Kategori
Jepang

Naik Sepeda : hemat, keren, dan romantis

Sepeda bukan milik kalangan menengah ke bawah dan orang-orang tua saja. Di Jepang, sepeda jadi sarana transportasi yang istimewa. Anak, remaja, orangtua. Bahkan, cewek-cewek metropop yang cantik sembari menenteng tas bermerek dan pakai baju modis, naik sepeda juga.
Kenapa sih kita naik sepeda?

Cewek cantik Jepang bersepeda :) ~ candid camera
Cewek cantik Jepang bersepeda 🙂 ~ candid camera

1. Realistis
Waktu putri saya masuk Psikologi UGM, saya menawarkan sepeda motor. Ia menolak dan memilih sepeda onthel.
“Teman-teman satu kos, ngonthel semua, Mi.”
Okelah.
Padahal, kasihan , pikir saya. Lumayan juga Karangwuni ke UGM.
Tapi nasehat ibunda saya bagus juga untuk disimak.
“Bagus tuh sepeda. Realistis. Gak mikir bensin. Orangtua sekarang suka gak berpikir logis. Belikan HP, nanti pulsanya bagaimana? Beli motor atau mobil, bensin bagaimana?”
Iya juga sih.

Meski orangtua dapat membelikan bensin dan pulsa, otonomi anak jadi tak terbentuk sejak dini. Belajar irit, belajar prihatin, belajar tau nilai uang, belajar mengatur waktu; akan membantu anak-anak meningkatkan kemampuan mereka mengelola potensi sumber daya yang ada.
Akhirnya, putra-putra kami yang SMA pun naik sepeda. Tanpa berpikir bensin, bengkel, oli dst.

Jepang, mungkin lebih realistis dari Indonesia. Alokasi dana untuk bensin adalah pengeluaran tersendiri. Maka orang beramai-ramai naik sepeda, daripada beramai-ramai beli bensin.

2. Gerak badan
Ngaku aja, sekarang udah jarang jalan kaki kan?
Sedikit -sedikit angkot, ojek, bis, lift, eskalator.
Sedikit-sedikit gadget.
Kalau di Hongkong, orang dapat memaksakan jalan kaki dari satu stasiun ke stasiun lain, di Indonesia mungkin sulit. Sepeda termasuk sarana yang memungkinkan untuk Indonesia. Setidaknya untuk ke sekolah dan ke kampus. Ke kantor mungkin jgua sih. Suami saya tempo hari sempat bolak balik naik sepeda onta karena ingin menguruskan badan, tapi akhirnya menyerah hehe…

3. Anti polusi

Coba saat lampu merah.
Sanggupkah anda bertahan di belakang knalpot-knalpot yang membagikan gratis zat polutan, tanpa perlindungan masker?
Setiap kali keluar rumah naik sepeda motor; saya harus megnenakan sarung tangan, helm lengkap plus slayer. Gak tahan deh kalau harus terpapar polutan selama berjam-jam di jalan atau bermenit-menit.

Sepeda akan mengurangi polusi udara. Yah, meski pasti di antara kita ada yang berpendapat : saya ngurangi polusi, yang lain bagaimana? Susah juga sih kalau kebaikan harus saling menunggu untuk dilaksanakan. Kalau baru mampu melakukan yang kecil, sendiri, lakukan saja. Insyaallah suatu saat orang-orang akan mengikuti langkah kebaikan kita.

4. Humanisasi

Bila tidak diimbangi pengguna sepeda, jalan raya kita semakin dipenuhi polusi dan dehumanisasi. Sepeda becak tersingkir, berikutnya motor megnuasai, mobil merajai, truk bis sesuka hati. Sepeda membuat kita lebih berperilaku bak human being sesungguhnya. Lebih peduli ekosistem, habitat dimana kita tinggal. Lebih peduli, bahwa pengguna sepeda adalah pihak yang lebih lemah sehingga harus diberikan kesempatan lebih dulu.

Yuk, naik sepeda!

Eh, sekedar informasi.
Novel Romance saya yang berikut, banyak meliput tentang sepeda dan kegiatan bersepeda di Jepang lho. Coba, romantis mana pasangan yang sedang jatuh cinta : naik mobil, naik bus, naik motor, atau naik sepeda?

Tungguh jawabannya 🙂

Oleh Sinta Yudisia| twitter @penasinta| IG : @sintayudisia

I am a writer and psychologist. A mother of 4 children, a wife of incredible husband. I live in Surabaya, and have published more than 70 books. What do I like the most? Reading and writing. Then, observing people. And also, learning new language

18 replies on “Naik Sepeda : hemat, keren, dan romantis”

Sesudah Sophia yang naik sepeda , di novel romance ini hampir semua tokoh protagonisnya naik sepeda lho.

Menyusuri sungai , menikmati cuaca musim semi , diterpa daun yg jatuh di musim gugur.

So sweet 😀

Suka

Masya Allah :’) Mbak, kupikir ndak ada penulis dari Lombok, sungguh :’)

Orang tua saya juga asli Lombok Timur, kami aja yang tinggal di Mataram 🙂

Mbak sering pulang ke Gumi Sasak?

Suka

Tinggalkan komentar