Kategori
FLP

Aku, FLP Jatim, mbak Helvi dan bu Sirikit Syah

img1379a Tanggal 10 Desember 2008, Rabu, mbak Helvi ditemani mas Edi Sutarto mampir ke rumah saya di Rungkut Jaya. Di tengah hujan deras malam hari itu, mbak Helvi yang sebetulnya lelah ternyata sangat bersemangat tiap kali membahas masalah FLP. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari sang bunda FLP hingga kami, FLP Jawa Timur dan beberapa personilnya; selain terbengong, termenung, terkesiap, juga tersengat untuk lebih memperbaiki diri ke depan.
Dalam pekan itu memang kami agendakan untuk mengadakan pertemuan rutin bulanan pengurus FLP wilayah Jawa Timur yang berdomisili di Surabaya. Sebagian pengurus wilayah berdomisili di luar Surabaya sehingga tidak memungkinkan copy darat terlalu sering. Hari Sabtu 13 Desember 2006, kembali syuro wilayah digelar di rumah saya yang juga base camp FLP wilayah.
Alhamdulillah, 2 personil FLP wilayah di bidang kaderisasi memang sangat matang dalam pengelolaan organisasi dan usaha. Thnkas to mbak Heni (insyaAllah akan menikah 21 Desember ini) dan juga pada rekan saya Citra Widuri yang masukannya demikian dahsyat untuk merapikan strategi langkah FLP Jatim. Citra selain bekerja sebagai manajer HRD LMI atau Lembaga Manajemen Infaq-satu lembaga zakat terkemuka di Jatim, dulu aktivis rohis dan kampus di UI. Pengalamannya di bidang perusahaanpun sangat beragam hingga Alhamdulillah, Allah SWT mempertemukan kami.
Citra mengemukakan tentang leading sector yang harus digarap FLP Jatim meliputi : karya, kader, & sounding FLP. Hal ini semakin dikentalkan ketika bertemu dengan mbak Helvi , bahwa FLP Jatim yang beberapa mujahid & mujahidah penanya sudah memiliki karya yang berkualitas harus berani unjuk suara dan sounding ke berbagai elemen. Di FLP Jatim ada Aminuddin –FLP Kediri yang telah menghasilkan Tembang Ilalang; Priska Primasari – Will & Julliete; Dimasabi – Gorillove; mas Haikal- Biar Penaku Bicara; mas Bahtiar – Jejak Surga; ada mbak Ria Fariana & mbak Arida juga. Disamping itu banyak sekali mujahid & mujahidah pena yang sedang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu indah nantinya seperti Sari – FLP Blitar, Lukman – FLP Jember, Kukuh – FLP Malang, masih banyak lagi! Rasanya kita insyaAllah tidak akan kehabisan amunisi dan jundullah pena.
Tentang masalah gaung & sounding, rasanya saya pribadi memang kurang. Alhamdulillah, dalam syuro wilayah tanggal 13 Desember, kami rancang siapa dalam setahun ke depan yang akan menjadi target silaturrahim.
Seolah Allah SWT menuntun langkah da’wah ini, pagi tadi, ahad 14 Desember, seorang eakan da’wah bernama mbak Rini mengajak saya silaturrahim ke bu Sirikit Syah, seorang perempuan aktivis media. Kami sudah beberapa kali berkunjung ke sana dan kesempatan kali ini untuk menyampaikan undangan terkait dengan award yang akan diserahkan kepada beliau berkenaan tanggal 22 Desember nanti. Ketika saya bercerita pada bu Sirikit masalah FLP, beliau kontan berseru ,” FLP luarbiasa perkembangannya! Saya kenal Helvi.”
Bu Sirikit Syah, aktif di sebuah forum perempuan di Surabaya. Akhir-akhir ini beliau berkata bahwa sikapnya seringkali mengundang permusuhan dari banyak aktivis perempuan hingga beliau merasa sendiri. Sikap beliau tentang UU pornografi yang dimuat di Jawa Pos memang mengundang kontroversi. Ketika kami berpendapat, mungkin saja orang-orang yang menentang UU tersebut tidak faham isinya atau bahkan tidak membaca pasal-pasalnya beliau menyangkal,”…yang menghujat tulisan saya adalah teman-teman yang sangat faham hukum.” Beliau tidak habis pikir bagaimana sekian banyak orang membela 3 propinsi tapi mengabaikan propinsi yang lain? Bagaimana orang membela gender ke-3 tapi mengabaikan gender ke-1 dan ke-2? Bagaimana orang bisa membela para pekerja seks tetapi tak membela para gadis dan kaum remaja? Beliau juga banyak berbicara masalah sastra.
Bu Sirikit Syah mengeluhkan, bahwa beliau sendiri dalam menulis opininya, jarang ada yang menulis sama seperti dirinya apalagi kaum perempuan. Beliau senang sekali ketika saya bercerita tentang FLP dan mengajak kami untuk bertemu kembali , lebih mengasah ketrampilan jurnalistik dan media hingga FLP betul-betul dapat mewarnai media massa dengan da’wah pena. Terus terang ada rasa bersalah juga, rasanya saya pribadi kurang tangguh dan ulet seperti bu Sirikit yang rajin menulis di media massa. Bayangan saya pribadi,”…ah, saya kan luwes nulis fiksi, da’wah lewat situ aja deh. Nggak mahir nulis opini dsb.” Padahal ketrampilan berda’wah itu kan harus terus diasah dan dikembangkan, juga ditingkatkan.
Malu sendiri melihat bu Sirikit yang minggu pagi itu tengah membersihkan rumah sembari memasak, usai itu menemui kami yang rapi dan cantik (hm!), beliau berpakaian sederhana ala ibu rumahtangga tetapi bicaranya sungguh ibarat canon, meriam!
Saya tertunduk, termenung, menyalahkan diri sendiri mendengar sepak terjang bu Sirikit. Saya yang mengaku pejuang dan kader da’wah ternyata belum setangguh beliau dalam memperjuangkan kebenaran. Kemanapun bu Sirikit Syah pergi, ia selalu menggaungkan apa yang menjadi keresahannya. Beliau resah dan menuliskan tentang guru swasta, tentang dana bagi budaya, tentang kenapa budaya sekarang masuk pariwisata-bukan bagian pendidikan. Beliau juga sounding tentang UU pornografi, tentang media, tentang sastra, sembari tak lupa kedudukannya sebagai ibu dan istri. Tutur beliau lembut namun menyimpan magma. Rasanya, tak cukup waktu berguru padanya.
Di hadapan bu Sirikit saya membatin, “ … where have you been along this time?What have you done?”
Bu Sirikit berkomentar terhadap novel yang pernah saya hadiahkan padanya.
“Wah, saya suka baca The Lost Prince,” ungkapnya.
Saya katakan bahwa buku ketiga Takudar, The Road to the Empire insyaAllah terbit bulan ini. Beliau lalu mengusulkan pertemuan di rumahnya yang lapang antar anak-anak FLP dengan para wartawan sembari saya launching buku itu.
Bertemu mbak Helvi dan bu Sirikit, semoga makin menguatkan niat, semangat, yang tak lupa harus menata langkah kembali demi syiar kebenaran. Bagaimanapun, kebenaran yang tak terkoordinir akan tumbang oleh kebathilan yang terstruktur rapi.

Oleh Sinta Yudisia| twitter @penasinta| IG : @sintayudisia

I am a writer and psychologist. A mother of 4 children, a wife of incredible husband. I live in Surabaya, and have published more than 70 books. What do I like the most? Reading and writing. Then, observing people. And also, learning new language

8 replies on “Aku, FLP Jatim, mbak Helvi dan bu Sirikit Syah”

Dear Sinta, sy terkagum2 tak habis2 pd Sebuah Janji, The Lost Prince, The Road to the Empire, dan Lafadz2 Cinta. Sy salut pd ketekunan, kesabaran, dan ketelitian Sinta dlm meriset, terutama sejarah. I am inspired. Bs sy belajar lbh lanjut dg Sinta? Terima kasih sdh menginspirasi sy. Syukran. O ya salam utk Citra. Sy kakak tingkatnya di FTUI. I miss her a lot.

Suka

Assalamu’alaikumwrwb.
Mbak Ifaaa…wah akhirnya ketemu juga saya dengan mbak yang selama ini cuma saya kagumi dalam hati dan nggak berani berharap untuk menyapa karena tahu mbak pastilah seorang perempuan yang supersibuk. Alhamdulillah mbak Ifa punya waktu untuk membaca buku saya, doakan best seller ya mbak…mbak Ifa sekarang aktif dimana aja?

Suka

mbak sinta…sy dah baca trilogi-nya.kueren.coba difilmkan..tp biaya gede ya krn msk film kolosal.saat lembar2 terakhir, s4 t’haru krn Buzun meninggal,jg almamuchi yg menanggung duka lara hrs meninggalkan takudar.
btw,yg merupakan kisah asli yg mn, krn kyknya Takudar benar2 ada ya

Suka

Iffah yang sholihah dan cantik…doakan ya biar bisa difilmkan. Doa Iffah adalah senjata yang ampuh insyaAllah. Mbak juga memimpikan novel tersebut difilmkan layaknya Red Cliff, Once Upon a Time in China, Warlords. Bukan masalah ketenaran, tapi mbak khayalkan jika sosok Takudar dan Rasyiduddin hadir dalam bentuk visual, lalu mereka menjadi idola anak muda sebagai pahlawan sejati yang memang benar ada. Takudar, syaikh Jamaluddin, Rasyiduddin, Tuqluq Timur Khan itu benar-benar ada lho…doakan mbak produktif dan makin berkualitas ya. Doakan keluarga mbak juga barakah. The Road best seller… dan barakah pula…(wuih, banyak doanya…:-))
Luv U

Suka

Tinggalkan komentar