakat sekaligus melakukan evaluasi dengan James P. Thomson, Ph.D dan Arturo Rios, M.D untuk menentukan langkah bagi Andrea yang ”merupakan 1 dari 5 pasien terparah”.
ECT. Electroconvulsive therapy.
Menurut Eileen pastilah ada dampak lainnya dari terapi kejut ini, tetapi efek yang dramatis pun diharapkan dapat merubah perilaku psikosis Andrea. Sayangnya, Rusty tak setuju.

 

Saran, Pengobatan, Terapi yang dianjurkan Dr Eileen Starbranch & Dr. Mohammad Saeed
Dr. Eileen meresepkan Haldol, melarang hamil lagi, menganjurkan ECT.
Dr. Saeed menangani Andrea di Devereux, League City justru menghentikan haldol, menggantikan dengan risperdal meski kemudian menggantikan lagi dengan haldol (atas permintaan Rusty). Di tangan Dr. Saeed, Andrea Yates menjalani perawatan mental hingaa menjelang hari yang tak pernah diperkirakan. 4 Juni 2001 Dr. Saeed memerintahkan Andrea menghentikan haldol, dan tidak meresepkan obat antipsikotik lainnya.
Sama seperti Rusty, Woroniecki, Dr. Saeed menerima kecaman luarbiasa atas keputusannya membiarkan Andrea hidup tanpa obat sama sekali. Apalagi, dokter ini imigran Pakistan.
Ketika Suzanne O Malley di kemudian hari menyamar sebagai pasien Dr. Saeed, mengatakan ia menderita gangguan kecemasan parah; Dr. Saeed jauh dari yang diberitakan media massa. Ia dokter yang tidak hanya mengerti mendiagnosis obat; tetapi sangat memahami dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Kepada Suzanne Dr. Saeed sama sekali tak meresepkan obat, tak memberinya terapi tingkahlaku tetapi menyarankan : Suzanne, apakah anda mampu membuat daftar urutan prioritas sendiri? Jika ya, maka sesungguhnya anda mampu mengatasi kecemasan. Kecuali, jika anda membutuhkan bantuan saya untuk merumuskan mana peringkat kebutuhan dan anda tidak bisa, mari saya bantu. (kurang lebih demikian…)
Dr. Saeed tak meresepkan obat bagi Andrea.
Ia menyarankan Rusty untuk meluangkan waktu lebih banyak bagi Andrea.
Sayangnya, meski Rusty membeli rumah di Beachcomber Lane agar ia mudah menjenguk dari NASA, tak mudah meluangkan waktu. Columbia gagal. Misi senilai USD 1,5 Milyar (atau setara 1500 trilyun) terancam gagal .

Haldol , Risperdal atau ECT ?

Haldol adalah obat psikotik berjenis haloperidol yang langsung bekerja di lymbic system, otak manusia. Terutama digunakan untuk pasien dengan penyakit mental parah seperti skizofren atau yang memiliki penyakit dengan simptom macam borderline personality disorder, agresivitas, psikosis akut, delirium/kegilaan.
Bagai dua sisi mata uang, haloperidol bukannya tak memiliki efek buruk.
Dalam jangka panjang mengakibatkan tremor, kecemasan, depressi bahkan keinginan kuat untuk bunuh diri.
Itulah sebabnya Dr. Saeed memilih Risperdal yang sama2 dapat digunakan untuk skizofren dan bipolar disorder; dengan efek samping ”hanya” menaikkan tekanan darah, hiperpigmentasi,tremor.
Bagaimanapun hebatnya Haldol, Risperdal, ECT; semua terapis mengakui bahwa farmakologi bukan satu-satunya pendekatan bagi penderita penyakit mental. Biopsikososial akan memberikan kesembuhan yang jauh lebih optimal saat pasien mendapatkan perawatan biologis, psikologis juga sosial.

666 & Halusinasi auditori-visual

Woroniecki memang lantang mengkritik sistem dan mengatakan ” semua sistem satanic.” Di kepala orang normal sistem setan dapat berarti pemerintahan yang korup, kaum agamawan yang justru tidak lurus. Bagi pengikut Woroniecki yang lain, mereka mendirikan homeschooling.
Bagi Andrea yang ”sakit” ; sistem setan bermakna lebih.
”Aku ini keturunan setan,” keluh Andrea, ketika menyadari anak-anaknya tidak patuh. Padahal wajar, bukan, anak kecil seperti itu?
”Aku ini ibu yang buruk,” begitu Andrea menganggap dirinya.
Padahal, ia sanggup memikul beban hamil hampir setiap tahun dan merawat anak-anak dengan tangannya sendiri; memutuskan menjadi ibu rumahtangga dan menuruti apapun kata Rusty.
Andrea berkali-kali menggaruk kepala hingga berdarah, mencari tanda triple 6. Ia mendengar suara-suara setan yang mengatakan bahwa ia ibu yang buruk yang akan menghantarkan anaknya pada neraka. Dua kali percobaan bunuh diri gagal, baik minum trazodone atau menggunakan pisau; Andrea melihat lewat kacamata lain : anak-anaknya harus diselamatkan dari seorang ibu yang jahat.
Halusinasi, delusi, ilusi bukan peristiwa yang muncul begitu saja atau dialami oleh mereka yang dianggap para pemuja setan atau orang yang bisa ”melihat lebih”. Dengan tekanan di luar batas, beberapa orang mulai mengaburkan antara mimpi dan nyata, antara ghaib dan terang, antara ya dan tidak.
Setiap kita, pernah terbersit pikiran buruk.
Berniat pergi sejauh-jauhnya ketika suami dan anak-anak sempat tak kompak, ingin berlibur sendiri tak diganggu, merasa diri paling kesepian atau malang. Jika perasaan itu hinggap sekali-sekali, setahun sekali, tidak dalam waktu yang reguler; semua masih wajar. Siapa sih yang tidak pernah bertengkar dengan suami, dengan anak, dengan mertua atau teman dan atasan? Siapa yang pernah mengalami semua kesulitan seolah membuat perjanjian di waktu sama : sejumlah tagihan, anak-anak sakit, suami sibuk, tubuh lelah, salah faham dengan saudara, orangtua memarahi, teman-teman mengoreksi tindakan kita yang salah?
Hanya saja ketika orang memiliki predisposisi –kecenderungan – tabah atau rapuh; di situlah titik perbedaan. Predisposisi diakui sebagai hereditas –menyangkut sistem syaraf dan karakter. Ada yang tahan banting, ada yang mudah tumbang.
Mereka yang mudah tumbang; dilengkapi dengan psikososial : kelelahan mental bertubi tanpa penyelesaian, sosial yang tidak medukung. Maka farmakologi hanya menunda saja, suatu masa, bom akan meledak pada waktunya.

Tanpa Keinginan

Rusty menggambarkan Andrea sebagai perempuan ”tanpa keinginan”.
Meski di awal Andrea sudai memulai start yang bagus dengan tidak mengkonsumsi alkohol, perjuangan tidak berhenti sampai disitu. Saat remaja Andrea pernah bullimia dan pernah berkata pada rekannya ingin bunuh diri. Ketika ia pernah bertanya pada Rusty, seperti apa kondisi dirinya tiap kali dirawat?
”Tetapa seperti kamu apa adanya, hanya jauh lebih pendiam,” jawab Rusty.
Rusty belum menyadari, catatan remaja Andrea seharusnya menjadi perhatian lebih. Lelaki itu memandang dengan caranya sendiri.

Mereka awalnya memiliki rumah bus yang mungil.
Tetapi Rusty lalu memindahkan keluarga tercintanya dengan membeli rumah luas dengan 7 kamar. Ia tak menangkap betapa kelelahannya Andrea mengurusi semuanya sendiri, memiliki anak-anak dengan kelahiran rapat (sempat keguguran pula); seringkali hanya tertidur 3 jam sehari.
Rusty belum memahami bahwa obat-obatan hanya mengobati sementara waktu, tetapi sebagai pasangan; mereka diharuskan punya komitmen lebih. Saat seperti ini Woroniekci menjadi guru spiritual bagi Andrea. Meski tak menyetujui pendapat Woroniecki; Rusty menyesali , andai ia dan Andrea punya waktu untuk ke gereja bersama; Andrea akan sempat bergaul dengan ibu-ibu lain. Andrea akan sempat bersosialisasi dan tidak hanya terpuruk dalam pekerjaan rumahtangga dan kelelahan dengan perasaan bersalah membesarkan anak sendirian.

Postpartum depression
Belakangan, depresi pasca melahirkan ini mulai ramai dibicarakan sebab mengancam hidup sang ibu dan orang di sekelilingnya; tergantung bagaimana ia mempersepsikan makna. Sindrom baby blues ini mudah difahami bagi perempuan.
Saya tak akan membela Andrea sebab membunuh tetaplah membunuh.
Dalam hal ini, ilmu saya tentang agama dan hukum tak cukup untuk membuat kesimpulan apa yang tepat bagi Andrea usai ia melakukan hal terkutuk itu. Saya mengambil pendekatan psikologis, sebab pertanyaan psikologis adalah seperti ini : ketika sebuah kejadian (buruk) terjadi, ”saya” ada di mana? Saya boleh jadi seorang anak, seorang pasangan, seorang orangtua, seorang teman, seroang sahabat, seroang orang lain, seorang penegak hukum, seorang politisi, seorang agamawan, dst.
Ketika Andrea Yates dinyatakan postpartum depression oleh Dr. Eileen; dimanakah Rusty, Woroniecki, Dora Yates, Jutta Kennedy? Dimanakah Noah, John, Paul, Luke, Mary? Dimanakah proyek NASA dengan misi 1500 Trilyun nya?
Rusty Yates tak mampu memberikan waktu sebanyak yang dibutuhkan, sebab proyek NASA demikian membutuhkan tenaga. Woroniecki dan Rachel istrinya menjadi teman Andrea berbagi, yang sayangnya, petuah Woroniecki di artikan salah oleh Andrea. Di sekeliling Andrea dipenuhi anak-anak yang lucu , menggemaskan. Anak-anak yang sangat menguras energi.
Punya seorang bayi?
Kehamilan 9 bulan yang melelahkan –mual, muntah, punggung sakit- tapi tetap harus makan demi sang anak; kelahiran yang meski ajaib, tetap menyakitkan. Semua belum selesai, makhluk mungil ini adalah raja sebab ia makan, minum dan buang air sesuka hati. Perempuan denga fisik dan mental kuat, insyaAllah sanggup melewati hari-hari berat dengan bahagia. Bahkan belum genap setahun, sudah hamil lagi. Melihat riwayat kehamilan Andrea, tampaknya setiap tahun hamil.

Ibu, Bukanlah Pekerjaan Mudah dan Murah

Merenungi Andrea, kita akan belajar memahami bahwa menghasilkan sebuah ibu yang tangguh bukan pekerjaan mudah. Nilainya, bahkan lebih mahal dari pesawat space Shuttle senilai 1500 trilyun.
Janganlah mengatakan , ” alaaaah, cumi nyuci sama masak, berbenah rumah. Ngurus anak doang.”
Mengurus anak, bukan hal mudah.
Andrea masih mampu mengurus keluarga, meski bolak balik masuk rumah sakit mental. Ketika tubuh dan psikisnya tak sanggup, ia hancur.
Seorang istri dan ibu juga tak hanya dapat dipenuhi dengan materi. Diberi mesin cuci, rumah, peralatan serba elektronik; rumah besar. Tujuannya agar ia bisa sempurna menjalankan tugas keibuan tanpe mengeluh.
Lalu dimanakah suami? Seorang ayah?
Rusty Yates, meski stress dengan tekanan Columbia yang hancur, aka berbeda dengan tekanan yang dialami seorang ibu dengan 5 anak kecil : menangis bergantian, bertengkar, membongkar rumah usai dibersihkan. Belum lagi jadwal makan, sekolah, buang air. Cucian perabotan, pakaian. Saya sendiri tak membayangkan pekerjaan rumah Andrea setiap hari di saat mentalnya yang sakit terus bertumpu pada penilaian : kamu ibu buruk, kamu yang salah, kamu keturunan setan….

Sebagai muslimah, kita bersyukur.
Dengan mata berlinang kita dapat bermunajat ke hadapan Allah SWT, membaca Quran. Tetapi ingat, Rasulullah saw pun berkata bahwa ibadah jangan selalu ekstrim. Di saat kebosanan melanda, carilah suami dan tumpahkan keluh kesah. Jika suami tak ada, carilah teman. Ingat, teman yang nyata. Sebab teman dunia maya tak selalu seperti yang diharapkan. Tentunya, teman yang baik dan mampu mejaga martabat kita.

Jika pikiran buruk terus melanda, yakinlah kita tak akan berakhir seperti Andrea.
Seburuk apapun kita sebagai ibu, masih tersedia peluang untuk memperbaiki diri.
Menjadi ibu tak mudah, apalagi jika Allah SWT menitipkan penyakit lain : penyakit asma, peyakit darah rendah , penyakit diabetes. Apalagi jika diikuti ”penyakit” lain : penyakit agresif dan mudah marah; penyakit mudah menyalahkan diri sendiri, penyakit tak mudah memaafkan, penyakit ”ringan tangan” kepada anak-anak.

Setiap penyakit tersedia obat.

Penyakit fisik, maupun jiwa; selalu ada cara untuk menyembuhkan.
Jika suami khilaf, tak memiliki waktu untuk berbagi cobalah tegur perlahan dengan megnatakan bahwa kita rindu waktu berduaan dengannya. Katakan kita ingin diperhatikan, ingin didengarkan keluh kesah yang meski sepele, akan memberi kekuatan.

Para suami, sebaiknya meluangkan waktu 15-30 menit untuk mendengar, hal-hal remeh : si adik memecahkan gelas lagi, tangan yang luka saat mencuci dan mengiris bawang, baju yang tak kering-kering saat musim hujan. Jika tak bisa tiap hari, seminggu sekali setidaknya harus tersedia waktu untuk mendengarkan keluhkesah istri.

Percayalah.
Sepasang telinga, mata dan hati suami jauh lebih mengobati daripada electrocompulsive therapy, haloperidol atau risperidone.

Oleh Sinta Yudisia| twitter @penasinta| IG : @sintayudisia

I am a writer and psychologist. A mother of 4 children, a wife of incredible husband. I live in Surabaya, and have published more than 70 books. What do I like the most? Reading and writing. Then, observing people. And also, learning new language

43 replies on “Andrea Yates : Ibu yang Menewaskan ke 5 Anaknya Sendiri”

Jika kita melihat persoalan dari Andrea belum tentu kita bisa menghadapinya dengan besar hati. Jiwa manusia begitu banyak karakter yang dimiliki dan setiap orang tidak sama dalam mengahadapi suatu masalah dan menyelesaikannya. Jika mental sudah sakit maka yang paling berperan penting dalam proses penyembuhan adalah diri sendiri dan perhatian dari orang-orang yang dekat di sekitar kita. Meskipun saat kita sedang mengalami sakit fisik seperti kanker, diabetes, dan sebagainya tetap saja harus ada perhatian yang lebih dari orang-orang terdekat kita. Pikiran harus selalu senantiasa kita jaga agar tidak terlalu berat dalam berpikir. Semoga Allah selalu senantiasa menjaga dan melindungi kita dari berbagai macam tekanan, Amin ya Robbal Alamiin.
Untuk Mbak Sinta, Salam Kenal dari saya, Iftah. Saya pernah kirim email di emailnya Mbak Sinta sintayudisia@gmail.com tetapi belum ada balasan juga. Semoga dengan saya comment diblog ini, Mbak Sinta meresponnya. Saya ingin meminta bantuan Mbak Sinta untuk keabsahan data dalam menganalisis novel Existere. Terima kasih.

Suka

Wah, mohon maaf mb Iftah, memang email sintayudisia saya pakai buat milis, multiply, sama jurnal2. Kalau nggak keberatan, silakann kirim imel lagi, jangan lupa subject nya biar langsung kelihatan. Mohon maaf ya 😉

Suka

mbak, mohon maaf, mau nanya, gimana kalo ada yg ketergantungan obat semacam dores, arkine. proclozam dan alganax untuk waktu yg cukup lama (kurang lebih 3 ato 4 taun) walopun dosisnya udah dikurangin. makasih sblmnya.

Suka

mbak Asma..mohon maaf saya bukan dokter jiwa/psikiatris. Tapi sejauh ini, semua pengobatan terkait gangguan psikis tidak bisa ditangani secara farmakologis saja. Psikologis, sosial harus dilibatkan. Biopsikososial dianggap sebagai terapi menyeluruh yg insyaAllah lebih menyembuhkan

Suka

Saya seorang ibu dengan 3 anak, si sulung 5 tahun dan adiknya kembar berusia 2 tahun. Saya mengurus sendiri anak2 tanpa pembantu menginap. Jauh dari keluarga smentara suami sering meremehkan dalam banyak hal. Tadinya dia memukul juga, meski akhir2 ini sdh tidak lagi. Mbak, knapa ya saya jadi kayak orang yang mati rasa dan selalu ketakutan nggak jelas terhadap apa…

Suka

Mb Dety…coba luangkan waktu dalam sehari untuk diri sendiri. Betul-betul “for me”…15 menit. Renungkan dan catat, apa kira-kira harapan & kekhawatiran? Nanti coba diurai satu persatu, mana ketakutan yang real, mana yag sebetulnya hanya kecemasan berlebih:-). Okay?

Suka

Jadi inget kajian seorang ustad katanya memang suami itu harus sesekali menyediakn waktu untuk istri sekedar obrolan ringan seperti menanyakan kegiatan anak hari ini …. memang merawat anak2 itu pekerjaan yang berat sekali

Suka

saya juga pengen nih blajar menulis dari mbak Sinta 🙂
soal depresi pasca melahirkan,sbenarnya tidak terlalu parah,hanya saja cukup membuat tdak nyaman…
namanya juga new mom,new baby born…saat itu setelah melahirkan (sesar pula),beberapa hari sambil merawat si kecil,tiba-tiba saja datang perasaan bersalah,perasaan terpuruk,tidak berguna dll (smua sifat rasa saat orang depresi ada)…
dan smua itu membuat saya sering menangis sendiri tanpa sebab yang jelas..tiab-tiba saja menangis,tak kenal waktu,rasanya cuma sedih dan sedih namun juga ga jelas sedihnya karena apa…sebab seharusya (normalnya) punya baby itu happy..nah,Alhamdulillahnya suami benar-benar jadi suami yg siaga dan sabar hehehe…jadi setiap tiba-tiba saya nangis sendiri,suami langsung menghibur dan menyemangati saya…akhirnya saya bisa terbebas dari kondisi seperti itu yg kurang lebih 3 bln ato 4 bln,setelah saya berusaha keras menemukan makna hidup saya yg baru,saya coba berkomunikasi dengan Allah dalam setiap doa,dan berdiskusi dengan suami tentang kondisi saya…semua terlewati dan kembali normal..dan saat bisa normal lagi itulah saya coba ingat dan baca-baca lagi ternyata itu bagian dari baby blues ato depresi pasca melahirkan…hehehe…geli,malu,serasa wonderfull,campur aduk deh rasanya setelah tau itu…hehehe…
gitu mbak sedikit inti ceritanya…dan percayalah,walau sedikit yg saya alami dan ceritakan itu benar-benar jika dialami oleh seseorang sangat tidak nyaman…hehehe..
dan saya bersyukur bahwa Allah mengembalikan saya pada kondisi taft lagi hingga saat sekarang…
makasih mbak…maaf kalau nulisnya kebanyakan…
#andai bisa nulis bersama jenengan pasti jadi pengalaman luar biasa bagi saya 🙂

Suka

yuks kita sama mengingatkan suami, kakak, adik , teman kita agar tetap memberi perhatian2 kecil kepada pasangan sebagai bentuk kasih sayang karena hadirnya depresi kadang tak kita sadari. perhatian kecil yang sederhana yang diberikannya dulu diawal pernikahan..kasih sayangnya yang membuat kita merasa menjadi perempuan yang harus banyak bersyukur…..bahwa kita sangat diinginkan, dibutuhkannya dan sangat berharga………

Suka

Saya “pernah” di diagnosi mengidap penyakit Bipolar Disorder…juga mengkonsumsi beberapa nama obat disana….tapi obat itu tak pernah membuat saya sembuh, makin parah iya…hanya iman yg bisa menyembuhkan saya…

Suka

Kasihan anak2nya 😦
Jd ingat setelah melahirkan sy juga mnderita baby blues parah smpai didiagnosa psikosis post partum selama sebulan ga sadar..Alhamdulillah punya Allah SWT suami yg super sabar keluarga dan teman2 yg selalu support..ga kebayang deh klo brlanjut mpe skg..

Suka

tadi malam saya baru aja liat berita ttg ini di youtube. sebelumnya saya pernah baca novel ttg kasus ini yang memang di tulis oleh Suzanne O Malley tapi sayangnya tidak saya selesaikan bacanya.
miris, sedih dan gak bisa berkata2. jujur saya kasian dengan andrea. mumgkin bagi sebagian orang andrea adalah ibu jahat karena telah membunuh anak nya. yaaa itu salah besar tapi sejujur nya ada hal yang melatar belakangi dia melakuan hal tsb.
saya bisa merasakan kebingungan dan kebuntuan yang dialami oleh seorang andrea yates. tapi dilain pihak saya juga sangat meyayangkan kejadian ini karena apapun cerita andrea tetap telah membunuh anaknya.
pendekatan keluarga dan perhatian dari seorang suami dalam hal ini adalah rusty sangat diperlukan oleh andrea sebelum bahkan setelah kejadian tsb terjadi. seorang andrea yang punya 5 anak dan lahir secara berturut2 dalam waktu yang berdekatan mau tidak mau membuat andrea stress. sangat disayangkan teman2. tapi ini adalah pelajaran bagi kita untuk bisa menjadi ibu dan juga pasangan yang baik dan saling supoort. apapun ceitanya support dari keluarga insya Allah akan menjadi obat terbaik bagi segala macam penyakit.

Suka

Tinggalkan komentar